Mohon tunggu...
M Badri Tamami
M Badri Tamami Mohon Tunggu... Editor - Santri Milenial Assalafiyah Brebes

Ikut melestarikan budaya menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Apakah Pelarangan Salat Jum'at Harus Dipukul Rata?

26 Maret 2020   07:09 Diperbarui: 26 Maret 2020   18:02 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Surat edaran dari MUI Jawa Tengah tentang himbauan untuk tidak melaksanakan kegiatan keagamaan yang melibatkan orang banyak seperti sholat jamaah, pengajian umum dan bahkan sholat jum'at. 

MUI mengeluarkan himbaun ini menanggapi pernyataan presiden yang mengatakan bahwa Jawa Tengah telah mendekati Status Zona Merah, imbas dari Surat edaran ini adalah kegelisahan para pemuka agama memberikan fatwa pada masyarakat, terutama tentang pelaksanaan sholat jum'at dimasjid, apakah sholat jum'at ini boleh digantikan dengan sholat dzuhur dirumah dengan udzur/alasan wabah virus corona yang secara nyata tidak terlihat?

dokpri
dokpri
Mereka yang nekat tetap ingin melakukan sholat jum'at dimasjid berasalan bahwa sholat jum'at tetap harus dilakukan karena udzur meninggalkan sholat Jum'at adalah individu saja bukan secara umum, hanya yang merasa sakit yang mendapatkan rukhsoh/keringanan meninggalkan sholat Jum'at, rata-rata pendapat ini merupakan statement dari kyai-kyai sepuh yang lebih berhati-hati dalam memutuskan hukum terutama tentang masalah kewajiban yang laksanakan bersama, mereka lebih takut barangkali dengan seluruh daerah meninggalkan kewajiban ini akan menyebabkan azab Allah turun, dan pastinya akan lebih dahsyat dari pada wabah corona ini. Naudzubillahi mindzalik

Sedangkan mereka yang mengatakan boleh meninggalkan sholat Jum'at berasalan ini merupakan langkah menjauhi bahaya seperti dalam qoidah Fiqih : " Dar'ul mafasid muqoddamun 'ala Jambil Masholih." Artinya : " Menolak/menghindari bahaya lebih didahulukan dari pada mengambil/menarik kebaikan."

Atau dalam bahasa sekarang mencegah lebih baik dari pada mengobati, mereka lebih memilih untuk menggantikan sholat Jum'at dengan sholat dzuhur dengan alasan tadi, ada juga yang berpendapat bahwa Sholat jamaah saja boleh ditinggalkan dengan alasan hujan yang bisa membasahi pakaian, apalagi virus corona yang statusnya sangat bahaya.

Hemat kami masalah ini seharusnya tidak terlalu diperdebatkan yang mengakibatkan saling menyalahkan, mereka masing-masing mempunyai dalil dan pegangan yang sama-sama kuat, kitanya saja yang harus pandai membaca situasi dan kondisi dilingkungan sendiri, apakah lingkungan kita termasuk zona merah atau tidak, jika memang ia masuk dalam zona merah maka Kita harus kompak mendukung pemerintah dalam menangani wabah virus corona ini agar segera berlalu, akan tetapi jika kita tinggal dilingkungan yang aman seperti pedesaan kami rasa tak seharusnya terlalu lebay menanggapi himbauan MUI tersebut sampai meninggalkan kewajiban sholat jum'at digantikan dengan sholat dzuhur dirumah, Karena fatwa Pelarangan Sholat Jum'at dimasjid hanya diperuntukan untuk daerah Zona merah atau pandemi Virus corona saja.

Fatwa Pelarangan Sholat Jum'at ini selayaknya tidak dipukul rata sehingga semua orang meninggalkannya, kita yang hidup didesa tak selayaknya terlalu baper dengan Fatwa MUI sehingga semua orang sampai meninggalkan sebuah kewajiban yang harus dilakukan, dikhawatirkan jika kewajiban ini ditinggalkan secara masal akan berdampak turunnya azab dari Allah ta'ala jika tidak sesuai dengan tuntunan syariat Islam.

Wallahu 'a'lam Bissowab...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun