Pemilu 2024 hanya tersisa kurang dari dua tahun lagi. Media dan lembaga survei sudah ramai membicarakan kemungkinan-kemungkinan yang akan dipilih menjadi calon presiden. Dari sekian banyak pemberitaan mengenai calon Presiden, ada satu nama yang tidak pernah hilang yaitu Prabowo Subianto.Â
Pada hari Jumat, 12 Agustus 2022 dalam acara Rapat Pimpinan Nasional 2022 yang diselenggarakan di Sentul International Convention Center (SICC) Sentul, Bogor, Jawa Barat ketua umum partai Gerindra, Prabowo Subianto menyatakan kesiapannya untuk kembali mencalonkan diri menjadi calon Presiden pada pemilu 2024.Â
Deklarasi ini tidak terlepas dari permintaan 34 dewan pimpinan daerah partai Gerindra seluruh Indonesia untuk kembali mencalonkan Prabowo Subianto sebagai calon Presiden dari partai Gerindra pada pemilu 2024. Prabowo pertama kali mencalonkan diri sebagai Presiden pada pemilu 2014 berpasangan dengan Hatta Rajasa, lalu pada pemilu 2019 Prabowo kembali mencalonkan diri sebagai presiden pada pemilu 2019 berpasangan dengan Sandiaga Salahuddin Uno.Â
Melalui keputusan ini, artinya Prabowo akan kembali dicalonkan sebagai calon presiden dari partai Gerindra untuk ketiga kalinya. Jauh sebelum itu semua, Prabowo juga pernah mencalonkan diri sebagai wakil Presiden mendampingi Megawati Soekarnoputri. Jadi jika ditotalkan, Prabowo Subianto sudah empat kali maju dalam kontestasi Pemilu.Â
Melihat hal tersebut, muncul sebuah pertanyaan, mengapa kemudian Prabowo lagi Prabowo lagi yang partai tawarkan sebagai calon Presiden? Apakah tidak ada orang lain yang lebih layak untuk dicalonkan?
Calon Presiden yang itu-itu saja membuat pemilu menjadi begitu monoton dan membosankan. Masyarakat seolah-olah tidak memiliki pilihan lain dan harus pasrah menerima calon yang telah ditawarkan oleh partai politik. Terdapat beberapa pokok alasan yang menjadi penyebab calon presiden pada setiap kali pemilu hanya diikuti oleh orang itu-itu saja.
Presidential Threshold
Pemilihan umum tahun 2004 merupakan pemilihan presiden pertama kali yang dilakukan secara langsung. Pemilu 2004 juga menjadi penanda awal diberlakukannya penerapan sistem presidential threshold atau lebih dikenal dengan ambang batas. Aturan ini tertuang dalam UU No 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden pasal 5 ayat 4 yang berbunyi:Â
Pasangan Calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh sekurang-kurangnya 15% (lima belas persen) dari jumlah kursi DPR atau 20% (dua puluh persen) dari perolehan suara sah secara nasional dalam Pemilu anggota DPR.Â
Hasilnya, pemilu 2004 diikuti oleh lima pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden dan berlangsung selama dua putaran. Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kala terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden pertama yang langsung dipilih oleh rakyat.
Pada Pemilu 2009 terdapat perubahan ketentuan besaran presidential threshold seiring diberlakukannya UU pemilu yang baru. Dalam UU No 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden pasal 9 yang berbunyi: Pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR, sebelum pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.Â