Mohon tunggu...
Mamluatur Roziqoh
Mamluatur Roziqoh Mohon Tunggu... -

aku menyukai seni dan hal yang berhubungan dengan IT.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rasa “RINDU & CINTA” Tuhan Kepada Hamba-Nya

15 Oktober 2012   01:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:50 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13502655771623538131

Waktu terus berlalu, kehidupan terus berlanjut. Terkadang kita tidak habis pikir dengan perjalalan hidup yang selama ini kita jalani. Tak jarang senyum berteman langkah, haru tangis bersanding waktu dan tak jarang pula gundah gulana bersanding dengan tawa riang saling beriringan menemani hidup. Ada apa dengan hidup ini?. Serasa berjalan gonta - ganti dengan penuh likuan, aral terjal, dan terkadang badai sendu pun berteman mesra. Inilah hidup. Hidup akan senantiasa menunjukkan romansanya. Tapi dia juga terkadang kelihatan kejam. Ketika sedih hari-hari tetap berlalu, tak mau sedetikpun siang berhenti sejenak menggerakkan jarum waktu sebagai tanda bahwa mereka juga turut berduka cita atas kesedihanku. Atau justru sebaliknya, waktu terasa menjadikan aku sahabat terbaiknya, sebab lengah mengiring waktu ini ia jawab dengan mempercepat pergantian, waktu, hari minggu dan bulan. Jadi teringat dengan cerita salah seorang sahabat, sebutlah ia Raffi.

1 tahun lalu, bisnis yang telah membesarkan namanya raup dan hancur seketika. Itu berawal dari musibah yang menimpanya seminggu sebelumnya. Kala itu, seperti biasa tiap tiga bulan sekali Raffi pergi ke bank untuk melunasi pinjaman modal usahanya sekaligus berniat menyetorkan keuntungan dari bisnisnya. Ketika ke bank biasanya ia selalu dikawal bodyguard. Entah mengapa pagi itu ia ingin berangkat sendiri dengan mengendarai mobil barunya. “Tak akan ada perampok pagi – pagi gini, toh uang yang aku bawa juga sedikit” pikirnya. Di tengah asyiknya mengendara, tiba – tiba ia dikepung oleh kawanan perampok. Dia tidak mampu untuk mengelak. Kawanan perampok itu menemukan satu koper besar, dilihatnya berisi uang. Perampok mengira bahwa isinya pasti banyak, padahal pagi itu Raffi hanya mengisi satu kantong saja. Tanpa berpikir panjang, perampok pun berhasil membawa kabur koper, mobil baru, dan juga tas kecil berisi surat – surat penting, seperti kartu ATM, kartu kredit, SIM, buku tabungan, berbagai kwitansi bukti pembayaran, BPKB dan STNK mobil,dan lain sebagainya yang ia rasa penting dikumpulkan dalam tas itu.

Seketika itu ia syok, bukan karena kehilangan uang yang tak lebih dari 50 juta, tapi karena seluruh identitas informasi pribadinya ada di dalam tas itu. Terbayang sudah, betapa repot mengurusnya.

Ia bergegas ke kantor lalu menelpon bank untuk memblokir kartu ATM dan kartu kredit. Ia berhasil memblokir kartu ATM tapi terlambat memblokir kartu kredit. Ia kebobolan dalam waktu kurang dari tiga puluh menit. Itu terjadi karena ia menyimpan nomor PIN di dalam tas itu. “Duh.. kenapa juga masih ku simpan”, gumamnya. Perampok menguras uang dalam kartu kreditnya sampaiover limit. Padahal ia saja tidak punya nyali untuk mengambil dana tunai karena takut terbelit utang plus bunganya yang tinggi.

Karena ATM masih diblokir, pihak bank belum bisa memproses yang baru karena tidak ada kartu identitas. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari terpaksa aku berhutang sana-sini. Belum lagi harus membayar hutang kartu kredit dan hutang pinjaman modal yang uangnya dinikmati maling. Dan tragisnya, bersamaan dengan itu, bisnis Raffi yang tadinya lancar, entah kenapa seakan distop oleh Allah, dan tak berselang lama hal ini membawa kebangkrutan luar biasa bagi perusahaannya.

Ia merasa penat, gundah tak menentu akibat banyaknya hutang yang melilitnya dan tak mampu melunasi karena bisnisnya hancur, semua hartanya habis tak tersisa sepeserpun. Ia merasa buntu, tak tau harus berbuat apa. Ia dilema karena dihadapkan dua pilihan yang cukup berat dan bila harus memilih, ia tidak akan memilih itu. Yakni jika ia tidak membayar hutang terutama pada pihak bank maka akan dilaporkan polisi dan secara otomatis ia akan masuk penjara. Sedangkan pilihan kedua, jika membayar hutang tapi belum mampu melunasi selama 1,5 bulan maka rumah orang tuanya akan disita dan pastinya ia dan kelurga akan menjadi gelandangan. Hampir setiap hari, setiap jam, setiap menit, bahkan detik selalu ada orang yang menagih hutang, entah itu kerabat, sahabat atau rekan kerja. Bertambahlah rasa kalut yang ia alami. Maksud hati ingin meminta bantuan, tapi apalah daya sudah tak ada lagi orang yang mampu untuk membantunya. Karena ia sudah berhutang pada semua orang yang ia kenal dan juga belum mampu untuk membayar.

Menghadapi cobaan yang bertubi-tubi itu, ia pun bertanya – tanya, “there must be something wrong with me?”. Namun Raffi belajar ikhlas sambil berusaha mencari hikmahnya. Kata-kata “mungkin amalnya kurang” sudah terlalu sering ia dengar. Dan kata-kata itu nyaris tak menyentuh hatiku. Hingga suatu ketika Raffi tergugah hatinya untuk membaca ayat – ayat cinta yang terdapat dalam kalam Illahi yakni Al Quran. Ia mendapati sebuah ayat yang sedikit membukakan mata hati, pikiran serta menjadi semangat untuk bangkit dari keterpurukan. Ayat itu terdapat dapat surat Ash – Shaff : 13

Artinya : “Dan (ada lagi) karunia yang lain yang kamu sukai (yaitu) pertolongan dari Allah dan kemenangan yang dekat (waktunya). Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang beriman.”

Meski setiap saat sudah membaca ayat – ayat cinta dari Tuhan, akan tetapi belum mampu menyelesaikan masalah yang ia hadapi sampai akhirnya menemukan ayat motivasi di atas dan mengantarkan ia pada suatu tekad, “ Mulai detik ini aku akan jadi tentara Allah. Aku akan menyumbangkan segala apa yang ada padaku demi Alloh.” Celotehnya serius dan penuh semangat. Sejak hari itu Raffi bertambah rajin pergi ke masjid dan semangat mengajar di panti asuhan meski tanpa bayaran.

Waktu terus berlalu dan saat – saat untuk pelunasan hutang sudah hampir habis. Sampai saat ini pun ia masih gelisah karena tidak ada sepeserpun uang untuk membayar hutang. Hingga suatu ketika waktu pulang mengajar, ia mendapati satu gelas kopi yang di sekelilingnya terdapat semut. Ada segerobolan semut yang berbaris rapi dan penuh keyakinan untuk menuju kopi dalam gelas dan akhirnya karena kebersamaan semut maka mereka mampu mencapai target dengan cepat. Sedangkan di sisi lain terdapat satu semut yang merasa kebingungan, tidak tahu arah untuk menuju sasaran yakni kopi. Melihat hal ini Raffi mulai berpikir, “Apa filosofi dari semut tadi ya?” pikirnya. Kemudian ia pun menemukan makna dari semut tadi yakni tentang sholat berjama’ah, bahwa ketika ketika berdo’a, memohon pada Allah secara bersama – sama maka kemungkinan do’a itu terkabul sangat besar bila dibandingkan berdo’a sendiri meski dengan seribu kesungguhan yang kita usahakan.

Dia semakin rajin berjama’ah di masjid. Sepanjang hari ia habiskan hanya bermunajat pada Allah agar kegelisahan, kegundahan cepat berakhir. Dan setiap habis sholat isya’ ia selalu memohon dengan rayuan mautnya pada Allah, “Allah, hari ini aku telah mendapatkan 135 derajat. 100 derajat terserah pada – Mu mau Engkau kasih apa. Tapi hamba mohon pada – Mu Ya Allah, yang 35 derajat hamba mohon selesaikan masalahku ini sekarang juga.” pintanya memaksa.

Akibat do’a yang selalu ia panjatkan itu masalah tidak kunjung menghilang, akan tetapi bertambah berat. Satu – persatu orang yang pernah meminjaminya meminta agar segera mengembalikan sedangkan sampai detik ini ia belum juga memperoleh uang untuk melunasinya. Ia semakin bingung, karena waktu pelunasan hutang kurang satu minggu lagi. Ia semakin sungguh – sungguh beribadah, berikhtiar serta berpikir secara maksimal.

Hingga akhirnya keajaiban pun datang menghampiri dirinya. Tepat di hari batas akhir pelunasan hutang, ia bertemu dengan seseorang yang tidak pernah terbersit sedikit pun dipikirannya. Dan ternyata ialah orang yang mampu untuk membantu melunasi semua hutangnya.

Dari masalah yang ia hadapi ia merenung lama, akhirnya ia mendapat jawaban. Saat terbelit hutang dan tak bisa membayar itulah Raffi merasa disentil oleh Allah. Ia memang sering sebal pada orang-orang yang tidak dapat membayar kewajiban tepat waktu. Ia sering kali tak habis pikir, kenapa ada pegawai yang melalaikan kewajiban membayar uang koperasi sampai berbulan-bulan, atau bahkan iuran kesehatan yang itu semua juga demi kebaikan mereka. Apakah mereka memang tidak punya uang atau ndablek alias tebal muka?

Ternyata dibalik kedisiplinannya dulu dalam membayar sederet kewajiban terbesit sebuah kesombongan. Dan kesombongan itulah yang sedang diruntuhkan oleh Allah. Kini ia sadar kalau ada orang yang susah membayar hutang dan kewajibannya bukan karena tak mau membayar, tapi karena memang kesulitan membayar, persis yang pernah ia alami.

Allah juga ingin meruntuhkan kebenciannya pada pedagang makanan yang di pagi buta dan larut malam melintas di depan rumahnya. Bukan karena ia tak suka makanan yang mereka jual, tapi karena bunyi-bunyian yang menyertai  mereka. Terompet pedagang roti, bunyi mngkok dan piring yang dipukul pedagang bubur ayam, tukang sate dan pedagang sekoteng. Semua itu sangat  mengganggu ketenangannya.  “Tidak bolehkah aku istirahat dengan tenang di rumahku sendiri? Tak bolehkah aku tidur nyenyak setelah seharian bekerja?” gumamnya dalam hati.

Allah menegur Raffi melalui orang-orang yang tak bisa membayar hutang, orang-orang yang harus bersusah-payah mendapatkan sesuap nasi. Bahkan harus berjalan keliling kampung dari shubuh hingga malam buta untuk mendapatkan nafkah yang tidak seberapa. Tiba-tiba ia merasa senasib dengan mereka, ia bisa merasakan betapa perihnya tak punya uang. Apalagi ketika sejumlah hutang dan kewajiban menanti.

Akhirnya Raffi bisa memetik pelajaran dan bersyukur karena bisa merasakan teguran-Nya, bisa merasakan betapa rindu dan cintanya Allah pada dirinya melalui sebuah peristiwa yang menghantam dinding – dinding nuraninya. “Semoga Allah juga menyentil dan menegur perampok dengan cara-Nya agar tak lagi merampas hak orang.” harapnya.

Setelah kejadian itu ia mulai bangkit kembali menapaki kehidupan yang penuh misteri dan juga berusaha untuk menularkan pengalaman lewat sebuah karya yang nantinya ia berharap dengan karya tersebut orang yang terpuruk juga mampu tersenyum bahagia seperti yang ia rasakan.

Dari cerita di atas mungkin akan ada sedikit pertanyaan yang menemani bijak pikir kita, apakah Tuhan memang sedang mempermainkan ketabahan dan kesabaran serta konsistensi hati kita, sehingga banyak takdir hidup yang kita harus sangkakan hari ini hadirnya bisa diperlambat Tuhan, bisa juga tepat pada waktunya, bisa juga tidak jadi dan bahkan dipercepat Tuhan datangnya. Sungguh hal ini menjadi pembuktian sederhana dan akurat bahwa potensi menjadikan sesuatu, potensi memutuskan sesuatu hanya milik Tuhan semata. Manusia adalah bagian dari perantaranya, meski manusia sering merasa lupa, ia menyangka bahwa ketika usahanya berbuah manis, maka itu adalah bagian dari usahanya semata, ia lupa ada Tuhan yang masih mengasihi dan menyayanginya sehingga ia masih diberikan kesempatan untuk tersenyum menikmati bagian hidupnya itu.

THE END

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun