Api makin membesar. Menyala hebat menjilat-jilat tubuh Ni Luh Sulastri yang terbaring diatas bade. Tiba-tiba sesosok lelaki berjalan menuju kobaran api dengan napas yang tersengal-sengal. Tak seorangpun berani menghentikan langkahnya.
"Ni Luh...." teriak lelaki itu sambil mengibas-ibaskan kain poleng miliknya untuk menghalau kobaran api.
***
Aku jatuh cinta, hidup ini indah karenamu.
Takdir aku hidup denganmu, menjalani cinta bersamamu.
Sehati denganmu.
Anak Agung Tangkar, seorang mahasiswa di sebuah universitas di Denpasar Bali. Lelaki yang terjerat cinta seorang gadis bernama Sulastri. Seorang gadis yang ia tahu bahwa ia merasa nyaman saat bersamanya. Merasa bahagia saat ia bertemu dengannya. Merasa yakin bahwa gadis itulah belahan jiwanya. Meski ia belum tahu dari kasta mana gadis yang ia puja itu. Baginya, kasta hanyalah semacam tembok raksasa. Tembok adat yang ia yakin mampu ia runtuhkan. Demi cintanya kepada Sulastri, ia rela meruntuhkan tembok yang dijunjung tinggi oleh keluarganya itu.
Masa perkuliahan mereka sebentar lagi berakhir. Itu artinya hubungan mereka berdua sudah berjalan hampir tiga tahun lamanya sejak perkenalan mereka berdua di awal-awal perkuliahan.
"Sulastri, maukah kau menikah denganku?" tanya Anak Agung Tangkar suatu sore.
"Menikah? Apa Bli yakin dengan keputusan itu? Kita masih terlalu muda, Bli."
"Iya sulastri, Bli yakin."
Akhirnya mereka kawin lari. Mereka melakukan perkawinan Nyerod. Mereka terpaksa memilih untuk kawin lari karena jika mereka meminta izin keluarga, sudah jelas mereka tidak akan mendapatkan izin tersebut.