Setelah kejadian siang itu, malamnya keadaan Kota Petra mulai sunyi. Penduduk merasa bahwa inilah awal kehidupan mereka. Kehidupan yang diberkati oleh Dewa Dhushara dan Dewi Manat. Karena mereka telah mengorbankan seorang anak kecil untuk Dewa mereka.
"Semoga besok pagi kita akan mendapatkan keberuntungan.
"Ya, kau benar. Semoga besok daganganku terjual semuanya. Dan aku bisa pulang lebih cepat," ucap seorang lelaki Petra.
Di jalanan hanya nampak beberapa orang penduduk. Mereka mematikan obor -- obor yang menempel di dinding -- dinding bukit batu. Hanya beberapa obor saja yang dibiarkan menyala untuk sekedar menerangi jalan. Sehingga suasana malam itu menjadi sedikit gelap dan sunyi. Yang terdengar hanyalah raungan serigala gurun memecah keheningan malam.
Tanpa mereka sadari, diantara rekahan bebatuan diatas bukit batu, ada banyak pasang mata mengawasi mereka. Mata itu menyala kemerah -- merahan semerah darah. Tidak hanya satu pasang, namun hampir puluhan pasang mata yang diam tak bergerak sepanjang malam.
***
Pagi itu Simkath hendak bepergian ke pusat kota. Ia ingin mengetahui keadaan kota selama puluhan tahun ia tinggalkan. Bagaimana kondisinya sekarang dan apa yang akan ia lakukan setelah itu.
Dengan penampilannya yang kini berubah drastis, kepala botak dan rambut sebatas separuh kepala menjuntai panjang kebawah, nampaknya akan membuatnya seperti orang asing. Padahal sebenarnya tidak demikian.
"Aku akan pergi ke kota, kau berjagalah disini." ucapnya sambil melemparkan tiga koin emas kepada lelaki paruh
baya.
"Baik Tuan, percayalah, hamba akan menjaga tenda Tuan. Semuanya akan aman di tangan saya."