“Lebih baik kita lihat kejadian sebenarnya dengan menggunakan bejana sakti ini Raja”
“Baiklah…. Aku berkenan dengan usulmu. Cepat kau hantar bejana sakti itu kemari. aku mahu melihatnya” ujar Raja.
Segera menteri itu mengambil bejana yang dimaksud. Kilan Syah yang mengetahui bahwa keadaan makin tidak aman untuknya dan untuk sang Putri, akhirnya berkata…
“Tunggu menteri. Kau tak perlu menghantarkan bejana itu kepada Raja Permadewana” cegah Kilan Syah.
“Apa maksudmu Kilan Syah. Berani nian kau melawan titah Raja!” sontak Raja Permadewana menoleh ke pengawalnya dengan penuh amarah.
“Raja. Hamba minta maaf. Hamba telah berani melanggar perintah Raja. Hamba tidak mampu menjaga marwah Putri Kemala Sari dengan baik” jawab Kilan Syah seraya bersujud dihadapan sang Raja.
“Apa maksudmu?” tanya Raja yang diikuti dengan ekspresi penuh tanya dari para menteri yang hadir dalam rapat malam itu.
“Hambalah ayah bayi itu” jawab Kilan Syah singkat.
Ruangan mendadak ricuh.
“Apa? Jadi kau dan istriku telah….”
“Benar tuanku. Waktu itu selama kami di Kerajaan Perlak. Kami telah melakukannya. Karena kami saling mencintai”