Pagi itu dipengungsian, seperti biasa aktifitas warga pengungsian disibukkan membeli penganan tambahan buat sarapan. Maklum, menu makanan yang lebih banyak penyedapnya kadang membuat air liur tak pernah putus, keluar sendiri. Sudah beberapa hari ini gejala itu terasa. Entah apa maksudnya, setiap masakan hanya dijejali penyedap rasa. Si mbok pemasak bilang, memang sudah begitu perintahnya. Hemm....
Karena itu, tiap keluarga kemudian mensiasati untuk menggunakan nasi putihnya saja. Sementara sayur dan lauk yang full penyedap disingkirkan. Demi kesehatan, sebagai penggantinya, setiap pagi anak maunpun bunda sudah tampak keluar penampungan untuk belanja lauk atau penganan pengganti.Â
Mencari makanan ringan tak begitu sulit di tempat pengungsian. Ada warga sekitar yang memang berdagang makanan di depan pagar. Cukup datang ke depan pagar pengungsian, dari sela-sela pagar besinya kita sudah dapat memilih aneka ragam makanan yang disediakan si embak diatas meja panjangnya. Ada aneka kue, sayur, ikan, dan penganan lainnya. Pedagang lain, disebelah si mbak juga jual tiwul, pisang rebus dan bubur kacang hijau. Tak perlu merogoh kocek dalam-dalam, dengan seribu, dua ribu perak sudah dapat pisang atau bubur.
Kabar Mengejutkan
Siang itu dipengungsian. Warga pengungsian kelihatan sepi mendekati dagangan si mbak. Mungkin pada makan siang semua. Tak banyak warga yang beraktifitas di luaran. Si mbak pun hanya bisa melongo bengong lihat kesana kemari.
Ada dua bunda siang terik ini yang menghampiri meja simbak dari balik pagar. "Mbak beli sayur daun ubi, ikan dan telur dadar ya" pesan bunda. Simbak pun dengan perlahan memenuhi pesanan si bunda. Sambil memasukkan ikan ke plastik, si mbak yang sudah akrab dengan di bunda nanya, "bunda aku mau tanya", katanya membuka dialog. "Tanya aja mbak", kata si Bunda. Â "itu loh, apa benar warga pengungsian disini bisa tukar menukar suami, saya ada mendengar dari warga sini juga loh bunda",.
Si bunda disergap tanya begitu, tentu saja terperanjat. Tak menyangka akan ada pertanyaan seperti itu. Si bunda pun menjelaskan, bahwa isu itu sama sekali tidak benar. Tak mungkin warga pengungsian melakukan seperti yang dituduhkan. Si bunda memastikan, justru mereka ada di dalam perjalanan ini semata mengikuti akhlak Abraham. Abrahamlah yang mengajarkan akhlak kepada anak cucunya dari ishak hingga Muhammad bahkan setelahnya.Â
Diberi penjelasan seperti itu gantian si mbak yang terperanjat. Ia tak ngerti perjalanan Abraham. Diapun bilang "saya pun tak percaya, bunda, makanya saya beranikan nanya pada bunda". Si mbak menjelaskan, jika warga disekitar pengungsian selalu mendapat cerita tak sedap tentang perilaku seksual warga pengungsian. Entah siapa yang menyebarnya, namun ada saja warga yang dengan sengaja menyampaikan kesana kemari, seperti sudah dirancang.
Fitnah yang Sama
Kabar dari si mbak, oleh bunda kemudian di sharing ke teman-teman pengungsi lainnya. Anehnya, ternyata bunda-bunda lain pun sudah mendapatkan pertanyaan yang sama dari orang yang berbeda. Kemarin bunda A ditanya oleh si mbak tukang sapu, bunda B ditanya oleh penjaga toko roti seberang jalan, sementara bunda C ditanya oleh ibu penjaga warung pulsa.
Beberapa suami teringat, bahwa berita fitnah seperti itu sudah ada sejak di desa tempat tinggal di Borneo. Menjelang evakuasi dan pengusiran, di desa dan di kota ramai tersebar berita-berita yang negatif umumnya terkait perilaku seksual, aliran sesat dan pendirian negara.Â