2. Penindakan proses sengketa Pemilihan Umum oleh Bawaslu mencakup :
*Meneliti dri permohonan yang di dapat terkait penyelesaian sengketa pemilu yang diajukan oleh pihak yang bersengketa.
*Melakukan verifikasi menyeluruh, baik secara formal maupun material, terhadap permohonan yang masuk untuk memastika keabsahannya.
*Mengadakan mediasi antara pihak-pihak yang berselisih untuk mencari solusi damai dalam menyelesaikan sengketa.
*Mengambil keputusan final dalam penyelesaian sengketa pemilu berdasarkan hasil adjudikasi yang dilakukan.
Keputusan dari Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) menyangkut penyelesaian sengketa proses pemilu memiliki krakteristik yang pasti dan mengikat. Tetapi, ada pengecualian dalam beberapa jenis sengketa pemilu yang melibatkan :
1. Penetapan partai politik peseta pemilu,
2. Putusan Bawaslu tentang penetapan bakal calon tetap anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota; dan
3. Penetapan dan verifikasi pasangan calon.
Dalam konteks jenis sengketa tersebut, keputusan yang diambil mugkin memerlukan proses lebih lanjut dan  bisa saja subjek untuk dilakukan revisi atau perubahan berdasarkan bukti atau informasi baru yang mucul selama proses penyeleaian sengketa.
Feri Amsari, seorang ahli hukum tata negara dari Universitas Andalas, mengungkapkan bahwa ada masalah mendasar dalam penyelenggaraan pemilu yang dimulai dari tahap awal. Karena itulah, potensi masalah dalam proses pemilu, termasuk dalam tahapan pemungutan suara, menjadi lebih besar. Menurutya, indikasi kecurangan muncul mencerminkan karakteristik struktur, sistematis, dan kolosal. Kecurangan tersebut terstruktur dengan baik karena skenario dari pejabat negara yang membentuk pola dugaan kecurangan secara baik dan sistematis. Selain itu, temuan Badan Pengawas Pemilu di tempat Pemungutan Suara (TPS) telah mengungkapkan potensi kecurangan yang bersifat masif. Fenomena kecurangan ini juga menyebar luas, mulai dari Aceh hingga Papua. Feri juga menambahkan situasi ini sudah mencerminkan gambaran umum, dan yang perlu dilakukan selanjutnya adalah mengkonfirmasi jumlah suara yang terindikasi curang. Meski demikian, Feri menyatakan harapannya bahwa pembuktian kecurangan akan tergantung pada kebijaksanaan hakim saat proses sengketa di Mahkamah Konstitusi. Ia menegaskan bahwa Bawaslu memilikin peran kunci dalam pembuktian kecurangan dan prosesnya, sementara Mahkamah Konstitusi lebih fokus pada penyelesaian sengketa terkait hasil pemilu.
Neni menyatakan kepada BBC News Indonesia bahwa tingkat kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan pemilu semakin menurun. Lembaga pemantau Pemilihan Umum, Democracy and Electral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, mengungkapkan bahwa indikasi kecurangan dan pelanggaran dalam Pemilihan Umum 2024 lebih serius dibandingan dengan pemilu periode sebelumnya. Kecurangan atau pelanggaran dalam pemilu memiliki dampak signifikan terhadap kepercayaan publik terhadap integritas dan transparansi pelaksanaan pemilu.
1. Surat suara yang sudah di coblos, menjadi salah satu dugaan kecurangan yang diungkapkan oleh DEEP Indonesia. Kasus merupakan temuan terbanyak ketiga setelah kasus kurang dan tertukarnya surat suara. Salah satu contoh kasus ini terjadi di TPS 17, Kecamatan Cisurupa, Kabupaten Garut, dimana surat suara telah dicoblos sebelum pemungutan suara resmi dilakukan.
2. Kasus surat suara yang tertukar juga menjadi perhatian DEEP Indonesia dengan temuan di 21 TPS. Menurut Neni, kasus ini paling sering terjadi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, dimana surat suara dari satu daerah pemilihan tertukar dengan daerah pemilih lainya.
3. Ditemukanya surat suara yang kurang, hilang, atau rusak menjadi masalah serius dalam beberapa TPS, khususnya di Kab. Bandung, Jawa Barat. Mengakibatkan petugas harus mengambil kembali surat suara dari TPS terdekat, dan pemungutan suara untuk sementara waktu dihentikan. Di beberapa TPS di Cimahi, Jawa Barat, bahkan ada kejadian di mana surat suara hilang, sehingga pemungutan suara langsung dihentikan.
4. Selain masalah logistik pemilu, DEEP Indonesia juga menyoroti kealaian penyelenggara pemilu di lapangan. Temuan meliputi 32 TPS membuka pemungutan suara melewati jam 07.00 pagi, kotak suara di TPS yang tidak tersegel, TPS yang kurang ramah bagi penyandang  disabilitas, pemilih yang tidak mendapatkan formulir C pemberitahuan dari KPU, Relokasi TPS akibat bencana, saksi yang terlambat memberikan mandat, dan kurangnya alat bantu untuk penyandang tunanetra.
Beberapa organisasi masyarakat sipil, termasuk Indonesian Corruption Watch (ICW), Themis Indonesia, Aliansi Jurnalis Independen (AJI), dan lainya, telah mengidentifikasi indikasi kecurangan dalam Pemilu 2024 di berbagai tahap, mulai dari penunjukan pejabat (Pj) Kepala Daerah, proses kampanye, hingga perhitungan suara. Almas Ghalita Putri Sjafrina, Koordinator Pelayanan Publik dan Reformasi Birokrasi ICW, menyatakan bahwa temuan ini dikumpulkan melalui pengaduan publik yang diterima melalui situs web yaitu "kecuranganpemilu.com". selain itu mereka juga melakukan peliputan kepemiluan dengan bekerja sama dengan jaringan jurnalis di 10 daerah dan masyarakat untuk memperkuat bukti dan informasi terkait kecurangan yang terjadi selama pemilihan.
Salah satu temuan utama adalah adanya praktik politik uang dalam bentuk hadiah menarik seperti motor, paket umroh, sepeda listrik, rumah, mobil, kulkas, dan lainnya. Selain itu, ada juga pemberian berupa paket sembako murah, uang tunai, serta janji pemberian bantuan beasiswa yang diiklankan selama kampanye. Ironisnya, bukti lain mengungkap adanya dugaan pelanggaran netralitas oleh oknum penyelenggara pemilu, termasuk  pengawas Pemilihan Umum dan anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Almas menekankan bahwa penyelenggara Pemilihan Umum memegang peranan penting  dalam menjaga pemilu yang berintegritas, mulai dari memastikan penyelenggaraan yang adil dan setara bagi semua peserta Pemilihan Umum hingga pengawasan dan penanggulangan berbagai bentuk penyelewegan Pemilihan Umum.
Ada potensi kecurangan yang mungkin terjadi dalam sistem teknologi informasi yang digunakan dalam pemilu. Fikar mengamati bahwa KPU menggunakan Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik (Sirekap) untuk membantu proses rekapitulasi suara. Melalui Sirekap, data penghitungan suara diinput secara elektronik, memudahkan dan mempercepat proses tersebut. Selain itu, Sirekap berfungsi untuk mendokumentasikan hasil dari pemungutan suara yang bersifat sementara di Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan mengumumkannya kepada masyarakat dengan cepat. Meskipun teknologi ini memiliki banyak keunggulan, namun ada potensi risiko keamanan yang perlu diwaspadai untuk mencegah manipulasi data atau kecurangan lainnya. Ada beberapa kecurangan yang juga  melibatkan Kepala Desa, di antaranya adalah kegiatan politisasi di mana kepala desa didorong untuk mendukung pasangan calon tertentu dalam pemilihan. Kepala desa mengekspresikan dukungannya terhadap calon tertentu melalui video, gaya, serta ikut serta  dalam kampanye. Selain itu, ada juga dugaan distribusi sembako untuk kepala RT/RW dengan pesan untuk mendukung calon tertentu. Lebih lanjut, Kepala Desa bahkan dianggap memaksa warganya untuk dapat memilih calon tertentu dengan ancaman akan menghentikan Distribusi Bantuan Sosial (Bansos) jika warga tidak mematuhi arahannya. Ini menunjukkan bagaimana praktik politik yang tidak etis dapat mempengaruhi integritas dan keadilan pemilihan.
Ada  juga indikasi kecurangan yang melibatkan Kepala Daerah, Menteri, Dan Aparatur Sipil Negara (ASN). Beberapa modus yang diungkapkan antara lain adalah memberikan penjelasan mengenai dukungan kampanye terhadap  salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden dan mengakui bahwa mereka tidak mengambil cuti selama masa kampanye. Meskipun Menteri tidak merupakan peserta Pemilihan Umum dan tidak terdaftar dalam tim kampanye, mereka terlibat dalam kegiatan kampanye di hari kerja. Selain itu, ada juga kasus pejabat negara yang melakukan kampanye dalam konteks kegiatan pemerintahan, yang seharusnya netral dan bebas dari unsur politik. Hal ini menunjukkan potensi pelanggaran etika dan integritas dalam proses pemilihan yang seharusnya bersih dan transparan.
Dalam bukunya, Norris menggarisbawahi kepentingan integritas dalam pemilu dari berbagai perspektif. Salah satunya adalah dalam konteks legitimasi, di mana pemilu yang jujur dan adil akan membangun kepercayaan publik terhadap lembaga politik. Selain itu, integritas Pemilihan Umum juga berpengaruh pada perilaku politik massa, dimana kepercayaan terhadap proses Pemilihan Umum akan meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam memilih, aktif terlibat dalam pemerintahan, serta mengurangi potensi protes massa. Norris menekankan bahwa integritas pemilu memainkan peran krusial dalam memperkuat kualitas representasi politik. Lebih lanjut, integritas pemilu memiliki implikasi positif lainnya, seperti mengurangi potensi konflik dan masalah keamanan, serta memberikan manfaat tambahan bagi sistem politik secara keseluruhan.
Daftar pustaka :Â
https://antikorupsi.org/id/kecurangan-pemilu-2024-temuan-pemantauan-dan-potensi-kecurangan-hari-tenang-pemungutan-penghitungan.
https://www.bbc.com/indonesia/articles/cv2l1dyn8r4o.
https://www.hukumonline.com/klinik/a/sengketa-proses-pemilu-dan-sengketa-hasil-pemilu-lt5c4533ec18aa6/.
https://www.kompas.id/baca/polhuk/2024/02/22/semua-pasangan-calon-terindikasi-melakukan-kecurangan.
https://www.hukumonline.com/berita/a/akademisi-fh-trisakti-beberkan-7-modus-kecurangan-pemilu-2024-lt65d2e0d624ed7/.
https://www.hukumonline.com/berita/a/akademisi-fh-trisakti-beberkan-7-modus-kecurangan-pemilu-2024-lt65d2e0d624ed7/.
https://www.kompas.id/baca/polhuk/2024/02/22/semua-pasangan-calon-terindikasi-melakukan-kecurangan.
https://www.kompas.id/baca/polhuk/2024/02/24/indikasi-kecurangan-pemilu-jangan-dibiarkan-bisa-terulang-di-pilkada-2024.
Pamungkas, S. (2009). Perihal pemilu. Laboratorium Jurusan Ilmu Pemerintahan dan Jurusan Ilmu Pemerintahan, Universitas Gadjah Mada.
PKPU Nomor 5 Tahun 2014 tentang perubahan atas peraturan komisi pemilihan umum nomor 26 tahun 2013 tentang Pemungutan Dan Penghitungan Suara Di Tempat Pemungutan Suara Dalam Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota,
PKPU Nomor 19 Tahun 2014 tentang Pemunguntan Dan Penghitungan Suara Di Tempat Pemungutan Suara Dalam Pemilihan Presiden Dan Wakil Presiden Tahun 2014 UUD 1945
Rahmatunnisa, M. (2017). Mengapa Integritas Pemilu Penting. Jurnal Bawaslu, 3(1), 1-11.
UU No. 42 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden
UU No. 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Dewan Perwakilan Daerah.