Kabupaten Pamekasan merupakan satu diantara empat kabupaten di Pulau Madura, yang memiliki batas sebagai berikut di bagian utara berbatasan dengan Laut Jawa, selatan dengan Selat Madura, barat dengan Kabupaten Sampang, timur dengan Kabupaten Sumenep. Wilayah Kabupaten Pamekasan terletak pada 11319 -- 11358 Bujur Timur dan 651 -- 731 Lintang Selatan. Pamekasan memiliki kondisi geografis yang beragam, ketinggian yang berkisar antara 6 -- 312 meter dari permukaan laut menyebabkan sebagian besar mata pencaharian masyarakat Pamekasan berada pada sektor pertanian dengan presentase 47,71% pada tahun 2013. Sektor pertanian ini meliputi pertanian bahan makanan, perkebunan, peternakan dan perikanan.
 Seperti wilayah tropis lainnya di Indonesia, Pamekasan memiliki dua musim yaitu kemarau dan musim hujan dengan masing -- masing selama enam bulan. Namun, dengan terjadinya anomali cuaca yang berubah menyebabkan musim hujan menjadi lebih lama ataupun sebaliknya. Seperti yang terjadi beberapa tahun terakhir, musim hujan menjadi lebih panjang dari kemarau. Kondisi seperti ini tentu merugikan masyarakat Pamekasan yang sebagian besar merupakan petani dengan komoditas tembakau dan garam pada musim kemarau yang berakibat pada penurunan produksi bahkan sama sekali tidak berproduksi. Data jumlah curah hujan diperoleh dari 16 stasiun pencacatan yang tersebar diwilayah Kabupaten Pamekasan. Sepanjang tahun 2018, rata-rata curah hujan tertinggi tiap bulannya terjadi di wilayah stasiun Pasean dengan rata-rata curah hujan 246.75 mm. Sedangkan wilayah yang paling jarang diguyur hujan adalah Stasiun Pademawu dengan rata-rata curah hujan 69,83 mm (Kabupaten Pamekasan dalam Angka, 2019).
Anomali cuaca memberikan dampak yang cukup besar bagi petani. Komoditas tembakau contohnya, petani biasanya menanam tembakau diakhir musim hujan dan panen pada saat musim kemarau. Harga tembakau berkisar 50.000/kg dengan kualitas yang baik sedangkan tembakau yang berkualitas C atau kurang baik akan berharga 20.000/kg. Kualitas yang kurang baik tersebut salah satunya diakibatkan oleh curah hujan yang tidak menentu sehingga proses pengeringan tembakau menjadi kurang maksimal. Kondisi seperti ini menyebabkan tidak sedikit petani mengalami kerugian. Jika dilihat 10 tahun terakhir kecamatan Pasean yang memiliki curah hujan tertinggi di Kabupaten Pamekasan mengalami penurunan produksi tembakau yang sangat drastis. Masyarakat Kecamatan Pasean memilih beralih ke komoditas lain seperti cabai dan bawang merah sebagai komoditas utama pada saat musim kemarau karena ketahanannya dibandingkan dengan tembakau.
Tanaman tembakau merupakan tanaman yang rentan terhadap perubahan iklim sehingga kemungkinan untuk gagal dan rugi cenderung lebih besar daripada tanaman lainnya disamping keuntungan yang yang relatif besar jika cuaca dan permintaan pasar mendukung. Â Kondisi seperti ini memang membuat petani sudah terbiasa beralih ke tanaman lainnya selain tembakau, namun untuk mensubtitusi masyarakat beralih ke tanaman lain secra permanen bukanlah hal yang mudah. Rachmat et al. (2009) mengidentifikasi beberapa alasan yang menjadi kendala dalam usaha subtitusi tembakau. (a) secara teknis, tanaman tembakau tanaman tembakau memiliki keunggulan diusahakan pada iklim dan lahan yang kering. (b) secara ekonomis komoditas tembakau memiliki pendapatan usaha tani yang relatif lebih tinggi dan tidak banyak komoditas yang dapat menyamai tingkat pendapatan tersebut. (c) secara sosial, pada daerah tertentu, tanaman tembakau merupakan komoditas yang diusahakan secara turun temurun sehingga menjadi budaya pada pola pertaniannya.
Dewasa ini, tanaman tembakau berada pada kondisi dilema. Disatu sisi tanaman tembakau merupakan sumber pendapatan petani yang relatif cukup besar dan berperan dalam perekonomian Indonesia lewat cukai. Disisi yang lain banyak masyarakat dunia yang mulai sadar akan pentingnya hidup sehat dimana rokok berdampak buruk pada kesehatan dan lingkungan. Â Kesadaran dunia akan pentingnya hidup sehat tersebut berdampak pada penurunan produksi tembakau. Hasil studi Rachmat et al. (2009) mengungkapkan pada periode 1990-2001 terjadi peningkatan produksi sebesar 9,70% pertahun. Setelah itu pada periode 2001-2007 terjadi penurunan luas panen dan produksi masing-masing dengan laju -3,25 dan -2,33% pertahun.
Dengan permasalahan yang cukup kompleks tersebut maka hal yang paling mudah dilakukan adalah mempromosikan tanaman alternatif semusim lain yang memiliki waktu tanam yang relatif sama sehingga tidak merubah pola pertanian yang sudah dilakukan secara turun temurun tersebut. Rachmat et al. (2009) mengatakan bahwa berdasarkan perbandingan nilai keuntungan komoditas tanaman yang paling sesuai untuk mensubtitusi komoditas tembakau adalah komoditas sayuran semusim seperti cabai dan bawang merah dan tanaman buah semusim seperti buah semangka dan melon.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H