Kau yang bergaun pelangi
Kau yang bersenandung di bibir pantai
Kau yang merapal jejak dewi afrodit
Kau yang mengatur jarum arloji
Dan yang abadi
Keningmu tempat berlabuhnya kenang
Yang menyeruak dan menenggelamkan luka
Sementara di tebing bibirmu yang runcing
Tertanam kobaran api abadi
Kucoba tapaki gurat di pangkal alismu
Tempat resah dan gelisah menutup diri
Kucoba taklukan gunung merapi di dasar dadamu
Dikeheningan paling purba
Ternyata aku luluh lantah
Terhantam tatapanmu yang berkali pasang
Bisik purnama pada bayang ilalang
Dan terkoyaklah aku---serigala
Ternyata mencintaimu itu lelah
Penuh resah dan ketidakberdayaan
Tak semudah menulis puisi ini untukmu
Tak seindah menatap wajahmu di antara bintang-bintang
Di kejauhan paling muram
Namun aku tetap ngengat
Mengejar cahaya matamu tetap menjadi favoritku
Meski nestapa
Meski di akhir cerita kamu tetap sama---sebuah sajak metafora belaka
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H