Mohon tunggu...
M Arwan Itikaf
M Arwan Itikaf Mohon Tunggu... Lainnya - Konsultan

Lahir dan tinggal di Ponorogo, pendidikan RA Muslimat NU Klaten Gegeran, SDN Gegeran 1, MTs Ma'arif Al Bajuri Klaten Gegeran, IPA MAN 2 Ponorogo, S-1 PAI STAIN Ponorogo, S-2 PAI Pasca Sarjana INSURI Ponorogo, PP. Roudlotul Ihsan Pethuk kediri dan PP. Darus Salam Gunung Pring Watu Congol Magelang. Aktivitas Organisasi, Presiden Mahasiswa BEM STAIN Ponorogo 2004, Sekretaris Dephankam PC. GP ANSOR Ponorogo 2014-2022, Guru MA Nurul Qur'an Pakunden Ponorogo, Ketua IKA FTIK IAIN Ponorogo, PC. ISNU Ponorogo, Ketua PAC Pemuda Pancasila Kec.Sukorejo, Sekretaris NU Ranting Desa Karanglo lor Kec. Sukorejo. Pepiling - Pecandu ilmu, Ya Alloh janganlah Dunia menjadikan candu dan membelenggu ilmu, jadikan dalam genggaman tangan jangan merasuk kehati. "Srah ing Bathoro, Bathoro kang gung ing uger grananing jajantung, jenek ing hyang wiseso, gesang iku tinompo netepi titah ing Gusti, innahu min sulaimana wa innahu bismillahi rohmani rohimi - Terpahat dalam Cincin tahta Sang Raja Sulaiman AS "Semua ini pasti akan berlalu" dan pasti akan musnah kecuali cinta Sang Pangeran Cinta Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Allohumma sholli alaa sayyidina muhammad abdika wa rosuulika nabiyyil umiyyi wa ala aliihi wa sohbihi wa sallim tasliima biqodri adhomati dzatiika fi kulli waqtin wa khiinin, Shollalloh alaika ya Muhammad, Allohumma shalli wasallim wabârik’alâ sayyidinâ Muḫammad wa ‘alâ âlihi kamâlâ nihayata likamâlika ‘adada kamâlihi, Allahumma Sholli Wa Sallim Wa Baarik ‘Ala Sayyidinaa Muhammadinin Nuuridzaati Wassirris Saari Fii Saairil Asmaai Washifaati Wa ‘Ala Aalihi Wa Shohbihi Wa Sallim, Hasbiyallah wanikmal wakiil wa Hasbunallah wanikmal wakil nikmal maula wani'man nasir, Alhamdulillah robbil alamien"-.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Laskar Kiai Santri Bambu Runcing

22 Oktober 2024   07:21 Diperbarui: 22 Oktober 2024   07:26 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Laskar Santri, Bambu Runcing
Di tanah yang suci, bumi pertiwi,  
Terpahat tekad para Kiai dan santri,  
Bambu runcing di tangan menggenggam asa,  
Melawan penjajah, demi merdeka.

Bukan senapan, bukan meriam yang menggema,  
Namun iman yang teguh kuat, semangat membara,  
Langkah mereka ringan, hati tak gentar,  
Laskar pejuang, berjuang hingga akhir.

Kiai memimpin dengan doa dan hikmah,  
Santri bergerak, membawa berkah,  
Bambu runcing diacungkan ke langit tinggi,  
Mengusir penjajah dengan tekad murni.

Mereka adalah pemuda bangsa yang takkan tunduk,  
Darah dan keringat tumpah di tanah subur,  
Bukan hanya tubuh yang mereka bawa berperang,  
Namun cinta pada tanah air, tak terbilang.

Di balik doa yang lirih, tersimpan kuasa,  
Bambu runcing menembus batas penjajahan,  
Setiap langkah adalah janji untuk negeri,  
Indonesia merdeka, harga mati.

Di setiap peperangan, mereka tetap tersenyum,  
Di setiap luka, semangat kian berkobar,  
Karena di dada mereka, terpatri cinta,  
Cinta pada Ibu Pertiwi yang tak pernah pudar.

Wahai laskar Kiai, santri, pejuang sejati,  
Engkaulah api dalam gelap, cahaya abadi,  
Bambu runcing yang sederhana namun sakti,  
Menjadi saksi perjuangan hingga kini.

Merdeka! menggema ke segala penjuru negeri,  
Langit pun mendengar, bumi pun bergetar,  
Bambu runcing, santri, dan Kiai,  
Menyatu dalam sejarah, untuk selamanya harum ibu pertiwi.

Laskar Kiai dan Santri Bambu Runcing
Di bawah langit biru Nusantara,  
Berkibar semangat yang takkan pudar,  
Laskar pejuang, para Kiai dan santri,  
Dengan bambu runcing di tangan, teguh kuat di hati.

Di setiap langkah yang penuh doa,  
Terdengar gema takbir yang menggema,  
Mereka bukan sekadar prajurit biasa,  
Namun penjaga jiwa bangsa yang mulia.

Bambu runcing, senjata sederhana,  
Namun berisi doa dan keberanian nyata,  
Menantang peluru dan baja penjajah,  
Dengan kekuatan iman yang tak pernah goyah.

Para Kiai berdiri di garda depan,  
Mengajarkan keberanian dalam keimanan,  
Laskar-laskar Santri disegala penjuru mengikuti Sang Kiai.
Menghunus bambu runcing, tanpa rasa gentar di dada.

Di medan laga mereka berjuang,  
Bukan hanya melawan fisik penjajah yang garang,  
Namun melawan ketakutan, melawan keraguan,  
Untuk Indonesia, tanah air yang mereka dambakan.

Semangat kemerdekaan yang mereka seru,  
Adalah api yang tak pernah layu,  
Mereka tahu, meski senjata tak sebanding,
Namun jiwa yang merdeka, tak pernah akan tunduk terasing.

Dengan bambu runcing di tangan kanan,  
Dan keyakinan di tangan kiri yang menantang zaman,  
Mereka maju, dengan sorak merdeka yang berkobar,  
Untuk Indonesia merdeka, untuk masa depan yang gemilang.

Wahai laskar Kiai dan santri yang perkasa,  
Kalian adalah pilar dari kemerdekaan bangsa,  
Jejak langkahmu terpatri dalam sejarah,  
Sebagai bukti bahwa cinta tanah air tak kenal lelah.

Kini merdeka, Indonesia tercinta,  
Berkat darah dan doa yang kau tumpahkan,  
Bambu runcing abadi terkenang

Pilar bangsa
Sebagai simbol keberanian yang takkan pernah hilang.

Di tengah fajar yang mulai merekah,  
Berdiri tegak para Kiai dan santri,  
Dengan bambu runcing di tangan,  
Mereka melawan tanpa gentar,  
Demi tanah air yang tercinta,  
Indonesia merdeka selamanya.

Dari masjid surau dan pesantren mereka bangkit,  
Doa terucap di setiap langkah,  
Dengan semangat juang yang membara,  
Menghadapi penjajah yang angkuh,
Tanah ini milik kita,
Tak akan kami biarkan diinjak-injak lagi.

Bambu runcing jadi saksi setia,  
Tiap tikaman, tiap tetes darah yang tumpah,  
Adalah janji suci pada bumi pertiwi,  
Bahwa kemerdekaan bukan sekadar mimpi,  
Melainkan hak yang harus direbut,  
Dengan jiwa raga, demi harga diri.

Kiai-kiai memimpin di barisan depan,  
Dengan iman seteguh gunung,  
Mengajarkan bahwa perjuangan ini mulia, 
Bahwa tiada yang lebih indah dari kebebasan,  
Untuk menghirup udara merdeka,  
Di tanah yang dirawat dengan cinta.

Laskar-laskar santri berbaris di belakangnya,  
Dengan hati berani dan kepala tegak,  
Mereka adalah laskar tanpa takut,  
Yang tak gentar menghadapi peluru dan baja,  
Karena percaya, bambu runcing lebih tajam  
Bila dipegang dengan iman yang membaja.

Dengan teriakan "Merdeka!" yang menggema,  
Langit pun seolah ikut menyaksikan,  
Bagaimana para pejuang bangsa ini,  
Tak menyerah pada keangkuhan penjajah,  
Karena mereka percaya, kemerdekaan adalah hak,  
Yang harus diperjuangkan hingga akhir hayat.

Dan kini, bendera merah putih berkibar,  
Menari bebas di angin yang merdeka,  
Mengenang tiap tetes keringat dan darah,  
Para Kiai, santri, dan laskar bambu runcing,  
Yang telah mempersembahkan hidup mereka,  
Agar kita, generasi setelahnya, dapat hidup dalam kemerdekaan.

Terima kasih, wahai pahlawan bangsa,  
Perjuanganmu adalah nyala api abadi,  
Yang takkan pernah padam,  
Di hati kami, di tanah ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun