Para Kiai berdiri di garda depan, Â
Mengajarkan keberanian dalam keimanan, Â
Laskar-laskar Santri disegala penjuru mengikuti Sang Kiai.
Menghunus bambu runcing, tanpa rasa gentar di dada.
Di medan laga mereka berjuang, Â
Bukan hanya melawan fisik penjajah yang garang, Â
Namun melawan ketakutan, melawan keraguan, Â
Untuk Indonesia, tanah air yang mereka dambakan.
Semangat kemerdekaan yang mereka seru, Â
Adalah api yang tak pernah layu, Â
Mereka tahu, meski senjata tak sebanding,
Namun jiwa yang merdeka, tak pernah akan tunduk terasing.
Dengan bambu runcing di tangan kanan, Â
Dan keyakinan di tangan kiri yang menantang zaman, Â
Mereka maju, dengan sorak merdeka yang berkobar, Â
Untuk Indonesia merdeka, untuk masa depan yang gemilang.
Wahai laskar Kiai dan santri yang perkasa, Â
Kalian adalah pilar dari kemerdekaan bangsa, Â
Jejak langkahmu terpatri dalam sejarah, Â
Sebagai bukti bahwa cinta tanah air tak kenal lelah.
Kini merdeka, Indonesia tercinta, Â
Berkat darah dan doa yang kau tumpahkan, Â
Bambu runcing abadi terkenang
Pilar bangsa
Sebagai simbol keberanian yang takkan pernah hilang.
Di tengah fajar yang mulai merekah, Â
Berdiri tegak para Kiai dan santri, Â
Dengan bambu runcing di tangan, Â
Mereka melawan tanpa gentar, Â
Demi tanah air yang tercinta, Â
Indonesia merdeka selamanya.
Dari masjid surau dan pesantren mereka bangkit, Â
Doa terucap di setiap langkah, Â
Dengan semangat juang yang membara, Â
Menghadapi penjajah yang angkuh,
Tanah ini milik kita,
Tak akan kami biarkan diinjak-injak lagi.
Bambu runcing jadi saksi setia, Â
Tiap tikaman, tiap tetes darah yang tumpah, Â
Adalah janji suci pada bumi pertiwi, Â
Bahwa kemerdekaan bukan sekadar mimpi, Â
Melainkan hak yang harus direbut, Â
Dengan jiwa raga, demi harga diri.
Kiai-kiai memimpin di barisan depan, Â
Dengan iman seteguh gunung, Â
Mengajarkan bahwa perjuangan ini mulia,Â
Bahwa tiada yang lebih indah dari kebebasan, Â
Untuk menghirup udara merdeka, Â
Di tanah yang dirawat dengan cinta.