Etika politik dan kekuasaan yang diajarkan oleh Sun Tzu dalam "The Art of War" serta yang ditunjukkan oleh Mahapatih Gajah Mada dapat memberikan wawasan yang relevan dalam konteks pemilu kepala daerah (Pilkada) 2024, terutama di Indonesia. Keduanya menawarkan panduan strategi dan kepemimpinan yang dapat diaplikasikan dalam menghadapi tantangan politik modern, termasuk dalam memperebutkan kekuasaan dengan cara yang beretika.
Sun Tzu: Strategi dan Kecerdikan
Strategi Jangka Panjang
Sun Tzu menekankan pentingnya "perencanaan strategis". Dalam Pilkada 2024, para calon pemimpin dan tim kampanye mereka harus mempersiapkan strategi yang matang, termasuk pemetaan kekuatan dan kelemahan lawan, serta memahami aspirasi masyarakat.Â
Dalam kata-kata Sun Tzu, "Kenali dirimu, kenali musuhmu, maka kamu tidak akan kalah dalam seratus pertempuran."
Kecerdikan dan Fleksibilitas
Sun Tzu juga mengajarkan pentingnya fleksibilitas dalam menghadapi dinamika yang terus berubah. Ini bisa diterapkan dalam bagaimana para politisi harus mampu "beradaptasi dengan perubahan preferensi pemilih", serta merespons isu-isu kontemporer yang mendominasi agenda politik.
Etika dalam Kemenangan
Meski fokus pada strategi untuk menang, Sun Tzu juga menekankan bahwa "kemenangan tidak harus dicapai dengan cara-cara yang destruktif".Â
Dalam konteks demokrasi, ini berarti pentingnya bersaing secara sehat, tanpa menyebarkan berita bohong atau melakukan politik uang.
Gajah Mada: Sumpah Palapa dan Integritas
Integritas Kepemimpinan
Gajah Mada terkenal dengan "Sumpah Palapa", sebuah komitmen untuk menyatukan Nusantara sebelum menikmati kesenangan duniawi.Â
Ini adalah contoh "kepemimpinan berintegritas", di mana seorang pemimpin memiliki visi besar untuk rakyat dan bangsa di atas kepentingan pribadi.Â
Dalam Pilkada, para calon pemimpin diharapkan menunjukkan integritas dan komitmen yang serupa, mengutamakan kepentingan publik di atas ambisi pribadi.
Pengabdian dan Tanggung Jawab
Gajah Mada mengajarkan bahwa pemimpin harus memiliki "pengabdian total kepada negara".Â
Dalam era modern, ini relevan dengan harapan masyarakat agar pemimpin yang terpilih dalam Pilkada 2024 memiliki dedikasi untuk melayani rakyat dan menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi bangsa.
Politik Persatuan
Sebagaimana Gajah Mada berusaha menyatukan wilayah Nusantara, politisi modern harus bekerja untuk "menyatukan masyarakat", bukan memecah-belah demi kepentingan politik jangka pendek.
 Ini menuntut adanya strategi kampanye yang inklusif, yang merangkul berbagai kelompok masyarakat.
Relevansi di Era Demokrasi Modern
Kampanye yang Beretika
Dalam konteks Pilkada 2024, prinsip etika dari Sun Tzu dan Gajah Mada dapat diterjemahkan menjadi kampanye yang menghindari politik kotor.Â
Menang dalam pemilu harus dengan "cara-cara yang bermartabat", dengan menghormati hak-hak pemilih dan lawan politik.
Kepemimpinan yang Berfokus pada Rakyat
Seperti Gajah Mada yang fokus pada persatuan dan kemakmuran wilayah yang dipimpinnya, pemimpin modern harus berfokus pada "memperbaiki kualitas hidup masyarakat", bukan sekadar mengejar kekuasaan.
Penggunaan Media dan Teknologi
Dalam Pilkada modern, peran teknologi dan media sosial sangat besar. Sun Tzu mengajarkan pentingnya "penggunaan sumber daya dengan bijak", yang dalam konteks ini berarti menggunakan media dengan cara yang "mendukung nilai-nilai demokrasi" dan bukan sebagai alat propaganda destruktif.
Dengan memahami etika politik yang diajarkan oleh Sun Tzu dan Gajah Mada, para calon pemimpin dapat mengambil pelajaran penting tentang "strategi yang bijak, kepemimpinan berintegritas, dan pengabdian pada rakyat".Â
Semua ini bisa menjadi modal kuat dalam menyongsong Pilkada 2024 yang lebih demokratis dan beretika.