Mohon tunggu...
M RithikRoshan
M RithikRoshan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Sriwijaya

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dinamika Ketegangan Geopolitik dan Dampaknya terhadap Keamanan Regional di Kawasan Laut China Selatan

6 Desember 2024   17:01 Diperbarui: 6 Desember 2024   17:11 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dengan luas sekitar 3,625 juta kilometer persegi dan merupakan jalur maritim utama untuk perdagangan internasional, Laut China Selatan merupakan wilayah yang memiliki signifikansi geopolitik yang besar. Selain penting untuk jalur pelayaran, wilayah ini juga kaya akan sumber daya alam, seperti perikanan dan kemungkinan cadangan minyak dan gas, yang menjadikannya signifikan secara ekonomi bagi negara-negara tetangga dan sekitarnya. Tumpang tindih klaim teritorial oleh sejumlah negara, terutama Tiongkok, Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei, dan Taiwan, adalah penyebab utama ketegangan di Laut China Selatan. Wilayah penting yang disengketakan termasuk Scarborough Shoal, yang telah menjadi fokus arbitrase internasional yang memenangkan Filipina, tetapi Tiongkok masih mempertahankan klaimnya, dan Kepulauan Paracel, yang diklaim oleh Tiongkok, Taiwan, dan Vietnam. Perselisihan yang paling rumit adalah mengenai Kepulauan Spratly, di mana enam negara telah membuat klaim yang telah meningkatkan konflik dan kehadiran militer.

Klaim historis dan warisan kolonial-khususnya penggunaan Garis Sembilan Garis Putus-Putus (nine dash line) oleh Tiongkok untuk menegaskan klaim teritorialnya-merupakan akar dari konflik-konflik ini. Garis ini, yang pertama kali digambarkan di peta pada tahun 1947, sulit untuk diidentifikasi karena garis ini mencakup sekitar 90% Laut Cina Selatan. Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) menjadi dasar hukum untuk sengketa yang melibatkan sumber daya laut. Namun, sejak Tiongkok menolak putusan Pengadilan Arbitrase Permanen pada tahun 2016 yang membatalkan klaim Tiongkok yang luas, ketegangan meningkat. Selain itu, partisipasi kekuatan internasional, terutama Amerika Serikat, yang berpartisipasi dalam operasi kebebasan navigasi dan membentuk aliansi untuk melawan agresi Tiongkok, menambah kompleksitas dinamika regional. Sifat kompleks dari ketegangan di Laut China Selatan disorot oleh fakta bahwa masalah lingkungan seperti penangkapan ikan berlebihan dan degradasi habitat merupakan masalah mendesak yang membutuhkan pengelolaan bersama, sementara perselisihan teritorial yang terus menerus menghalangi upaya-upaya ini.

Daftar Pustaka

Mitchell, M. D. (2016). The South China Sea: A Geopolitical Analysis. Journal of Geography and Geology, 8(3), 14-25.

Scott, N. A. G. (2018). Regional Security in the South China Sea. Undergraduate Journal of Politics, Policy and Society, 1(1), 214-233.

Stasiak, K. (2020). The Peace-Building Process in the South China Sea: Challenges and Future Prospects for a Maritime Regime. Nowa Polityka Wschodnia, 26(3), 36-63.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun