Maafkan Aku yang Tak Bisa Melihat Dunia
Langit pagi itu tampak cerah. Burung-burung berkicau merdu, menyambut hari yang baru. Tapi, tidak ada satu pun dari itu yang bisa kulihat. Gelap. Selalu gelap. Begitu dunia yang kutahu sejak aku lahir.
Namaku Dara, seorang gadis yang lahir tanpa penglihatan. Aku terbiasa dengan gelap, tetapi hati kecilku selalu bertanya-tanya, seperti apa dunia yang selalu digambarkan orang lain dengan begitu indah? Apa itu warna biru? Bagaimana bentuk pohon? Bagaimana rupa wajah Ibu yang setiap malam membelai rambutku sambil bercerita tentang bintang?
"Dara, sudah siap?" Suara Ibu mengagetkanku dari lamunan. Hari ini, aku akan tampil dalam pentas musik sekolahku. Aku telah belajar keras memainkan piano untuk acara ini. Musik adalah cara terbaikku menggambarkan dunia yang tak bisa kulihat.
"Iya, Bu," jawabku sambil tersenyum.
Ibu menggenggam tanganku erat. Aku tahu, meski aku tidak pernah bisa melihat wajahnya, cintanya selalu kurasakan. Setiap langkah kami menuju aula dipenuhi semangat, meski di dalam hatiku ada sedikit keraguan. "Bagaimana kalau aku salah memainkan nada? Bagaimana jika semua orang mengejekku?" Pikiran itu berputar-putar seperti badai dalam kepalaku.
Ketika tiba di aula, aku mendengar suara ramai anak-anak dan orang tua. Gemuruh langkah kaki, derai tawa, dan bisikan-bisikan mengelilingiku. Tapi aku hanya fokus pada piano di tengah panggung. Itu adalah dunia kecilku --- tempat aku bisa menunjukkan siapa aku.
Ketika namaku dipanggil, detak jantungku semakin cepat. Ibu menggenggam tanganku dan membimbingku ke atas panggung. "Kamu pasti bisa, Nak. Mainkanlah dengan hatimu," katanya lembut sebelum aku duduk di depan piano.
Aku menarik napas panjang. Tanganku meraba-raba tuts piano, mencoba merasakan keberadaan mereka. Kemudian, aku mulai bermain. Lagu yang kuciptakan sendiri --- melodi tentang gelap yang penuh dengan cahaya harapan.
Setiap nada yang keluar adalah cerita. Aku membayangkan langit biru yang diceritakan Ibu, bunga-bunga di taman, dan senyuman teman-temanku. Aku ingin mereka tahu, meski aku tak bisa melihat dunia, aku merasakannya dengan caraku sendiri. Suara tepuk tangan memenuhi ruangan saat aku menyelesaikan permainan.