Korupsi telah menjadi salah satu masalah besar yang menggerogoti kehidupan sosial, politik, dan ekonomi di Indonesia. Meskipun sudah ada berbagai upaya untuk memberantas korupsi, baik melalui sistem hukum, lembaga pengawas, maupun kebijakan pemerintah, fenomena korupsi tetap terus muncul dalam berbagai bentuk dan skala. Kasus-kasus korupsi yang melibatkan pejabat publik, politisi, pengusaha, dan bahkan aparat penegak hukum semakin memperburuk citra negara ini di mata dunia internasional dan memengaruhi kualitas hidup rakyat Indonesia.
Korupsi bukan hanya sekadar masalah hukum, tetapi juga merupakan masalah struktural yang menciptakan ketidakadilan sosial, merusak institusi negara, serta menghambat pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, penting untuk menganalisis dengan seksama apa yang menyebabkan korupsi masih marak di Indonesia, serta dampak-dampak yang sangat meresahkan yang ditimbulkan oleh praktik korupsi tersebut.
beberapa kasus di tahun belakangan
Berdasarkan data dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Indonesia terus menjadi negara yang rawan dengan praktik korupsi. Sepanjang tahun 2023, KPK telah menangani lebih dari 200 kasus korupsi, baik yang melibatkan pejabat negara, pegawai pemerintah, maupun sektor swasta. Kasus-kasus besar yang menghebohkan publik, seperti korupsi e-KTP dan korupsi dana bansos, menunjukkan betapa besar skala penyalahgunaan wewenang yang terjadi di berbagai sektor.
Kasus Korupsi e-KTP merupakan salah satu skandal terbesar dalam sejarah Indonesia. Kasus ini melibatkan sejumlah pejabat tinggi negara dan pengusaha, dengan nilai kerugian negara yang diperkirakan mencapai lebih dari Rp 2,3 triliun. Dalam kasus ini, sejumlah anggota DPR, pejabat Kementerian Dalam Negeri, dan kontraktor terlibat dalam praktik penggelembungan anggaran proyek e-KTP yang seharusnya digunakan untuk mendata identitas penduduk Indonesia secara digital. Beberapa nama besar yang terlibat dalam kasus ini antara lain Setya Novanto, mantan Ketua DPR, yang divonis bersalah atas kasus korupsi ini.
Selain itu, kasus korupsi dana bantuan sosial (bansos) juga menunjukkan praktik korupsi yang melibatkan pejabat publik. Pada tahun 2021, Menteri Sosial Juliari Batubara terjerat kasus suap terkait pengadaan barang dan jasa untuk program bansos COVID-19, yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 17 miliar. Kasus ini menunjukkan bagaimana distribusi bantuan sosial yang seharusnya meringankan beban masyarakat terdampak pandemi justru diselewengkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
Menurut Laporan Transparansi Internasional (TI) 2023, Indonesia berada pada peringkat 110 dari 180 negara dalam Indeks Persepsi Korupsi (CPI), dengan skor 38 dari 100, yang menunjukkan bahwa korupsi di Indonesia masih menjadi masalah besar. Skor ini menunjukkan bahwa meskipun ada upaya untuk memberantas korupsi, Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam menciptakan pemerintahan yang bersih dan transparan.
 Penyebab Maraknya Korupsi
Beberapa faktor penyebab korupsi yang terjadi di Indonesia dapat dilihat dari sisi struktural, sosial, dan ekonomi, antara lain:
 Tingkat Kelemahan Institusi dan Penegakan Hukum
Meskipun Indonesia memiliki sejumlah lembaga penegak hukum yang dirancang untuk memberantas korupsi, seperti KPK, Polri, dan Kejakgung, namun kelemahan dalam sistem hukum dan proses penegakan hukum masih menjadi hambatan besar. Proses hukum yang lambat, kurangnya transparansi dalam penyidikan, serta adanya tekanan politik terhadap lembaga-lembaga ini sering kali membuat kasus korupsi sulit untuk diproses dengan efektif.