Mohon tunggu...
M AinulYaqin
M AinulYaqin Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Hubungan Terapeutik dan Empatik dalam Konseling

29 Maret 2019   04:34 Diperbarui: 29 Maret 2019   05:22 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Wahyu adalah seorang bocah umur 7 tahun yang mengalami tindak kekerasan yang dilakukan oleh ayah tirinya sendiri. Wahyu tinggal bersama ibu beserta ayah tirinya. Ketika ibu wahyu sedang tidak ada dirumah wahyu sering mendapat tindak kekerasan dari ayah tirinya berupa pukulan, tendangan, maupun dikurung didalam kamar mandi. 

Meskipun mengalami tindak kekerasan wahyu tindak menunjukkan sikap kalau dia sedang sakit. Pada suatu hari dia ditanya oleh gurunya kenapa kok ada bekas lebab ditubunya wahyu menjawab karena habis jatuh dari sepeda. Sang gurupun tidak memepercayai apa yang dibilang oleh wahyu.

Keesokan harinya si guru tersebut memanggil wahyu ke ruangannya untuk menceritakan apa yang sedang terjadi dengan dirinya. Akhirnya wahyu pun meceritakan bahwa dia mengalami tindakan kekerasan yang dilakukan oleh ayah tirinya. 

Wahyu mengalami trauma yang sangat berat dan dia takut untuk menceritakannya karena diancam oleh ayah tirinya jika dia menceritakan apa yang dilakukan oleh ayahnya dia akan mendapatkan lebih keras lagi dari yang biasa wahyu terima dari tindakan kekerasan. 

Akhirnya setelah mendengar cerita dari wahyu guru tersebut langsung menelpon pihak berwajib untuk melaporkan ayah wahyu atas tindak kekerasan yang dilakukan terhadap anak tirinya. Setelah mendengar atas berita yang menimpa anaknya ibu wahyu mulai sekarang menjaga anaknya lebih ekstra agar wahyu dapat tumbuh dan berkembang lebih baik lagi.

Dari kisah yang sudah diceritakan oleh wahyu guru menggunakan komunikasi terapeutik dalam membantu wahyu menghilangkan trauma yang dia alami. Dimana komunikasi ini bertujuan mengembangkan pribadi wahyu ke arah yang lebih postif. 

Selain itu empati sangat diperlukan dalam komunikasi terapeutik. Dimana ini akan memberikan efek yang mendukung bagi tumbuhnya konsep diri yang positif dari diri wahyu. Jika dalam komunikasi terapeutik tidak ada rasa empati akan menyebabkan kesalahpahaman interaksi komunikasi sehingga konselor atau guru tidak dapat membantu klien dan klien akan mengalami frustasi.

Jadi dalam mengatasi sebuah permasalan yang seperti dialami oleh wahyu komunikasi terapeutik dan rasa empati dari konselor sangat diperlukan. Karena jika tidak ada komunikasi teurapatik dan rasa empati konselor akan sulit membantu klien dan klien akan semakin frustasi terhadap apa yang sedang dihadapinya. 

Hubungan komunikasi terapeutik dan rasa empati sangat berkaitan erat dimana komunikasi terapeutik mengembangkan pribadi untuk ke arah positik dan rasa empatiadal sikap yang dapat mendukung bagi tumbuhnya konsep diri yang positif dari klien tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun