Mohon tunggu...
M.zainudin Zaynun
M.zainudin Zaynun Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa STAIN Tulungagung, juga sebagai Pimred Buletin local kampus DIDACTICA dalam HMPS PGMI tahun 2011

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Adakah Orang yang mau Belajar Filsafat?

11 September 2012   04:28 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:38 969
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

"Adakah orang yang mau belajar filsafat?" judul sekaligus menjadi sebuah pertanyaan mendasar untuk mengkritisi pernyataan "primum vivere deinde philosophari" (hidup dulu, baru berfilsafat ). Lantas, terjadi pelebaran pernyataan, "cari makan dulu, baru melamun". Belajar dan mempelajari filsafat itu sia-sia, tak bisa dijadikan modal cari kerja, mungkin belajar filsafat paling-paling jadi tukang protes. Alhasil, belajar filsafat dianggap spekulasi oleh sebagian masyarakat. Berbeda dengan studi pada disiplin ekonomi atau kedokteran yang kegunaannya langsung kelihatan (pragmatis/quick yelding).

Memang sejak awal hakikat filsafat tidak pragmatis, namun pengandaian berpikir yang sifat dasarnya justru spekulatif. Kalau demikian, apa gunanya belajar filsafat? Mereka yang tidak doyan atau tidak suka cabe akan bertanya, "apa gunanya makan cabe, pedasnya bikin pusing saja?", sedangkan mereka yang doyan akan menjawab, "Cabe bisa merangsang selera makan, coba saja!". Alhasil, filsafat merupakan sebuah metode berpikir kritis - analisis yang merupakan kebutuhan para intelektual. Misi filsafat bukan hanya terbatas bagi mereka yang berkecimpung dalam dunia filsafat, melainkan juga bagi semua kalangan.

Jika dimakan tanpa unsur lain, pedasnya cabe bikin pusing beneran. Demikian pila filsafat ada kecenderungan dipakai untuk mempertajam disiplin ilmu positif, seperti ekonomi, sosiologi, kedokteran, psikologi dan ilmu yang lainnya. Filsafat sebagai "cabe" dalam kehidupan akademis yang berguna untuk menentang kemerosotan ke arah positivisme dan pragmatisme.

Dewasa ini, filsafat berguna untuk metode pendekatan berpikir daripada mencari jawaban. Filsafat membimbing ke dalam pendekatan masalah yang dihadapi dengan cara terbuka, mendalam, mendasar, sistematis, kritis, rasional dan argumentatif serta tidak apriori atau berprasangka, dogmatis, dan ideologis. Apalagi dalam era berkembangnya disiplin ilmu positif yang makin terspesialisasi seiring dengan pragmatisme kehidupan manusia. Kegunaan filsafat semakin memberi puluang untuk memainkan peranan yang sebenarnya, yaitu menjawab pertanyaan yang tidak tersentuh oleh disiplin ilmu positif seperti, apa keberadaan (ontologi) itu? Apa ilmu pengetahuan (epistemologi) itu? Siapa manusia (antropologi) itu?.

Jika dilihat dari kedudukannya, maka filsafat menjadi sumber dan awal atau induk semua ilmu. Berbicara tentang reputasinya yang buruk, filsafat cenederung bersikap apologetik (minta maaf). Kedudukan reputasinya itu seolah-olah menolong dengan spekulatifnya, sehingga diragukan kemampuan berdialaog dengan ilmu kontemporer. Seharusnya kedudukan masa silam dibawa bercengkerama atau berdialog dengan ilmu kontemporer yang semarak dengan ledakan teknologi. Metodologi filsafat yang menekankan sikap kritis dan rasional dikembangkan dalam disiplin ilmu lain.

Dengan demikian, fungsi filsafat tidak hanya menantang bagi mereka yang gemar berpikir spekulatif, melainkan juga membuka mata bahwa tidek semua persoalan harus diselesaikan secara pragmatis. Alhasil, filasfat tidak lagi difitnah dengan ketidakrelevanannya, tetapi masyarakat mampu menatap dan mengangkat filsafat dalam kehidupan sehari-hari.

Filsafat selalu stand by bahkan sering membuka perdebatan. Filsafat tidak pernah puas diri dan tidak pernah membiarkan sesuatu sebagai yang telah selesai. Filsafat selalu kritis terhadap realitas dunia dan terhadap dirinya sendiri. Filsafat mengajak memperluas cakrawala dengan menuntut menyelami segala gejolak misteri. Filsafat secara dialektis mengalir putaran tesis-antitesis-sintesis. Oleh karena itu filsafat tidak pernah berhenti pada uraian pengantar atau aforisme sana-sini, akan tetapi kritis dan argumentatif agar muncul sikap berani berspekulatif. Filsafat tanpa berani berspekulatif , maka peta ilmu pengetahuan akan menjadi abu-abu warnanya.

Sebuah pertanyaan kembali terlontar, "perlukah memiliki banyak filosof? Mengapa?". Sebuah minat pada analisa filsafat semakin besar, terutama dikalangan anak muda. Filsafat mulai mendapat tempat kembali ke dalam masyarakat. Ada sebuah pernyataan di mana telah diketahui di beberapa toko buku dimana didapati banyak buku dengan dipasang label filsafat. Gejala apakah ini? Aneh, tapi ini kenyataaan. Hal ini dikarenakan filsafat memperkuat disiplin ilmu dan mempertajam analisis ilmuwan. Dalam membangun masyarakat rasional perlu dikembangkan rasionalitas instrumental sekaligus pemikiran dan perbuatan yang bernilai kemanusiaan. Nilai tambah ekonomi yang dicapai melalui rasionalitas instrumental harus sekaligus merupakan nilai tambah kultural, alhasil, terwujudnya having sekaligus juga being. Bila tidak, mungkin dapat kita saksikan berbagai kelompok generasi muda yang berani melawan orang tua, berani melawan guru, dan suka mengganggu ketentraman masyarakat.

Dalam kalangan mahasiswa terdapat sebuah kemalangan yang menimpa sebagian besar mahasiswa karena tidak mengenal atau terasing dari wajah ilmu yang sesungguhnya. Mereka tidak memahami cara berpikir dan bekerja secara ilmiah. Mereka menganggap ilmu sebagai satu-satunya kebenaran yang tidak perlu dikritisi dan tidak pernah mampu memecahkan masalah kehidupan. Oleh karena itu, diperlukan mempelajari filsafat untuk memahami cara berpikir ilmiah dan sistematikanya.

Filsafat ilmu cocok bagi pendidikan keilmuan pada semua tingkat pendidikan. Pada tingkatan dasar dilakukan dengan mengintegrasikan metode ilmiah kepada mata pelajaran tertentu. Penyajian filsafat ilmu dapat bertolak dari ilmu sambil merujuk filsafatnya. Adapun filsafat ilmu terapan mengarahkan pandangannnya pada masalah praktis dunia ilmu dan masyarakat ilmiah.

Mengenai ilmu pendidikan telaahnya dilakukan melalui pendekatan filosofis, tetapi seiring dengan penemuan tradisi disiplin ilmu alam ada pula yang menggunakan telaahan tradisi tersebut. Kemudian, para ahli kita juga ikut mengembangkannya. Namun, bagaimana mengembangkannya agar selaras dengan kondisi kita mengingat bahwa filsafat pendidikan nasional suatu negara sangat menentukan kinerja pendidikan pendidikan negara yang bersangkutan. Filosofi pendidikan merupakan pedoman dan arah berpikir dalam mencapai hasil pendidikan yang dicita-citakan. Satu hal, dunia pendidikan kita hanya berisi praktik pendidikan dari berbagai sumber tanpa memperhatikan filsafat pendidikannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun