Mohon tunggu...
Miftakhul Ulum
Miftakhul Ulum Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

mendeskripsikan dunia melalui tulisan. Saya Mahasiswa jurusan Hubungan Internasional, Freelance Photografer, pengurus komunitas teater Tim Ilustrasi. Aku simple, se-simple pekerjaanku

Selanjutnya

Tutup

Catatan

"Cicak Vs Buaya Jilid II", Akankah Menjadi Kisah Trilogi?

8 Agustus 2012   00:13 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:06 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena Komisi Pemberantasan Korupsi dengan POLRI yang sering diibaratkan sebagai pertikaian antara "Cicak vs Buaya" bukanlah fenomena pertama yang terjadi antara kedua belah pihak. Sebelumnya telah terjadi kasus yang serupa dan dikenal masyarakat sebagai pertikaian "Cicak vs Buaya jilid I". Sedangkan, terkaitnya kasus korupsi yang terjadi sekarang ini (Simulator SIM), lagi-lagi KPK dan POLRI menuai perseteruan akan penyidikan kasus korupsi selama proses pengadaan Simulator SIM dan disimbolkan sebagai pertikaian antara "Cicak vs Buaya jilid II".

Pertikaian terjadi ketika pihak Polri ingin terlibat dalam penyedikan kasus korupsi pengadaan Simulator SIM pada Korlantas Polri. Padahal sudah jelas disebutkan dalam Undang-Undang bahwa KPK berwenang penuh dalam penyidikan kasus korupsi dan berwenang mengambil alih penyidikan kasus dari instansi yang sedang menjalankan penyidikan, seperti yang tertulis dalam Undang-Undang No. 30 tahun 2002 pasal 8 ayat 2 yang berbunyi:

"Dalam melaksanakan wewenang, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang juga mengambil alih penyidikan atau penuntutan terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan oleh kepolisian atau kejaksaan."

dan pasal 8 ayat 3 yang berbunyi:

"Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi mengambil alih penyidikan atau penuntutan, kepolisian atau kejaksaan wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja, terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi."

Jika ditelaah dari perundang-undangan tentang Komisi Pemberantasan Korupsi yang tertulis diatas, Polri sudah seharusnya menyerahkan sepenuhnya penyidikan kasus korupsi pengadaan Simulator SIM kepada KPK selaku instansi yang berwenang. Untuk mengatasi perseteruan antara dua belah pihak, bapak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) selaku presiden republik Indonesia sudah sepatutnya mengambil sikap yang tegas. Instruksi Presiden sangat dibutuhkan untuk mengakhiri perseteruan antara KPK dan POLRI mengingat Polri bersikukuh untuk tetap terlibat dalam proses penyidikan kasus korupsi Simulator SIM tersebut. Jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tidak mengambil tindakan yang tegas mengenai masalah ini, sangat ditakutkan masalah seperti ini akan terus berlanjut dan memungkinkan untuk terjadi masalah serupa dalam masalah yang lainnya menyangkut KPK dengan POLRI dan akan menjadi kisahTrilogi antara "Cicak vs Buaya".

Seandainya fenomena seperti itu terjadi, akan dibawa kemanakah nasib negara ini jika penegak hukum dan instansi negara saling berseteru?. Untuk menghindari hal seperti itu terjadi, pemimpin negara sudah seharusnya mengambil tindakan tegas dari sekarang.

-Semoga negara ini tidak bercerai-berai disebabkan oleh pertikaian para penegak hukum, instansi negara dan para petinggi negara-

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun