Mohon tunggu...
Trimanto B. Ngaderi
Trimanto B. Ngaderi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Penulis, Pendamping Sosial Kementerian Sosial RI, Pegiat Urban Farming, Direktur PT LABA Indoagro Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Surat Terbuka untuk Film King Sulaiman "Abad Kejayaan"

3 Januari 2017   09:34 Diperbarui: 3 Januari 2017   09:47 599
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

SURAT TERBUKA UNTUK FILM KING SULAIMAN “ABAD KEJAYAAN”

Oleh: Trimanto B. Ngaderi

Film “Abad Kejayaan” telah diputar di sebuah stasiun televisi swasta di Indonesia beberapa tahun lalu. Film ini ceritanya sangat panjang karena hingga ratusan episode, menceritakan kisah King Sulaiman atau Sultan Sulaiman al Qanuni, Khalifah Turki Utsmani yang terbesar dan terkenal. Saya menonton beberapa episode film ini melalui Youtube belum lama ini. Pada kenyataannya, film ini cukup mengundang kontroversi di kalangan umat Islam di Indonesia. Bahkan, konon di negerinya sendiri, film ini dilarang peredarannya.

Secara umum, saya mengapresiasi film ini. Sebab, lewat film ini, kita sedikit-banyak bisa mengenal sejarah kekhalifahan Turki Utsmani. Terutama bagi mereka belum pernah mengetahui atau membaca sejarahnya, atau memang malas jika harus membaca sejarah. Ketika sebagian orang merasa membaca sejarah amat menjemukan, dengan film ini barangkali bisa menjadi daya tarik tersendiri.

Film ini digarap dengan sangat apik, baik dari sisi konflik, karakterisasi, setting, maupun alurnya. Konflik bertingkat yang begitu rumit dan kompleks akan selalu membuat penasaran penonton. Karakterisasi tokoh-tokohnya cukup kuat dan bisa menyihir penonton untuk memihak kepada tokoh tertentu. Setting kerajaan masa lalu membuat kita serasa hidup di masa silam. Sedangkan alurnya yang sering menegangkan dan sulit ditebak membuat para penonton untuk enggan tertinggal satu episode pun.

Sudah barang tentu, sebuah film tentu tidak akan sama persis dengan sejarah yang ada (bahkan, buku sejarah itu sendiri juga belum tentu sama persis dengan fakta yang sesungguhnya). Beberapa bagian akan berbeda, bahkan dianggap menyimpang. Dan demi menarik pemirsa, tentu film ini sudah direkayasa dan dibumbui sedemikian rupa, biar terkesan dramatis dan mengundang rasa ingin tahu.

Beberapa kritik terhadap film ini, antara lain:

  • Kostum atau Busana
  • Secara umum, orang akan menganggap sebuah kekhalifahan tentu akan menerapkan nilai-nilai Islam secara ketat dan konsisten. Dalam hal ini adalah busana muslimah bagi para pemeran tokoh wanita. Sementara di film, kostum yang dipakai cenderung mirip kerajaan-kerajaan di Eropa pada umumnya. Bahkan, yang membuat kaget umat Islam adalah busana yang memperlihatkan sebagian payudaranya. Walau pada kenyataannya, mungkin saja pada zaman itu sebagian anggota kerajaan memang tidak mengenakan busana muslimah sebagaimana mestinya (menutup aurat). Apalagi, wilayah Turki Utsmani sebagian besar berada di daratan Eropa. Dan bisa jadi para penghuni istana sebagian bukanlah seorang Muslim.

  • Wanita Harem
  • Jumlah wanita di harem cukup banyak, kadang bertambah kadang juga berkurang. Sang sultan bisa memilih salah satu atau beberapa wanita harem yang disukainya. Wanita yang terpilih tersebut akan sering dipanggil masuk ke kamar pribadi sultan dan diminta melayaninya. Biasanya wanita harem kesayangan sultan akan ditempatkan di kamar khusus. Pertanyaannya adalah apakah para wanita harem yang dipanggil ke kamar sultan itu dinikahi secara resmi (ijab-qabul) atau tidak, di dalam film ini tidak ada penjelasan.

  • Akhlak Penghuni Istana
  • Dalam film ini cukup banyak sekali konflik dan intrik yang terjadi di dalam keluarga kerajaan. Demi ambisi dan kepentingan politik, seseorang tak segan-segan untuk menganiaya, meracun, atau membunuh keluarga, saudara, atau kerabat dekat. Segala cara dilakukan untuk menyingkirkan orang lain atau lawan politiknya. Sepertinya mereka tak lagi memiliki akhlak yang baik sebagaimana yang diajarkan Islam.

  • Dakwah Islam nyaris tidak ada
  • Cerita film ini lebih fokus kepada permasalahan politik. Sisi-sisi dakwah Islam nyaris tak tersentuh. Bagaimana perkembangan pendidikan, aktivitas masjid, penyebaran Islam ke benua Eropa, kondisi non-Muslim di wilayah kekaisaran, tradisi lokal yang bernafaskan Islam dan lain-lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun