LGBT DARI DIMENSI SOSIAL
Persoalan LGBT telah begitu banyak dibahas di berbagai media massa, forum diskusi, seminar, dan lain-lain. kebanyakan mereka melihat LGBT dari kacamata hukum (fiqih), psikologi, HAM, dan seterusnya.
Dari segi hukum agama (Islam, Kristen, maupun Yahudi) sudah sangat jelas bahwa perilaku dan tindakan LGBT adalah perbuatan dosa, dan sebagai acuannya adalah kisah kaum Sodom dan Gomorrah dari Nabi Luth. Dari sudut pandang psikologi dikategorikan sebagai bentuk penyimpangan perilaku. Sedangkan dari kacamata HAM, diskriminasi terhadap kaum LGBT dianggap pelanggaran hak asasi manusia.
Di sini saya ingin mencoba melihat LGBT dari sudut pandang yang berbeda, yaitu dimensi sosial. Walau secara sosial pun, LGBT tetap dianggap sebuah deviasi sosial karena bertentangan dengan pranata sosial yang berlaku di masyarakat yaitu lembaga perkawinan.
Kalau dari segi hukum, orang tidak akan pernah bertanya atau menanyakan mengapa mereka menjadi gay – mengapa mereka menjadi lesbian dan seterusnya. Latar belakang sosial apa yang melatarbelakangi seseorang bisa menjadi LGBT.
Seseorang menjadi LGBT tentu ada faktor atau kondisi sosial yang melatarbelakanginya. Jenis hubungan, pola interaksi, komunikasi, lingkungan sosial, tata nilai dan norma adalah beberapa hal yang tidak bisa diabaikan. Berikut beberapa di antaranya:
1.     Disharmonisasi interaksi anak-ayah
Ayah yang terlalu keras/otoriter bisa membuat seorang anak mengalami kegagalan dalam proses identifikasi peran dan kepribadian. Sehingga ia menjadi lebih banyak cenderung kepada ibunya. Anak mengalami tekanan, kegersangan, dan keterasingan dari sosok ayah yang melindungi, menjadi panutan, dan pemberi kasih-sayang. Jika dewasa kelak, ia akan mencari sosok lelaki pengganti ayah. Dan ketika sudah menemukannya, bisa jadi hubungan yang terbina hingga hubungan intim seperti layaknya kekasih atau suami-istri.
2.      Anak lelaki di tengah-tengah saudara perempuan
Hal ini terjadi jika ada seorang anak lelaki yang semua saudara kandungnya perempuan. Dari pola hubungan, komunikasi, atau kebiasaan sehari-hari, sedikit-banyak ia akan terpengaruh  oleh sikap, perilaku, kebiasaan yang keperempuan-perempuanan. Sehingga kelak dewasa, bisa saja ia disukai lelaki atau menyukai lelaki.
3.     Kedekatan paman dan keponakan