Mohon tunggu...
Trimanto B. Ngaderi
Trimanto B. Ngaderi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Penulis, Pendamping Sosial Kementerian Sosial RI, Pegiat Urban Farming, Direktur PT LABA Indoagro Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Hukum Musik (Dangdut)

15 Agustus 2014   16:06 Diperbarui: 18 Juni 2015   03:29 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

HUKUM MUSIK (DANGDUT)
Berbicara perihal hukum musik (dangdut), sepertinya tidak tepat jika saya menguraikan dalil-dalil dari kitab suci di sini. Masih ada perbedaan pendapat dari para ulama mengenai hal ini. Ada yang tidak membolehkan sama sekali; ada yang membolehkan musik tertentu (seperti musik yang bernafaskan Islam: qasidah, nasyid, rebana, dan semacamnya) sementara melarang yang lain; serta ada yang membolehkan musik apapun jenisnya-bahkan mereka ikut bermain musik.

Terlepas dari itu semua, jika kita melihat musik dari perspektif yang lebih luas bahwa musik jenis apapun merupakan buah kreativitas manusia, yang berasal dari perpaduan antara cipta, karsa, dan rasa; yang kemudian diekspresikan dalam bentuk alat musik, lagu/suara, dan gerakan.

Manusia diberi akal budi untuk mengubah suatu benda menjadi suatu alat musik yang bisa menghasilkan bunyi tertentu. Kemampuan bahasa dan suara untuk menciptakan syair atau lagu tertentu. Lalu anugerah berupa anggota tubuh untuk melakukan gerakan-gerakan tertentu yang sesuai dengan irama dan nada.

Berbicara soal musik, apapun jenisnya (termasuk di dalamnya musik dangdut) tiada ada bedanya. Baik musik yang bernafaskan agama, musik tradisional, musik klasik, maupun yang modern sekalipun pada hakikatnya adalah sebuah ekspresi budaya. Dengan demikian, kita tak boleh menghakimi musik berdasarkan jenisnya atau berdasarkan pemiliknya.

Musik lebih dihukumi karena “nilai” yang terkandung di dalamnya. Ada yang melarang musik dangdut bukan karena itu musik dangdut, tapi nilai-nilai yang terjadi saat acara berlangsung yang bertentangan dengan norma agama. Seperti: memakai pakaian mini dan atau ketat, goyangan yang mengundang nafsu, syair-syair yang membangkitkan birahi, pemborosan pada saweran, dll. Termasuk efek negatif yang ditimbulkan, seperti perkelahian, ajang judi, pergaulan bebas, mabuk, dll.

Sekiranya pentas dangdut dengan pakaian yang sopan, syairnya lebih kepada keindahan (atau dalam bentuk pantun seperti lagu Melayu), goyangan yang wajar, dan menekan seminimal mungkin efek negatif yang mungkin timbul; saya pikir berdangdut boleh-boleh saja, sebagaimana bermusik jenis lainnya.

Manusia dianugerahi oleh Tuhan berupa akal budi untuk mencipta sesuatu (termasuk mencipta alat musik), dibekali hati dan jiwa untuk mengekspresikan perasaan dan gagasannya lewat bait-bait lagu, dan dibekali indera untuk menunjukkan keindahan sekaligus menikmatinya.

Maka, kalau ada yang melarang musik (dangdut) ya janganlah, lihat dulu konteksnya. Kalau ia bertentangan dengan norma agama dan norma sosial, aku setuju untuk memperbaikinya bukan melarangnya.

Sebab, sepertinya, setiap musik mempunyai hak yang sama untuk tumbuh dan berkembang.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun