Oleh: Trimanto B. Ngaderi*)
Menjadi pendamping PKH adalah sebuat anugerah, berkat, dan rizki yang sangat patut disyukuri dan diterima dengan penuh keikhlasan dan kebahagiaan. Apa sebab gerangan? Kita akan mendapat berbagai manfaat, kelebihan, dan keutamaan; yang (mungkin) jarang bisa kita temukan jika kita bekerja di tempat lain atau bekerja dengan fungsi dan peran yang berbeda.
Setidaknya ada tujuh keutamaan, berikut di antaranya:
- Kesempatan luas untuk terus belajar
- Dalam bekerja, yang kita hadapi bukanlah benda, alat, mesin, hewan, tumbuhan, atau objek kerja lainnya. Tapi yang kita hadapi adalah MANUSIA, di mana setiap manusia itu unik dan dinamis. Masing-masing mereka memiliki latar belakang yang berbeda (asal-usul, pendidikan, pekerjaan, adat-istiadat, bahasa, agama, dll), cara berpikir yang berbeda, pemahaman yang berbeda, dan cara memandang dunia yang berbeda pula.
- Tidak mudah untuk menghadapi orang-orang. Tidak gampang untuk berkutat dengan dinamika manusia. Mereka adalah objek yang hidup, memiliki pikiran, perasaan, dan harapan. Kemajemukan dan perbedaan kepentingan tak jarang menimbulkan permasalahan dan konflik.
- Inilah kesempatan emas bagi kita untuk belajar mengenal mereka, memahami mereka, dan menjadi bagian dari mereka. Bagaimana kita bisa berinteraksi dengan mereka, berkomunikasi dengan mereka, serta hidup membaur baik secara pribadi maupun secara profesional (terkait hubungan pekerjaan).
- Mendapatkan tambahan ilmu multidisipliner
- Dalam menjalankan tugas kerja dan melakukan pembinaan terhadap peserta PKH, tidaklah cukup hanya mengandalkan ilmu yang kita miliki saja, bidang ilmu yang kita tekuni saat kuliah saja, atau satu keterampilan yang kita kuasai saja. Menghadapi manusia, terlebih mereka adalah kaum fakir-miskin dan termarjinalkan, membutuhkan penggabungan berbagai disiplin ilmu, yang diterapkan secara komprehensif dan sinergis.
- Kita butuh ilmu komunikasi untuk melakukan kontak dan menjalin relasi dengan mereka. Kita membutuhkan ilmu sosiologi untuk mempelajari masyarakat dan segala perubahannya. Untuk membantu permasalahan peserta PKH kita perlu ilmu psikologi. Untuk membangun hubungan baik dengan aparatur pemerintah dan pihak terkait dibutuhkan ilmu manajemen/kehumasan. Juga ketika hendak menghibur mereka dan memberi harapan masa depan, dibutuhkan ilmu agama. Sedang untuk mendidik masyarakat diperlukan ilmu kependidikan dan pengajaran. Dan seterusnya.
- Memperoleh rizki yang melimpah
- Sebagaimana kita ketahui, rizki tidak harus selalu berbentuk materi (uang, harta benda), tapi bisa juga berbentuk immateri. Bertambahnya kenalan, saudara, ilmu, pengalaman, adalah rizki. Kita diberi masalah juga rizki. Kita bisa berbuat lebih kepada peserta PKH juga merupakan rizki. Kita mendapat penghormatan, penghargaan, dan kepatuhan dari mereka juga rizki yang mesti kita syukuri. Rizki immateri ini lebih menentramkan dan bersifat abadi.
- Melatih kejujuran dan integritas
- Bekerja di bidang pemerintahan dan sangat erat kaitannya dengan uang (bantuan), memberikan potensi dan peluang besar kepada kita untuk berbuat curang atau korupsi. Jika sudah ada kaitannya dengan uang, para setan dan iblis bekerja lebih giat dan bersemangat untuk menggoda manusia agar mau berbuat ketidakjujuran.
- Banyak sekali celah dan pintu yang bisa digunakan untuk berbuat curang dan korup, baik secara nyata maupun tersembunyi, baik secara vulgar maupun halus. Karena didorong oleh nafsu untuk memiliki uang yang “lebih”, bisa jadi seorang pendamping meminta upeti kepada peserta PKH barang 50 atau 100 ribu tiap pencairan, atau berbagai cara lainnya yang tak perlu disebutkan di ini.
- Memang tidak mudah untuk menjadi pendamping yang jujur dan berintegritas, apalagi godaan ada di depan mata dan begitu menggiurkan, ditambah lagi budaya di negara kita yang didominasi oleh mental korup dan culas. Hanya orang-orang yang mendapat petunjuk Tuhan-lah yang bisa menahan diri. Hanya orang-orang yang mendapat bimbingan dari malaikat-lah yang akan terselamatkan.
- Mendapat gaji ke-13
- Banyak dari kita yang mengharap gaji ke-13 (berarti nama bulannya apa ya, setelah Desember), tapi sebenarnya kita sudah sering mendapatkannya. Mungkin saja ketika kita mengisi PK, kita pulang diberi bungkusan atau sekantong berisi snack, makanan, atau bahan mentah. Atau saat berkunjung ke rumah, kita diberi oleh-oleh sekedarnya atau sebagian hasil panen. Atau pula kita diundang ketika peserta PKH punya hajatan tertentu. Dan masih banyak lagi.
- Sebenarnya, kita merasa tidak enak untuk menerima pemberian itu atau takut membebani mereka. Akan tetapi, di balik itu semua, bisa jadi Allah-lah yang menggerakkan hati mereka untuk melakukan pemberian itu. Atau lebih tinggi lagi, mungkin saja perbuatan itu didorong oleh kecintaan mereka terhadap kita.
- Bagaimana pun juga, hal itu tetap patut kita syukuri. Sebab hubungan yang baik dan jalinan silaturrahmi yang erat akan melahirkan berbagai kecintaan dan keindahan yang pengejawantahannya bisa berbacam-macam: ucapan terima kasih, senyuman yang tulus, raut muka yang berseri-seri, penghargaan, penghormatan, juga dalam bentuk pemberian.
- Allah adalah tujuan hidupnya
- Kenapa orang mudah kecewa, sakit hati, sedih, atau malah mudah putus asa? Mengapa orang menjadi malas bekerja, tidak bersemangat, tidak bertanggung jawab, atau sering lalai? Mengapa pula orang rela berbuat curang, memanipulasi atau korup?
- Jawabannya adalah karena pekerjaannya atau hidupnya bukan untuk Tuhan. Karena ia belum memahami benar untuk apa hidup ini, apa tujuan hidup ini, dan ke mana setelah hidup nanti. Kita hidup belum tahu arah yang pasti, kita asal maju dan jalan. Sementara di perjalanan yang panjang nan melelahkan itu, banyak sekali tikungan atau perempatan yang memungkinkan kita untuk berbelok atau melenceng, sehingga kita tidak akan pernah sampai pada tujuan hakiki.
- Kita bekerja masih sekedar menjalankan tugas. Kita bekerja masih sebatas yang penting selesai. Bahkan kita cenderung bekerja apa adanya, asal-asalan, tanpa kualitas apalagi profesional. Kita belum menganggap bahwa bekerja adalah pengabdian, bekerja adalah ibadah, dan lebih dalam lagi bekerja adalah sebuah panggilan jiwa.
- Sebagai jalan dalam “mencari” Tuhan
- Pergaulan kita dengan orang-orang fakir-miskin, kaum mustadh’afin, masyarakat marjinal akan membuat hati kita tersentuh, peka, dan responsif. Hal tersebut membuat kita bisa merasakan apa yang sedang mereka rasakan, yang kita tunjukkan lewat sikap simpati dan empati. Lebih jauh lagi, spirit keimanan kita akan mendorong hati kita untuk memiliki sifat perhatian, pengertian, belas-kasih, dan ketulusan.
- Tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah terbentang luas di semesta raya ini. Salah satu di antaranya terdapat pada fakir-miskin dan kaum dhua’fa. Sekiranya kita mampu merenungi dan menangkap pertanda itu, kita sudah berhasil “menemukan” Tuhan di sana.
- Dan ketika kita sudah menyadari dengan penuh keyakinan akan keadilan, keseimbangan, dan kesempurnaan dalam penciptaan manusia dengan segala bentuk dan problematikanya, maka ketika itulah kita telah mengenal Tuhan secara lebih dekat.
Akhir kata, jangan pernah menyesal karena telah menjadi pendamping PKH. Ini bukanlah sebuah kebetulan, tapi telah menjadi skenario Tuhan (tertulis di dalam Lauhul Mahfudz) bahwa kita ditakdirkan untuk menjadi “perpanjangan tangan” Tuhan untuk membantu sesama manusia dan menyelamatkan manusia menuju jalanNya.
*) Pendamping PKH Kec. Simo, Boyolali
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H