Mengenal Gaya Hidup Minimalis
Saya mulai mengenal gaya hidup minimalis baru sekitar seminggu yang lalu, saat saya membeli dua buku. Pertama berjudul "Bahagia Maksimal dengan Hidup Minimal" karya Muhajjah Saratini dan, kedua berjudul "Simple Life" karya Asti Musman. Isi dari kedua buku tersebut memberi kesadaran baru bagi hidup saya dan mengubah cara pandang saya terhadap benda atau barang.
Secara sederhana, gaya hidup minimalis adalah menjalani hidup dengan barang-barang yang benar-benar dibutuhkan. Disebut minimalis karena gaya hidup ini berorientasi kepada kepemilikan barang seminimal mungkin.Â
Tujuannya adalah agar barang-barang yang tidak benar-benar dibutuhkan, tidak membebani, mengganggu, atau menyulitkan kehidupan kita. Lebih jauh lagi, jangan sampai merusak kebahagiaan.
Pada kenyataannya, di era industrialisasi dan digitalisasi sekarang ini, manusia memiliki kecenderungan menumpuk dan menimbun barang, alias gaya hidup konsumtif. Mereka terus-menerus membeli barang yang sebenarnya tidak mereka butuhkan, hanya yang mereka inginkan.Â
Hal ini didukung pula oleh kemudahan mendapatkan barang-barang di manapun dan kapanpun, apalagi sekarang bisa membeli barang secara online.Â
Ditambah pula, banyak toko yang menawarkan promo, diskon, cashback, buy 1 get 1, dan semacamnya sehingga merangsang orang untuk membeli, walau barang itu tidak mereka butuhkan, bahkan tidak berguna.
Sifat alami manusia adalah selalu merasa tidak puas. Sebanyak apapun barang yang dibeli, semahal apapun barang yang dibeli; kesenangan dan kepuasan hanya berlangsung sesaat. Kebosanan segera datang menghampiri, yang membuat seseorang untuk membeli lagi. Selanjutnya membeli yang lain lagi. Pada akhirnya, barang menjadi menumpuk, bahkan mubadzir.
Menumpuk barang yang tidak dibutuhkan sangat merepotkan kita. Butuh waktu untuk memilih dan membeli barang, membersihkan dan merapikan, perawatan. Barang yang banyak juga memenuhi ruangan, mengganggu ruang gerak, dan menyulitkan ketika kita mencari suatu barang. Risiko lain seperti lembab, kotor, dihuni hewan-hewan tertentu, kurangnya ventilasi udara, dll.
Sudah saatnya kita mulai memilih dan memilah barang. Mana yang harus dirapikan, mana yang harus dibuang, dan mana yang perlu diberikan kepada orang lain yang benar-benar membutuhkan.Â
Kita harus bisa "MELEPASKAN" barang-barang. Melepaskan di sini tidak hanya berarti secara lahiriyah, tapi juga secara batiniah. Kita harus bisa membebaskan hati dan pikiran kita dari berikatan dengan barang.Â