Mohon tunggu...
Trimanto B. Ngaderi
Trimanto B. Ngaderi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Penulis, Pendamping Sosial Kementerian Sosial RI, Pegiat Urban Farming, Direktur PT LABA Indoagro Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mana yang Penting, Bertanya atau Mempertanyakan?

4 Mei 2018   07:52 Diperbarui: 4 Mei 2018   08:38 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malu bertanya sesat di jalan; sebuah pepatah lama yang sudah lazim kita dengar. Memang sudah selayaknya orang yang belum tahu untuk bertanya. Orang yang belum paham untuk bertanya. Kebiasaan bertanya didasari oleh rasa ingin tahu. Bertanya menjadi kendaraan atas rasa keingintahuan kita.

Bertanya tidak saja dilakukan saat kita dalam keadaan sangat terpaksa. Misalnya, saat tidak menemukan alamat yang kita cari, atau saat kita benar-benar telah salah jalan. Tapi bertanya seyogyanya menjadi sebuah kebiasaan (budaya), terutama bagi para pelajar dan mahasiswa, atau saat sedang berada di majelis-majelis ilmu atau forum-forum tertentu, seperti seminar, lokakarya, workshop, pelatihan, bedah buku dan lain-lain.  

Rendahnya Budaya Bertanya

Pada kenyataannya, budaya bertanya terutama di kalangan pelajar dan mahasiswa masih sangat rendah. Saat guru selesai menyampaikan materi dan ada sesi tanya-jawab, kebanyakan murid masih enggan untuk bertanya. Ada yang tampak mengangguk-angguk pertanda paham, padahal sebenarnya belum. Ada yang pura-pura sibuk membuat ringkasan. Ada yang mengobrol dengan teman sebangku. Ada lagi yang malah cuek dan berharap pelajaran segera berakhir.

Tak jauh berbeda yang terjadi di kelas-kelas perkuliahan. Ketika sang dosen memberi kesempatan untuk bertanya, para mahasiswa pun masih tampak enggan. Ada yang beberapa kali melihat jam tangan. Ada yang pura-pura membuka layar handphone. Ada pula yang malah tampak bersemangat karena sesi kuliah akan usai.

Hal di atas membuktikan bahwa budaya bertanya di kalangan pelajar kita masih sangat rendah. Rasa ingin tahu belum tumbuh. Minat untuk mengetahui lebih dalam mata pelajaran atau materi kuliah belum muncul. Ditambah keyakinan bahwa penjelasan dari guru atau dosen dianggap cukup jelas dan sudah masuk di memori.

Sekedar bertanya saja masih susah, apalagi hal-hal yang bisa memancing diskusi atau obrolan yang lebih intens dan mendalam. Sebab, pertanyaan atau ungkapan yang bisa memancing diskusi akan semakin memperkaya wawasan dan memungkinkan terjadinya take and give. Rasa ingin tahu dan gairah menuntut ilmu akan semakin meningkat, selain menjadikan suasana belajar semakin bersemangat dan menyenangkan.

Budaya "Mempertanyakan"

Bertanya biasanya menjadi kendaraan atas rasa keingintahuan kita. Namun, kita sering menemukan fenomena yang memprihatinkan dari sebagian pelajar atau masyarakat kita yang merasa cerdas dan kritis setelah mempertanyakan sesuatu.

Ada perbedaan yang mendasar antara "bertanya" dan "mempertanyakan". Yang pertama terkait dengan keseriusan kita untuk mengetahui sesuatu secara lebih jelas dan mendalam. Sedangkan sikap mempertanyakan biasanya didorong oleh motif untuk menolak kebenaran, keengganan untuk beramal, dan kesombongan yang dipelihara. Bertanya dapat merangsang seseorang untuk berpikir cerdas, sistematis, logis, tajam, metodologis dan komprehensif. Sementara itu, mempertanyakan hanya akan menimbulkan pertentangan, perdebatan, berpikir sempit, tidak terbuka, cepat berpuas diri, bahkan pengingkaran.

Salah satu contoh sikap bertanya adalah kisah Nabi Ibrahim as ketika beliau bertanya tentang keberadaan alam semesta. Beliau membangun pertanyaan yang cerdas dan menguatkan jiwa. Jika kita perhatikan dengan baik, maka cara berpikir beliau memiliki beberapa ciri. Pertama, memerhatikan keabsahan argumentasi. Kedua, menggunakan metodologi yang benar. Dan ketiga, dilandasi oleh motif untuk mencari kebenaran [QS Al An'am: 78-80] (Dwi Budiyanto; 2009: 215) .

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun