Hal ini bisa terjadi dalam kasus misalnya si anak yatim/piatu sehingga diasuh oleh pamannya; atau si paman yang telah lama ditinggal mati istrinya. Interaksi yang intens bisa menimbulkan hubungan yang khusus.
4. Kebiasaan di pondok pesantren/boarding school
Di pesantren tak jarang terjadi juga hubungan sejenis. Ini dikarenakan pemisahan ruang yang tegas antara lelaki dan perempuan, juga minimnya peluang untuk bertemu atau berkomunikasi dengan beda jenis kelamin. Kisah ini bisa dibaca di buku “Surban yang Terluka” (bisa disearch di google). Tapi hubungan ini biasanya bersifat temporer, karena ketika mereka lulus pesantren mereka menikah dan menjalani kehidupan normal.
5. Lingkungan sosial tertentu yang tidak ada perempuan
Misalnya saja di penjara, camp pengungsi, areal tambang, asrama tentara dll. Kondisi lingkungan sosial seperti ini juga bisa memicu hubungan seks sejenis.
6. Lingkungan pergaulan
Dalam lingkungan sosial tertentu, banyak terdapat kaum LGBT di sana. Nah, jika kita sering bergaul dengan mereka, terbiasa menjalin kedekatan dengan mereka; tidak menutup kemungkinan kita akan tertular oleh perilaku dan kebiasaan mereka.
7. Tren atau gaya hidup baru
Arus globalisasi dan perubahan sosial yang kian tak terbendung, pelan tapi pasti kian merubah cara berpikir, cara bersikap, cara menilai, bergesernya nilai, termasuk pula perubahan gaya hidup. Di beberapa tempat di belahan dunia, LGBT ada yang telah menjadi gaya hidup. Termasuk ada lelaki normal (gigolo) yang menjual diri baik untuk perempuan maupun lelaki.
Menyikapi fenomena LGBT tidak hanya sekedar memvonis, menghukumi, mencerca, mengutuk dan seterusnya, tapi kita juga perlu tahu segala hal yang melatarbelakanginya dan penyebab mereka menjadi seperti itu (Why?).
Bagaimana pun, mereka tetap makhluk ciptaan Tuhan yang meski tetap kita manusiakan. Secara umum, sekiranya mereka diminta memilih, saya kira mereka akan lebih memilih menjadi manusia normal.