Mohon tunggu...
syafrudin prakoda
syafrudin prakoda Mohon Tunggu... Tentara - Masih banyak belajar

Selalu berusaha untuk bisa menulis.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Catatan Kecil Dari Lebanon-15: Sulitnya Mengambil Gambar

2 Maret 2013   17:16 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:26 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di daerah penugasan Lebanon, pengambilan gambar yang diabadikan dalam bentuk foto maupun video adalah sesuatu yang sangat sulit dilakukan. Kita tidak bisa sembarangan untuk mengambil foto seperti di Indonesia, jepret sana jepret sini maupun rekam sana rekam sini untuk sesuatu hal yang menurut kita patut dan layak didokumentasikan. Di Lebanon, sebagian besar warga sangat “alergi” dengan apa yang namanya foto/ video. Apalagi bila yang melakukan adalah prajurit Unifil, mereka dengan seenaknya akan merebut kameranya dan bahkan “mengamankan” si pelaku untuk “diinterogasi”.

Kejadian terakhir yang kami rekam dari kasus “alerginya” warga Lebanon terhadap mereka yang mengambil gambar dengan kamera foto dan video adalah peristiwa yang terjadi di Aita Al-Shaab, sebuah desa kecil di perbatasan Israel-Lebanon pada 6 Januari 2013 lalu. Insiden berawal ketika dua mobil Pasukan penjaga perdamaian UNIFIL yang di dalamnya ikut pula empat wartawan Italia bepergian ke desa kecil tersebut. Di tempat ini, mereka mengabadikan beberapa moment yang mereka anggap penting. Saat itulah kedua mobil UNIFIL ini dihentikan dan diblokir oleh sekelompok warga sipil.Para warga ini kemudian mengambil dan merampas sejumlah barang dan peralatan milik pasukan penjaga perdamaian Unifil dan juga perlengkapan wartawan. Mereka akhirnya tertahan sebentar sebelum akhirnya dibebaskan dengan bantuan tentara Lebanon yang dikenal dengan LAF (Lebanese Armed Force). Kejadian ini merupakan untuk kelima kalinya sejak September tahun lalu dan untuk kali keempat belas dalam kurun waktu satu tahun. UNIFIL secara serius prihatin dengan kejadian ini yang menurutnya bisa menghambat kebebasan pergerakan UNIFILdalam melaksanakan tugasnya sesuai resolusi Dewan Keamanan PBB nomor 1701. (Catatan : pada pertengahan Februari 2013 lalu, kami mendampingi tim Italia melakukan kunjungan ke sekolah Negeri di lokasi yang sama yakni Aita Al-Shaab, tetapi tidak ada gangguan, bahkan kami diberi kebebasan untuk mengambil gambar)

Kasus serupa pernah pula dialami tentara Indonesia, ketika beberapa waktu lalu, sebuah patroli dari Batalyon Indonesia (Indobatt) dihentikan warga karena sambil patroli mereka mengabadikan beberapa gambar penting di sepanjang rute patroli. Saat itu warga juga menghentikan patroli dan meminta kameranya. Meski beberapa hari setelahnya, kamera tersebut dikembalikan dalam keadaan utuh (terkecuali memory cardnya yang kosong), namun ini pun sudah mencerminkan betapa alerginya warga terhadap “jepretan kamera” terutama yang dilakukan oleh orang asing, meski itu dari tentara Unifil.

Mendapatkan gambaran peristiwa dan kejadian “perampasan kamera” serta ditambah pula dengan himbauan dan perintah untuk tidak sembarangan mengambil gambar baik itu foto maupun video maka kami pun tidak bisa berbuat banyak dalam melaksanakan aktifitas sehari-hari terutama saat engagement ke sekolah atau assessment ke tokoh masyarakat. Apabila kami dibekali kamera video dan foto maka peralatan ini akan disimpan dan tidak bisa dimanfaatkan selama perjalanan. Setelah tiba di lokasi pun, kami harus berkoordinasi dengan pihak yang bersangkutan. Misalkan bila berkunjung ke sekolah-sekolah maka kami harus meminta ijin dulu kepada sang Kepala Sekolah. Demikian pula bila berkunjung ke tokoh masyarakat/ pejabat pemerintah (Mayor/ Muhtar), kita pun terlebih dahulu harus ijin untuk mendokumentasikan kegiatan. Bila ada kata-kata’ “ No photo … no camera!” maka peralatan pun tidak mungkin dikeluarkan.

“Ketakutan “ warga terhadap orang asing yang mengambil gambar dirinya termasuk tempat tinggalnya menurut beberapa sumber karena situasi dan kondisi konflik di Lebanon yang tiada berakhir, sehingga siapa pun lebih memilih untuk tidak dipublikasikan maupun diabadikan dengan peralatan digital yang disebut kamera foto dan video tersebut. Enam Language Assistant (LA) kami yang asli Lebanon pun terkadang kurang begitu suka diambil gambarnya, dengan beberapa alas an di antaranya karena factor keamanan dan faktor lainnya yang tidak bisa disebutkan.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun