Pendidikan di Indonesia memasuki masa kritis. Kasus Nyontek Massal yang terjadi di Surabaya dan Jakarta merupakan sebuah pertanda bahwa pendidikan di Indonesia. Padahal, konsep pendidikan sudah susah payah dirancang dengan sedemikian rupa untuk menaikan taraf "kepandaian" anak-anak seluruh Indonesia. Namun, bukanlah kepandaian dalam ilmu yang terjadi malah "kepandaian" berlaku curang yang berkembang.
Jika sikap curang terus berkembang, maka tidak dapat dihindari lagi sebuah kenyataan bahwa Indonesia akan terus terbuai dalam keterpurukan. Meskipun, menyontek ialah hal wajar dalam tumbuh berkembang anak-anak, menjadi wacana pembeda baik dan buruk, dan menjadi kenangan ketika sudah dewasa nanti. Akan tetapi, perilaku menyontek itu bukanlah sikap yang harus diajarkan kepada anak-anak.
Untuk menyaring perilaku tersebut pada anak-anak merupakan tugas utama dari orang tua dan guru. Orang tua harus mampu mengajarkan nilai-nilai etika dan moril pada si anak, sehingga anak mempunyai dasar etika dan moril yang baik. Selain itu, orang tua harus membantu anaknya untuk menyaring, bukan membelenggu, pelajaran-pelajaran yang didapatkan dari pergaulan sehari-harinya.
Lalu, tugas guru merupakan tugas yang tidak kalah penting. Tugasnya ialah untuk memberikan ilmu pengetahuan dan menuntun si anak untuk selalu berkreasi. Membantu dan mendukung anak-anak untuk mengeksplorasi bakatnya. Namun, seorang guru tidak boleh menganjurkan anak-anak untuk melakukan hal tercela, seperti menyontek. Seorang guru harus mampu membantu anak-anak didikannya untuk percaya diri dengan dirinya dan solidaritas positif.
Peran orang tua dan guru dalam tumbuh kembangnya anak sangat penting. Anak-anak akan belajar segala sesuatu dengan menyontoh perilaku orang tua di rumah dan guru di sekolahnya. Orang tua dan guru juga harus bahu-membahu dalam menuntun tumbuh berkembang anak-anak dalam dunia pendidikan. Termasuk membekali mental si anak saat menghadapi berbagai macam ujian di bidang pendidikan, Ujian Nasional (UN) ataupun ulangan harian.
Konsep Pendidikan Ideal
Konsep pendidikan di Indonesia memang selalu diperbaharui tiap tahunnya. Pemerintah selalu mencoba bereksperimen dan mencari konsep pendidikan yang ideal untuk para penerus bangsa. Namun, eksperimen yang selalu berkaca pada data dan bukan pada fakta sebenarnya di lapangan hendaklah bukan konsep yang ideal.
Keidealan konsep pendidikan di Indonesia seharusnya berkaca pada fakta lapangan. Maksudnya, banyak dari data yang dimiliki oleh pemerintah tidak sepenuhnya benar. Ada hal-hal sepele yang membuat pelaksanaan konsep pendidikan menjadi tidak tepat sasaran. Malahan, membuat banyak celah potensi-potensi untuk kasus Nyontek Massal untuk terulang.
Disadari atau tidak, konsep kelulusan melalui UN sudah tidak sesuai. Seharusnya, konsep kelulusan siswa dalam sebuah instansi pendidikan harus melalui uji individual. Maksudnya, tiap siswa akan tetap menjalani ujian tergantung dengan ilmu yang merupakan potensinya. Ujiannya melalui rangkaian pembuatan karya ilmiah, dan tidak terpaut hanya pada tiga atau lima mata pelajaran saja. Sehingga, para peserta didik tidak akan merasa tertekan dengan ilmu yang sedang dipelajarinya, dan cenderung menyenangi dengan tulus.
Selain dari konsep ujian penentuan kelulusan, hendaknya siswa juga sudah dibebaskan untuk memilih di bidang yang disenanginya dan didampingi oleh mata pelajaran lainnya yang mendukung bidang tersebut. Dengan konsep seperti itu mungkin akan menghindari perilaku menyontek secara massal. Lalu, dengan pola pendidikan seperti itu, maka akan menstimulasi siswa untuk berkembang sesuai dengan kegemarannya dan terlatih untuk menjadi seorang inovator, bukan hanya seorang pengikut atau follower.
Menjadi inovatorlah seharusnya penerus bangsa diarahkan. Untuk memajukan bangsa ini dan membersihkan negara dari tindak kriminal, seperti korupsi dan terorisme. Oleh karena itu, perlu kerja sama antara orang tua, guru, dan pemerintah untuk menyetak inovator-inovator penerus bangsa.