Mohon tunggu...
Muhammad Khairil
Muhammad Khairil Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis | Alumni Sastra Jawa UI

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Renungan Tentang Mentalitas Bangsa

18 Maret 2013   14:11 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:33 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Bila melihat pemberitaan di televisi mengenai politik dan peristiwa-peristiwa yang berada di sekitarnya membuat saya sedikit jenuh. Pasalnya, ada saja kelakuan-kelakuan, baik dari mereka yang merasa wakil rakyat ataupun mereka yang merasa bergerak "atas nama rakyat", yang sedikit banyak tidak menggunakan akal dan perspektif objektifitas. Ambil contoh saja, gerakan aksi yang dilakukan di makasar oleh sekelompok mahasiswa, yang menyatakan bahwa pemerintahan SBY-Boediono gagal karena banyaknya kasus-kasus koruspi yang belum terperkarakan dengan tuntas. Lalu, muncul gerakan-gerakan yang entah darimana mengatasnamakan rakyat dan menyatakan dengan bukti kegagalan atau kesalahan pemerintah bahwa pemerintahan SBY-Boediono gagal. Pertanyaan yang ada dalam benak saya, apakah oknum-oknum tersebut paham betul masalah yang dihadapi bangsa ini? Apakah masalah utama bangsa ini hanya sekitar korupsi saja? Apakah moral bangsa ini yang semakin merosot tidak pernah disorot? Dan, dengan segala rasa hormat, apakah oknum-oknum tersebut memahami bahwa bangsa ini sudah dicuci-otaknya oleh kebudayaan-kebudayaan asing?

Perlulah sejenak direnungkan, bahwa pemerintahan SBY-Boediono tidak melulu menyetak kegagalan. Saya mengatakan ini bukan berarti saya adalah orang yang pro pemerintah. Hanya saja, saya jenuh dengan oknum-oknum sok heroik yang mengatasnamakan rakyat Indonesia. Saya sebagai salah satu unsur rakyat Indonesia tidak pernah merasa terwakili oleh segelintir oknum-oknum tersebut. Harus diakui bahwa masa pemerintahan SBY bukanlah pemerintahan yang buruk. Ada banyak pencapaian yang telah tercapai. Salah satunya ialah mulai berperannya keberadaan Indonesia di mata dunia, baik secara politik maupun ekonomi. Meskipun demikian, harus juga diakui, keberhasilan pemerintah juga tidak lepas dari peran serta masyarakat Indonesia yang menudukung kinerja pemerintah.

Penyebab utama bangsa Indonesia belum bisa keluar secara menyeluruh dari krisis yang ada bukan salah pemerintah semata. Bila mau merenung, lupakan pemerintahan yang ada, apakah diri kita sendiri mau melihat penyebab kekacauan ini? Apakah kita mampu untuk memandang suatu tradisi sosial yang salah dan memperbaikinya serta melaksanakan suatu hal dengan sesuai aturan? Apakah bangsa ini mau menggunakan empatinya pada takaran yang tepat? Dan apakah bisa bangsa ini bekerjasama dalam mewujudkan perkembangan karakter bangsa sehingga dapat membuat Indonesia kokoh dari berbagai macam rintangan? Semua pertanyaan saya itu pada dasarnya bisa dijawab dengan cara memulai dari hal kecil. Karena, hal besar tidak akan menjadi besar tanpa adanya hal kecil dan hal kecil biasanya diremehkan dan teremehkan.

Saya ambil satu contoh masalah, yakni kemiskinan. Di Indonesia kemiskinan memang sudah menjadi suatu masalah yang pelik. Sudah sejak lama, masalah itu belum dapat terpecahkan dengan seksama oleh pemerintahan saat ini maupun pemerintahan masa presiden sebelumnya. Jika kita mau melihat karakter orang miskin di Indonesia setidaknya kita tahu bagaimana mencari solusinya. Seringkali saya menemukan orang miskin, terutama di Jakarta karena saya berasal dari Jakarta, yang tidak mau terlepas dari kemiskinannya. Maksudnya, banyak orang miskin yang memang menikmati kemiskinannya tanpa keinginan kuat keluar dari zona kemiskinannya. Orang miskin di Indonesia hidup sudah cukup enak. Bila tidak ada uang ada saja program pemerintah atau orang dermawan yang membantu, bila kebutuhan semakin naik bisa saja bergabung dengan ormas-ormas dan menuntut dengan seenaknya pada pemerintah, dan seterusnya. Selain itu, terlalu banyaknya orang-orang yang hijrah dari kampungnya ke Jakarta dengan berjuta harapan sukses namun tanpa berbekal kemampuan yang dibutuhkan di Jakarta. Padahal, kampung halaman mereka pun dapat menyediakan kesempatan sukses yang jauh lebih besar. Sayangnya, pemikiran semacam ini tidak terendapkan dalam mentalitas hampir semua rakyat Indonesia.

Intinya, menurut saya permasalahan utama bangsa ini ialah mentalitasnya. Saya katakan demikian karena memang bangsa Indonesia tidak terdidik dengan memiliki mentalitas yang kuat di beberpa aspek, seperti sportifitas, perjuangan pengembangan diri, kemandirian, dan kebudayaan. Rakyat Indonesia selalu terlatih untuk menengadah ke atas tapi dengan dihinggapi rasa putus asa bukan dengan sikap perjuangan untuk berada satu tingkat dari kehidupan kemarin. Rakyat Indonesia pun terdidik dengan melihat ke bawah namun dengan rasa ketakutan meninggalkan zona aman sehingga tidak adanya perkembangan. Bagi saya, oknum-oknum yang mengatasnamakan rakyat Indonesia belum tentu berjuang atas nama rakyat, dapat pula bergerak atas dasar kepentingan pribadi. Menghujat bukan solusi, berbuat adalah sebuah solusi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun