Ujian Nasional adalah momok yang mengerikan bagi para siswa SD hingga SMA se-Indonesia. Karena, dalam waktu beberapa hari hidup seseorang akan berubah. Bila lulus, ia akan mampu melanjutkan hidup ke jenjang selanjutnya dan jika tidak, akan dirasakan seperti aib. Padahal, bila tidak lulus UN bukanlah akhir dunia.
Saya merasa UN bukanlah suatu jawaban untuk mencerdaskan generasi bangsa. Pasalnya, belum tentu hasil UN adalah murni hasil otak yang menjalankannya. Siapapun di generasi apapun pasti sudah memahami bahwa ujian-ujian macam UN tersebut sarat kecurangan. Kecurangan-kecurangan tersebut sudah menjadi tradisi pada sebuah ujian-ujian macam itu. Selain itu, efek jera dari ketidaklulusan tidak sepenuhnya mendidik para siswa.
Fenomena kecurangan macam menyontek sebenarnya hasil dari sikap pendidikan di Indonesia yang tidak menitik beratkan pada proses pembelajaran dan hanya mengincar hasil. Padahal, untuk para generasi penerus tersebut haruslah ditanamkan pentingnya sebuah proses. Tidak akan ada orang sukses dengan seketika. Bahkan di Multilevel Marketing pun perlu sebuah proses untuk sukses.
Generasi muda bangsa harus ditanamkan tentang pentingnya proses. Dengan proses yang baik maka hasil baik pun akan mengikuti. Proses pembelajaran akan mengajarkan kemandirian, kedewasaan mental, dan menciptakan generasi yang tahan banting. Dengan generasi yang tahan banting, saya yakin, Indonesia akan menjadi negara yang kokoh.
Penanaman mengenai penting proses haruslah ditanamkan pada anak usia dini. Anak harus tahu bagaimana segala sesuatu hal di dunia dapat kita ketahui dengan sebuah proses. Atlit sepak bola tidak akan bisa bermain bola bila ia tidak melewati proses latihan. Seorang tukang tambal ban tidak akan tahu ciri-ciri bocor halus bila ia tidak melewati proses pembelajaran menjadi seorang tukang tambal ban. Segala sesuatu di dunia ini ada prosesnya.
Dengan konsep UN saat ini maka pendidikan hanya berpusat pada hasil, bukan proses. Sekolah-sekolah hanya akan mencetak generasi manja dan generasi "jalan pintas". Harus diubah konsep UN, bukan berupa ujian tertulis dan menitik beratkan pada beberapa bidang tertentu. UN harusnya dikemas dengan kelebihan dari masing-masing individu siswanya.
Seorang yang senang berolahraga hendaknya diberikan porsi "tugas akhir" yang berkenaan dengan itu. Seorang yang memang senang akan matematik hendaknya diberikan pembidangan matematika. Dan, seseorang yang memang senang pada ilmu-ilmu kemanusiaan haruslah dihadapkan pada bidang kemanusiaan. Harusnya, bisa seperti itu. Siswa diberikan pilihan sendiri untuk memilih mana bidang yang ia minati.
Memang tidak mudah, namun apa salahnya jika dicoba. Saya rasa, setiap individu siswa tidak ada yang bodoh, hanya saja mereka memiliki kelebihan pada suatu bidang tertentu. Sekolah harusnya menjadi salah satu wadah pembelajaran ilmu pengetahuan dan wadah untuk pembelajaran jati diri bagi seorang siswa. Seorang siswa yang sadar betul di mana kelebihannya akan menjadi pribadi yang tepat guna. Maksudnya, ia akan mengerti bagaimana mengaktualisasikan dirinya dan ia akan tahu bagaimana ia akan mengembangkan dirinya sehingga menjadi suatu pribadi yang berguna bagi masyarakat.
Generasi dengan jati diri dan kepribadian yang kuat akan membawa bangsa Indonesia maju dan kokoh. Sebaliknya, generasi yang galau hanya akan membuat Indonesia menjadi mangsa negara lainnya. Saya yakin, Indonesia bisa maju dan tidak akan menyerah pada keadaan dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H