Mohon tunggu...
Muhammad Khairil
Muhammad Khairil Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis | Alumni Sastra Jawa UI

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Media Pemberitaan Haruslah Mengedukasi dan Berimbang

16 April 2013   02:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   15:08 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Twitter. Akhir-akhir ini media sosial tersebut sedang naik daun karena presiden Indonesia akhirnya membuat akun di jejaring sosial itu. Sebagian besar warga memberikan tanggapan yang negatif dan sebagian lainnya memberikan tanggapan positif. Banyaknya cibiran pada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut agaknya kurang bijak. Banyak yang berpendapat pembuatan akun Twitter tersebut adalah pencitraan SBY sebelum lengser dari jabatannya. Mungkin pertanyaan dari saya, memangnya kenapa SBY punya Twitter? Kenapa harus ditanggapi dengan berlebihan? dan lain sebagainya.

Media, agaknya, berlebihan menanggapi fenomena tersebut. Bagi saya, pembuatan akun Twitter SBY bukanlah sesuatu yang harus dibesar-besarkan. Karena, publik juga menanti banyaknya pemberitaan lain yang lebih penting. Menyinggung pemberitaan yang penting dan tidak penting, saya sedikit tergelitik dengan fenomena Eyang Subur. Perseteruan artis Adi Bing Slamet dengan mantan guru spiritualnya, Eyang Subur, sudah mengambil porsi pemberitaan dalam beberapa bulan ini. Entah berawal dari mana dan apa motivasi munculnya pemberitaan ini, namun saya merasa masalah itu bukanlah masalah urgensi publik. Meski, bisa saja munculnya masalah tersebut dikarenakan wacana rancangan undang-undang (RUU) Santet yang belum jelas. Ilmu hitam semacam santet agaknya sulit dibuktikan bila diperkarakan secara hukum. Bagaimana standarisasi tindak kriminal untuk santet? Cara pembuktiannya? Atau bagaimana memperkarakannya? Bisa jadi kalau RUU itu dapat dimanipulasi untuk menuduh orang dengan tindak kriminal santet. Pembentukan RUU itu harus matang bila ingin dilegalkan.

Kedua pemberitaan tersebut, bagi saya, adalah suatu pemberitaan yang lebay. Karena, keduanya bukan suatu pemberitaan yang menarik. Setiap orang berhak untuk mempunyai akun Twitter, baik untuk kepentingan yang baik atau buruk. Meskipun, memang cukup terlambat bagi SBY untuk membuat akun tersebut--karena terlalu banyak citra buruk yang dilakukan oleh oknum-oknum sekitarnya sehingga orang menilai tindakan tersebut kurang tepat. Apalagi, kemunculan pemberitaan tersebut seakan-akan menenggelamkan pemberitaan lainnya, seperti lumpur lapindo atau kasus-kasus lainnya yang kini tenggelam. Lalu, untuk kasus Adi Bing Slamet dengan Eyang Subur hanya menunjukkan ketidakdewasaan kedua belah pihak. Pasalnya, jika apa yang dituduhkan benar atau salah hanya perlu dibuktikan. Selain itu, saya menjadi kasihan pada warga di sekitar rumah Eyang Subur. Pasti, dengan menggelegarnya kasus tersebut membuat perasaan was-was ataupun tidak tenang. Jujur, saya jenuh dengan pemberitaan perseteruan antara mantan murid dengan mantan guru tersebut.

Media seharusnya bisa lebih bijak dan tidak terkesan membuat sebuah opini publik murahan. Akan lebih mulia bila media mengantarkan kasus-kasus yang tidak terungkap--atau tenggelam--untuk kembali terungkap dan terselesaikan. Cobalah sorot kembali keberlangsungan kasus-kasus yang mulai tenggelam, seperti lumpur lapindo. Cobalah menjadi panjang tangan dan lidah bagi korban. Media harusnya menjadi mata rakyat untuk melihat kenyataan, menjadi pelipur rakyat bila keadaans sedang tidak menyenangkan, atau penjadi jendela ilmu bagi mereka yang membutuhkan.

Saya merasa, fungsi edukasi berimbang dari media sudah mulai luntur. Banyak pemberitaan yang saya rasa menyudutkan oknum-oknum tertentu atau menutup mata rakyat sehingga rakyat tidak mengetahui kebenaran serta kenyataan yang terjadi. Sisi komersialitas media lebih dikedepankan ketimbang teredukasinya masyarakat akan kondisi atau peristiwa yang saat ini terjadi. Khususnya infotaintment yang saya rasa sudah terlalu banyak dan cenderung berisikan pemberitaan yang monoton.

Dengan dimanjakannya rakyat Indonesia dengan pemberitaan negatif maka pola pikir bangsa ini akan terarah pada pola pikir negatif. Semakin negatif pemikiran suatu bangsa maka semakin terpuruk dan terjajahlah mental bangsa tersebut. Apakah Indonesia akan kembali kepada lemah penjajahan? Kalau saya sendiri tidak ingin Indonesia kembali ke masa suram. Untuk itu, seharusnya pemberitaan harus berimbang dan tidak melulu menunjukkan kenegatifan dari suatu peristiwa. Harus berimbang ketika melihat suatu peristiwa, harus cerdas dalam menyampaikannya.

Saya berharap media pemberitaan bisa lebih bijak dalam mengemas beritanya. Jangan terlalu berlebihan menanggapi suatu berita dan jangan mencari-cari kesalahan bila tidak ada berita. Akan lebih baik jika masyarakat diedukasi dengan sesuatu yang positif seperti yang dilakukan oleh Andy F Noya pada acara Kick Andy. Beritakan perjuangan bangsa kita di kancah dunia. Beritakan kepada masyarakat bahwa Indonesia memiliki kekayaan yang bisa dimanfaatkan. Beritakan kepada masyarakat bahwa kebudayaan Indonesia adalah harta kekayaan yang selalu membuat negara lain, khususnya negara berbudaya ekonomi, iri. Dan beritakan pada masyarakat Indonesia bahwa negara Indonesia mulai melaju di antara negara berkembang lainnya.

Pada akhirnya, bila kondisi media pemberitaan masih lupa dengan sisi edukatifnya, maka tidak ada bedanya berita dengan cerita. Fakta akan tersamarkan dalam fantasi semu. Berita hanya untuk dinikmati bukan ditelaah dan menjadi satu jendela penambahan informasi. Karena, informasi yang tidak penting dengan kuantitas besar hanya akan membuntukan mental bangsa, sedangkan pemberitaan dengan kualitas baik maka akan mencerdaskan bangsa Indonesia. Sadarlah bahwa bangsa Indonesia merupakan bangsa yang besar dan mampu menaklukan dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun