Mohon tunggu...
Mochamad Fachri
Mochamad Fachri Mohon Tunggu... -

IR

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ukraina: Pro AS atau Pro Rusia?

24 Desember 2009   17:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:47 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

17 Januari 2010, Ukraina akan melaksanakan pemilihan presiden, pemilihan presiden yang diikuti oleh 18 kandidat akan menentukan masa depan Ukraina kedepan. Secara khusus tulisan ini membahas politik luar negeri Ukraina terkait dillema Ukraina atas besarnya kepentingan Amerika Serikat, Uni Eropa dan Rusia terhadap Ukraina.

Ukraina sebuah negara pecahan Uni Soviet yang berpenduduk 46 juta jiwa menghadapi tekanan geopolitik eksternal dan tekanan demografi internal berkaitan dengan perimbangan posisi Ukraina terhadap Barat (AS dan UE) dan Timur (Rusia). Isu ini yang menjadi isu hangat para kandidat Presiden Ukraina kelak kemana pendulum politik luar negeri akan dibawa. Secara geografis Ukraina lebih dekat dengan Rusia, namun politik luar negeri Ukraina di pasca Revolusi Oranye hingga saat ini berusaha mendekatkan Ukraina dengan dunia Barat. Keinginan Ukraina untuk masuk kedalam keanggotaan NATO dan Uni Eropa mendapat tantangan keras dari Rusia, hal tersebut dikarenakan wilayah Ukraina berbatasan langsung dengan Rusia dan menjadi buffer zone Rusia. Rusia tidak akan membiarkan perluasan Uni Eropa dan NATO khususnya masuk ke halaman depan Rusia, jangankan hingga masuk ke Ukraina, rencana penempatan rudal penangkal AS di Polandia di era Bush mendapat tentangan keras dari Rusia dan menyebabkan hubungan AS- Rusia kembali memanas.
Oleh sebab itu posisi Ukraina sangatlah strategis dan dilematis karena menjadi battlezone in a proxy war antara Barat dan Timur. Melihat konstelasi ini, para pemimpin Ukraina kelak harusnya menimbang secara mendalam kemana pendulum poliik dan jati diri mereka sebagai suatu bangsa yang tua akan di bawa, Ukraina tidak bisa selamanya bersifat pragmatis dalam menentukan prioritas politik luar negerinya. Hal tersebut dapat dilihat dari tujuan umum politik luar negeri Ukraina yang disatu sisi berupaya menguatkan hubungannya dengan Eropa dan IMF, namun di lain sisi menekankan prioritas hubungannya dengan RRC. Khusus dalam membangun hubungan dengan RRC, tidaklah mudah bagi Ukraina untuk melakukan tujuan tersebut tanpa membangun kemitraan yang strategis dengan Rusia telebih dahulu, mengingat besarnya ketergantungan Ukraina terhadap pasokan gas dari Rusia untuk menghidupkan sendi-sendi perekonomiannya. Politisasi dan perselisihan pasokan gas Rusia terhadap Ukraina menjadi kartu truf Rusia sebagai warning alarm untuk menghadapi sikap pragmatis Ukraina tersebut.
Yushenko i Medvedev
Selain eksternal geopolitik Ukraina juga kerap menghadapi tekanan domestik yang terpecah. Bangsa Ukraina merupakan bangsa Slavia tua dimana sebelum pusat pemerintahan kekaisaran Rus pada abad 15 pindah ke Moscow, Kiev mejadi pusat pemerintahan kekaisaran Rus. Lebih jauh kedepan, Ukraina yang menjadi bagian Uni Soviet (Soviet Ukraina) menjadikan bangsa Ukraina memiliki ikatan budaya yang kuat dengan kebudayaan Rusia (Soviet Rusia). Saat ini etnis Rusia di Ukraina berjumlah 20% dari total populasi dan kebanyakan bangsa Ukraina berbahasa Rusia. Namun pada saat ini, sebagai akibat dari pragmatisme kalangan nasionalis Ukraina, khsususnya dibawah pemerintahan Yushenko, Ukraina berusaha mengurangi penggunaan bahasa Rusia dan menggalakan penggunaan bahasa Ukraina sebagai bahasa nasional walaupun sebenarnya bahasa keduanya amatlah mirip.
Kenyataan seperti diatas merupakan salah satu contoh kecil yang harus diantisipasi oleh Ukraina dalam menjaga sensitivitas keberagaman etnis di Ukraina agar tidak terjadi disintegrasi, Ukraina Barat yang pro Barat dan Ukraina Timur yang Pro Rusia.
Sebagai negara yang memiliki potensi agribisnis dan industri serta teknologi yang menjanjikan, Ukraina memang memiliki prospek yang cerah untuk bergabung dengan sistem perdagangan bebas dan liberal ala Barat, namun di lain sisi identitas dan akar budaya ketimuran mereka haruslah benar-benar di pahami dan dijaga sebagai falsafah negara dalam menentukan tujuan nasional mereka dan menjalankan roda diplomasi agar tidak terombang ambing oleh perubahan-perubahan hubungan internasional yang cepat dan dinamis

Ukayina izhuchajte ot Indoneziiskoj idelogii i vneshnej politiki "Svobodno i Aktivno" (Belajarlah dari Pancasila dan politik luar negeri bebas dan Aktif Indonesia!)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun