Mohon tunggu...
Dr. Lyta Permatasari MSi
Dr. Lyta Permatasari MSi Mohon Tunggu... Ilmuwan - Scientist, Birokrat, Praktisi, Pecinta Lingkungan

Doktor Ilmu Lingkungan Universitas Brawijaya, Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat, ASN Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Banjar Kalsel

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kunci Sukses PNS, Berpola Pikir Positif, Mengayomi dan Peka Terhadap Kepentingan Umum

17 Juni 2014   21:52 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:21 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Drs. A. Zulyadaini, M.Si, Sekretaris Bappeda Kabupaten Banjar adalah Guru Birokrasi saya yang sangat saya kagumi, hormati dan segani.  Genap sepuluh tahun kami bersama dalam satu kantor yang penuh dengan pembelajaran yang sangat bermanfaat dan menumbuhkan kecintaan saya pada dunia birokrasi (baca : melayani masyarakat). Beliau adalah sosok PNS yang tenang dan mengayomi. Kepandaiannya sudah tidak diragukan lagi, dalam hal perencanaan pembangunan daerah, beliau adalah pakarnya, juga keuangan daerah, tapi tetap sikap santunnya sangat terjaga, menjiwai pola pikir dan tindakannya sehingga tidak pernah sekalipun terlihat beliau marah atau kecewa pada keadaan yang tidak beliau sukai sekalipun. Two Thumbs Up untuk Pak Zul, begitu panggilan akrabnya. Sosoknya mudah dikenali dari tinggi badannya yang cukup menjulang, khas pemain Volly.

Sosok Pak Zul saya jadikan pengantar dalam tulisan saya kali ini. Begitulah mungkin harapan dari masyarakat kita akan sosok pemimpin yang mereka dambakan. Santun, merakyat, jujur, cerdas, berwibawa dan mengayomi. Satu lagi, punya kepekaan yang tinggi. Bisa merasakan penderitaan oranglain dan mampu bertindak cepat dalam merespon setiap keluhan masyarakat. Di Ibukota ada sosok lain yang juga selalu menjadi pembicaraan di mass media yakni Bapak Jokowi. Di Bandung, ada Bapak Ridwan Kamil dan kini di Bogor, ada sosok muda Arya Bima. Dan ada beberapa tokoh lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Sebenarnya, jiwa kita sebagai orang timur adalah jiwa yang Mulia. Jiwa yang mengasihi sesama. Itu adalah harkat yang sebenarnya. Dan betapa setiap insan sebenarnya cenderung pada kebaikan. Yang membuat manusia seakan bergeser dari kodrat sucinya, adalah nafsu, keadaan dan cita-cita yang tidak dipertimbangkan secara matang, tidak mengukur diri dan kemampuan, sehingga begitu dihadapkan pada satu masalah yang berat, kontan saja otak berputar untuk menemukan solusi yang praktis walau salah. Inilah sumber dari kesalahan manusia dalam hidupnya. Ini seringkali yang membuat manusia tergelincir dari hakikat “kesuciannya” sebagai makhluk yang paling mulia di sisi ALLAH SWT.

Setiap hari yang kita lalui adalah pembelajaran. Ada ilmu baru, ada pula ilmu yang telah berulang kali kita tau dan kita lakukan, ini yang namanya rutinitas. Ilmu baru, adalah ilmu yang bila kita amalkan dalam kehidupan sehari-hari, bisa merubah pola pikir kita, sikap dan pemahaman kita menjadi lebih baik. Contohnya adalah Alat komunikasi, telepon selular. Dulu, untuk berkomunikasi, kita hanya perlu menyampaikannya dari mulut ke mulut atau melalui surat, bila jaraknya jauh. Kini, semua kemudahan di era modernisasi ini terkemas apik dalam satu genggaman di tangan kita, yang didalamnya terdapat Telepon Selular. Semua hal bisa diakses dari situ, dari mulai berkirim kabar, transfer uang, melakukan pembayaran hingga akses data internet. Kemudahan ini dinamakan kecanggihan teknologi, yang setiap saat begitu pesat perkembangannya.

Pesatnya perkembangan dunia komunikasi ini, sedikit banyak berpengaruh pula pada sikap hidup manusia modern, yang menjadi lebih praktis dan efisien. Sayangnya, ada pula dampak buruk yang ditimbulkan dari kecanggihan komunikasi di era digital ini. Rasa kebersamaan menjadi berkurang, orang lebih asyik sendirian dengan Gadget-nya masing-masing. Dunianya sudah berbeda. Kini lebih Virtual, Dunia maya. Ini juga yang membuat sikap dan pola pikir kita menjadi berubah drastis. Ikatan persaudaraan dan kebersamaan bisa jadi meluntur pelan-pelan, karena orang lebih senang sendirian dan berkomunikasi dengan gadget-nya saja.

Kita memang harus siap lahir dan batin dalam menghadapi perubahan zaman yang begitu cepat dan beragam, apalagi Pegawai Negeri Sipil, panutan masyarakat, pihak yang melayani kepentingan umum. Kita harus menyiapkan mental kita dengan sebaik mungkin. Di lapangan, akan banyak kita dapati ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan yang dapat setiap saat mengancam karier kita, tanpa kita sadari sebelumnya. Untuk itulah kita sebagai PNS harus memahami betul, pentingnya bertindak secara prosedural. Tahap-tahapan pekerjaan tidak saja harus di mengerti tapi juga harus dijiwai dan diamalkan. Hanya dengan cara itu, kita bisa menjalankan tugas sebagai abdi Negara, dengan aman dan damai. Banyak PNS-PNS muda dengan tingkat pendidikan yang tinggi. Mereka adalah kebanggaan kita. Generasi muda yang mampu mewarnai negeri ini dengan ilmunya masing-masing. Satu hal yang perlu diresapi oleh generasi muda PNS kita adalah, PNS merupakan pelayan masyarakat. Ilmu yang tinggi, tidak boleh menjadi benteng pemisah antara PNS dengan warga.

Ilmu yang ada, harus diaplikasikan untuk pembangunan daerah, bukan untuk disandingkan dan dibandingkan dengan masyarakat yang tentu akan kalah bila diperlakukan begitu. Bersikap normal, wajar dan arif adalah hal yang sudah sepatutnya kita lakukan sebagai abdi Negara. Betapa banyak pahala yang akan kita raih bila kita ikhlas dalam melayani masyarakat. Walaupun sebenarnya kita tidak begitu berhitung tentang pahala karena itu adalah hak prerogatif dari Yang Kuasa. Setidaknya, arah pengabdian kita jelas, melayani masyarakat. Dan dalam konsep melayani ini, kita munculkan sikap mengayomi sehingga tujuan utama yang kita inginkan yakni agar masyarakat tertib dan damai, dapat terwujud dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Dalam menjalankan tugas, pasti ada kesenangan dan juga kekecewaan yang suka atau tidak suka, pasti akan silih berganti menemani perjalanan karier kita. Itu adalah hal yang wajar, yang bila diambil hikmahnya, akan lebih menguatkan prinsip kita sebagai seorang pegawai negeri. Setiap benturan ataupun hambatan yang kita hadapi, harus kita proses dengan baik dalam penalaran yang positif. Tersentak dan sedih, boleh-boleh saja, tapi itu tidak boleh berlangsung lama dan jangan berlarut-larut. Kita harus menjadikan “kekecewaan” kita sebagai kekuatan dan pembenahan diri. Sehingga di tahun-tahun mendatang kita akan hidup dengan citra yang lebih positif dan cemerlang.

Tidak ada hal yang tidak salah di dunia ini, karena manusia memang tempatnya alpa dan salah. Tapi salah yang bagaimana? Alpa yang seperti apa? Seperti bayi yang mulai merangkak, wajar saja bila dia jatuh dan kemudian berdiri kembali. Tapi ketika otot-otot kakinya sudah kokoh, maka dia pun bisa berjalan dan berlari. Begitu pula kita, setiap pengalaman kerja sehari-hari, harus ditulis dengan baik didalam batin kita sebagai catatan yang harus dikoreksi, mana hal yang benar, dan mana hal salah yang tidak perlu lagi diulangi. Tidak ada kata terlambat untuk meraih kesuksesan. Sebab kesuksesan itu berada di samping kita, bila kita telah memiliki cita-cita dan semangat yang positif untuk menjadi sukses.

Kadang kita melihat ada teman yang lebih sukses dan lebih segalanya. Dari kacamata saya, itu adalah sebuah prestasi dari sang teman. Bila menemukan peristiwa prestasi yang seperti ini, sebaiknya itu kita jadikan pacuan semangat untuk lebih berkarya lagi dan berprestasi lagi. Kesuksesan orang lain, harus kita pacu kearah yang positif juga, jangan kita anggap sebagai hal yang negatif. Tidak perlu untuk curiga berlebihan atau bersikap iri dengki. Semua rezeki sudah ada takarannya. Takaran yang tepat dan tidak pernah tertukar satu sama lain. Lebih baik mengintensifkan diri agar lebih berguna lagi dengan lebih banyak membaca dan belajar, karena pengetahuan yang baik, akan membuat tingkat pemikiran kita pun akan berkembang positif.

Intinya, dalam hidup yang hanya sebentar dan sementara ini, positif positif sajalah dalam memandang sesuatu. Itu kunci suksesnya. Mario teguh dan motivator lain, mungkin bisa saja menyemangati kita untuk bersikap positif, tapi sebenarnya motivasi yang paling baik itu adalah dari dalam diri kita sendiri. Motivasi dari oranglain adalah penunjang, yang menyempurnakan motivasi internal yang kita miliki. Kita harus kuat dari dalam, sebelum terlihat kuat dari luar. Kekuatan yang mengakar kuat, adalah kekuatan yang lahir dari kesadaran diri sendiri untuk bertekad menjadi manusia yang selalu lebih baik dari hari ke hari. Mari kita jadikan diri kita sebagai sosok Pegawai Negeri yang bernilai positif dimata rekan kerja, pimpinan ataupun masyarakat, bangsa dan Negara. Harus seperti itu, untuk mewujudkan INDONESIA yang berkualitas. Harus dimulai dari abdi negaranya. Salam Persahabatan untuk anda semua.

Penulis : Lyta Permatasari, M.Si

Kasubbid Promosi dan Kerjasama, BKPMPPT Kab. Banjar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun