Mohon tunggu...
lysthano sir
lysthano sir Mohon Tunggu... Penulis - music, book and art enthusiast

blogger newbie

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Sensasi Menikmati Lagu dalam Format Lawas

29 April 2013   15:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:25 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk urusan mendengar musik, saya termasuk golongan yang “old-fashioned”. Era digital memang banyak membawa perubahan yang signifikan. Kini, lagu-lagu bisa dengan mudah dibeli secara online. Konsumen, bak seorang raja, bisa memilih lagu yang disukai. Sebuah group band yang membuat lebih dari 10 lagu dalam album barunya, untuk download-an tertinggi hanya dialami oleh salah satu lagunya, sisanya nyaris tidak ada yang download. Bagaimana dengan saya? Saya lebih memilih membeli CD-nya, jika ada malah ingin beli kasetnya juga. Lebih dari itu, jika musisi tersebut mengeluarkan Vynilnya, saya pastikan akan memburunya…

Bagi saya mendengar, kemudian menyentuh fisiknya itu lebih mantap. Seolah batin ini terpuaskan dengan menyentuhnya, apalagi bisa membolak-balik cover, sembari menelisik lebih dalam liriknya, kata pengantar dari group band, masing-masing personel, bahkan saya berharap ada kata pengantar dari label dan komentar dari pendukung/fansnya.

Memegang wujud album merupakan sensasi luar biasa bagi sebagian orang, termasuk saya. Apalagi bila fisik album didesain dengan sangat apik, terlebih menonjolkan unsur Art-nya. Ya, saya jadi teringat ketika beberapa tahun lalu hunting album lawas di Jl Surabaya, Menteng-Jakarta. Saya sempat berebut sebuah album lawas dalam format Vynil dengan pembeli lain. Album The Beatles keluaran tahun 1967, “Sgt. Pepper’s Lonely Hearts Club Band” memang sangat diburu banyak kolektor. Harganya saat itu memang lumayan mahal, seharga  lebih dari harga 10 album dalam format CD sekarang. Saya “lewat” kala itu, namun saya berpesan pada sang empunya, jika mungkin bosan, bisa menghubungi saya untuk memilikinya.:)

Bagi saya mendengarkan lagu via Vinyl, kaset dan yang terbaru memiliki sensasi sendiri-sendiri. Seperti dijelaskan diatas, saya bisa memegang albumnya, saya juga bisa mengkoleksinya, dan sedikit pamer kepada kawan yang “menggilai” band tapi tidak punya album orisinalnya, alias format awal album tersebut diluncurkan.

Vinyl, meski ukurannya segede gaban, namun saat menikmatinya serasa sedang berhadapan dengan band-nya yang hadir didepan kita dan memainkan musiknya. Seorang kawan sempat sharing, suara Vinyl adalah suara luar, dimana saat kita mendengarkan “Aura” konser bisa didapatkan. Apalagi bila didukung dengan teknologi Audio saat ini yang canggih. Tinggal sambung dengan  speaker yang memilik boster mantap, suara jernih sudah bisa kita nikmati. Resiko memiliki format ini adalah hindari dari debu, apalagi goresan. Bila saja vinyl kotor suara menjadi tidak  keluar. Apalagi di jarum platina-nya gelayutan sekumpul kotoran. Bila Vynil baret atau tergores, ucapkan salam dan pasrah saja, karena sudah pasti kegiatan mendengarkan band kesukaan pasti nggak nyaman lagi.

Kaset, bentuknya memang sangat unik. Konon kaset ini merupakan reinkarnasi dari format jaduls sebelumnya yang ukurannya jauh lebih besar. Saking besarnya, kita harus memindah-mindah pita untuk mengulang, atau menggulungnya ke arah sebaliknya. Kaset pernah berjaya dinegeri ini. Populasinya konon mengalahkan Vynil. Bila kita jalan-jalan ke pasar klitikan atau  pasar barang antik, kaset masih banyak dijual. Tapi jangan coba cari di toko audio di Mall-Mall ya.. Mendengarkan lagu dalam  format kaset, memang cukup asyik menikmatinya. Memegang wujudnya, kadang memutar bagian lagu tertentu dengan pinsil masih seru untuk dilakukan. Kadang, kualitas suara kaset sangat ditentukan dengan alat pemutar dan kondisi kaset tersebut. Bila alat pemutarnya sudah “aus” pada bagian karet, bisa dipastikan lagu kesukaan anda akan “mengayun” tak beraturan. Dus, bila pita kasetnya sudah kering dan sempat rusak/baret, suara yang dihasilkan juga tidak bagus. Namun, yang sangat tidak nyaman saat menikmati kaset adalah, kasetnya bergerak cepat seketika dan kusut dibagian tengah. Waduh.. kalo ini terjadi…Anda harus pasrah dan iklas untuk mencari kaset pengganti yang sama. Dan Anda harus berani mengambil tindakan, “memenggal” pita kaset tanpa mengetahui lagu apa yang ikut kepotong.;(

Untuk CD, ini juga sangat praktis. Untuk kualitas suara sudah cukup baik, tergantung dari medium CD dimana lagu itu direkam. Bila kualitas produksi CDnya bagus, maka lagu yang direkam didalamnya pasti bagus. CD ini menjadi medium digital para penggemar musik merekam hasil karyanya. Bisa dibilang, para era inilah terjadi peralihan dari konvensional ke digital. Apalagi kini dengan format MP3, seseorang bisa menyimpan ratusan lagu dalam satu CD. Ini pulalah yang menjadi medium para “pembajak” memasarkan hasil bajakannya. Penyakit CD hampir sama dengan Vynil. Dilarang kotor apalagi jika sampai baret.

Terus terang, diawal agak sulit membiasakan diri merubah cara menikmati lagu. Setelah tidak adalagi produsen (mungkin bisa dibilang minim) yang memproduksi Vynil dan kaset, semua seakan hijrah ke CD. Apalagi untuk alat pemutarnya, kini sangat sulit untuk mencarinya. Saya sepertinya harus berfikir pragmatis dalam menikmati lagu favorit. Sesekali saya memutar Vynil dan kaset lama koleksi dengan alat pemutar  (yang kini  juga menjadi barang langka) sembari mencoba menikmati sensasi mendengarkan lagu kesukaan.

Sesekali saya sempat berfikir, jika dahulu dalam format jaduls, pembajakan tidak seramai sekarang. Kini dalam format CD dan digital seakan pembajakan menjadi musuh no 1 para musisi. Dalam hati saya sempat bertanya, kenapa kini banyak musisi yang “ngirit” atau “pelit” dalam berkarya? Mungkin ini konsekuensi dari melesatnya teknologi digital. Baru jadi satu lagu langsung dirilis dan disebar via medium digital, berharap banyak yang mengunduh, termasuk  banyak juga yang setelah mengunduh dan menyebarkannya.

Dalam hati juga bertanya, kenapa kini para musisi hebat dijamannya, sang pencetak hits, kini seakan “malas” berkarya dan  sibuk membuat proyek sendiri untuk melahirkan penyanyi baru dan kemudian dicemplungkan di medan yang sama, medan industri  yang sarat dengan persaingan tingkat tinggi. Makanya, kembali saya bertanya dalam hati, kenapa kini banyak band/musisi yang muncul seketika dan hilang seketika. Ah, mungkin kualitasnya yang kurang bagus, sebelumnya ngetop karena  hanya hoki…atau memang ingin sibuk didunia lain yang bukan musik.

Bagi saya, yang penggemar musik, mungkin hanya cukup mendengar dan menikmati karya para musisi yang  saya anggap bagus. Terlebih lagi bisa dengan cara “memegang”, “membolak-balik”, membaca kata pengantar, mengamati pada pendukung band  tersebut hingga albumnya muncul,  apalagi  bila bisa mendapatkan tandatangan dalam sampul kasetnya…Untuk itu saya hanya ingin mengatakan, “Welcome digital world..boleh dong saya kembali merubah formatmu kedalam kaset, juga kedalam Vynil ?… [lysthano/cinmi/image:istimewa] - cp www.lysthano.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun