H-U-J-A-N
Berungkali saya eja nama itu, dan masih selalu menimbulkan efek yang sama. RINDU.
Entah mengapa selalu kata RINDU yang saya ingat pertama kali ketika melihat HUJAN. Mungkin suatu kala di masa lalu, saya pernah merindu pada seseorang saat hujan turun, atau mungkin hujan yang menyebabkan saya merindukan seseorang sedemikian hebat. Entah, saya lupa untuk mengingatnya.
Yang pasti, sejak dulu saya menyukai hujan. Tergila-gila, mungkin itu sebutan yang lebih pas untuk saya. Itu sebabnya, saya selalu mengaitkan setiap nama yang saya buat dengan hujan. Awal membuat blog di dunia maya, saya memakai alamat www.pecintahujan.multiply.com. Meski sekarang blog itu sudah almarhum seiring dengan dihapusnya Multiply dari perinternetan di muka bumi (hasyah, bahasanya belibet).
Saat pertama kali membuat akun Fesbuk, nama akun saya masih terus berubah, pernah memakai nama Lygia Rainaddict, pernah juga memakai nama Lygia Pecintahujan, sampai mengganti jadi Neng Hujan sebelum akhirnya saya berani memakai nama pena saya yang sebenarnya, yaitu Lygia Pecanduhujan. Waktu itu, saya belum berani mengusung nama “Pecandu” karena takut dikotonasikan negatif. Walau akhirnya ternyata saya tahu ada banyak akun yang saat itu memakai nama pecandu meski aneh-aneh.
Sejak SMA saya sudah memakai nama Pecanduhujan, meski saat itu belum sering saya publish dan tidak banyak teman saya yang tahu. Maklum saja, saat itu kegiatan menulis saya masih ngumpet-ngumpet karena malu. Saya juga masih tertatih karena tidak memiliki informasi yang cukup tentang kepenulisan. Saya Cuma suka menulis puisi dan cerpen di buku harian saya, sesekali membiarkan beberapa orang sahabat membacanya dan saya juga menerima pesanan puisi dari teman-teman yang sedang jatuh cinta, ahai ….
Kembali ke H-U-J-A-N.
Mengeja kata ini seperti mengeja rindu yang saya miliki untuk seseorang. Untuk siapa? Biarlah itu menjadi rahasia pribadi saya saja. Sosoknya mungkin bisa berganti datang dan pergi, namun hujan, akan senantiasa ada di hati. Hujan tak akan pernah pergi, karena saya yakin, seberapa lama pun ia menghilang, hujan pasti akan selalu datang kembali, di waktu-waktu yang pasti. Hujan selalu setia pada bumi, kekasihnya. Hingga ia senantiasa mengirimkan jutaan rinai agar bumi terasa sejuk dan sedikit nyaman.
Hujan, enak dinikmati sambil menghirup uap panas dari secangkir cokelat yang nikmat. Bisa juga dinikmati dengan cara yang tidak biasa, yaitu dengan berdiri di bawah derasnya, dengan wajah menengadah ke atas, menyambut jutaan tetes yang tepat membasahi wajah dan seluruh tubuh. Rentangkan kedua tangan ke samping, dan sambut hujan dengan hati. Kurang kerjaan? Mungkin iya, tapi saya melakukannya nyaris setiap kali hujan datang bertamu ke kota saya.