Banyak aspek kehidupan manusia telah berubah akibat kemajuan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi saat ini. Kemajuan teknologi yang sangat pesat adalah ciri dari abad ke-21. Sumber daya manusia yang berkualitas sangat penting untuk bersaing dan berperan dalam era globalisasi ini. Setiap individu diharapkan memiliki kemampuan yang dapat memenuhi tuntutan zaman yang terus berubah.Â
Pendidikan menjadi landasan utama untuk mengembangkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan bukan sekadar proses transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga sebagai wadah pembentukan individu yang memiliki karakter dan keterampilan yang dibutuhkan untuk kehidupan bermasyarakat. Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 3 pun menyatakan bahwa "pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab."Â
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2017 mengungkapkan bahwa kemampuan abad ke-21 dikenal dengan istilah 4C, yaitu: berpikir kritis dan pemecahan masalah (Critical thinking and problem solving), komunikasi (Communication), kolaboratif (Collaboration), serta kreativitas dan inovasi (Creativity and inovation). Menurut Sudrajat pada tahun 2008 (dalam Nismawati et al., 2019) mengungkapkan bahwa matematika adalah ilmu dasar yang sangat penting sebagai landasan bagi teknologi dan pengetahuan modern. Matematika juga dapat membantu dalam menyiapkan sumber daya manusia yang cakap, kritis, logis, inisiatif, dan kreatif untuk perubahan dan perkembangan zaman. Salah satu kemampuan abad ke-21 adalah berpikir kritis (critical thinking). Materi matematika dan kemampuan berpikir kritis saling terkait dan tak terpisahkan. Pemahaman terkait materi matematika memerlukan berpikir kritis, sementara itu kemampuan berpikir kritis juga diperkuat melalui pembelajaran matematika (Agustina, 2019). Hal ini menunjukkan bahwa untuk membentuk individu yang memiliki kemampuan berpikir kritis dapat dilakukan melalui pembelajaran matematika.Â
Matematika bukan hanya sekadar pelajaran di sekolah, namun menjadi kunci pembentukan individu yang memiliki kemampuan berpikir sistematis, logis, kritis, kreatif, dan analitis. Oleh karena itu, pendidik perlu menerapkan model pembelajaran yang dapat memperkuat kemampuan berpikir kritis.Â
Berikut ini merupakan beberapa contoh model pembelajaran yang dapat memperkuat kemampuan berpikir kritis:Â
- Problem Based Learning: Menurut Aprilita Sianturi, Tetty Natalia Sipayung, dan Frida Marta Argareta Simorangkir (2018), dalam model pembelajaran problem based learning, fokus pembelajaran ada pada masalah yang dipilih. Hal ini memungkinkan peserta didik tidak hanya mempelajari ide-ide yang relevan, tetapi juga mempelajari metode ilmiah untuk memecahkan masalah tersebut. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Aprilita Sianturi, Tetty Natalia Sipayung, dan Frida Marta Argareta Simorangkir (2018) menunjukkan bahwa perbedaan nilai kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik dalam kelas eksperimen dan kontrol adalah 8,33. Peserta didik yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran problem based learning memiliki nilai rata-rata 81,50, sementara peserta didik yang mengikuti pembelajaran konvensional memiliki nilai rata-rata 73,17. Hal ini menunjukkan bahwa model pembelajaran problem based learning dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis.
- Probing-Prompting: Menurut Jacobsen (2009), probing adalah cara guru meminta siswa untuk mendapatkan informasi tambahan untuk memastikan jawaban mereka sudah cukup komprehensif dan menyeluruh. Sementara itu, prompting adalah cara guru menggunakan isyarat atau petunjuk untuk membantu siswa menjawab dengan benar. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Elsa Susanti (2017) menunjukkan bahwa adanya peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis peserta didik melalui model pembelajaran probing-prompting.
- Reciprocal Teaching: Menurut Hasanah, Rochmad, dan Hidayah pada tahun 2012 (dalam Umam, 2018), dalam model pembelajaran reciprocal teaching peserta didik dilatih untuk menggunakan empat strategi pemahaman mandiri: (a) menyimpulkan materi pelajaran (summarizing), (b) membuat pertanyaan dan menyelesaikannya (questioning), (c) menjelaskan kembali apa yang sudah mereka ketahui (clarifying), dan (d) memprediksi (predicting). Pembelajaran reciprocal teaching adalah strategi belajar dengan mengajarkan teman. Dalam pendekatan ini, peserta didik bertindak sebagai "guru" dan mengajarkan teman-temannya. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Khoerul Umam (2018) menunjukkan bahwa perbedaan perlakuan yang diberikan sangat berpengaruh pada proses pembelajaran. Kemampuan berpikir kritisnya lebih tinggi dalam perlakuan yang menggunakan model pembelajaran reciprocal teaching.
Dengan demikian, model pembelajaran yang menunjang sangat diperlukan. Matematika merupakan pondasi penting dalam membentuk masa depan. Dengan penguasaan matematika yang baik, seorang individu akan siap menghadapi berbagai tantangan di abad ke-21, menjadi individu yang cerdas, kreatif, dan siap berkontribusi dalam masyarakat global yang terus berkembang
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H