Mohon tunggu...
Pendidikan

Metodologi Studi Ilmu Fiqih dan Ushul

25 Mei 2015   22:07 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:36 4201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Pengertian dan Karakteristik Hukum Islam (Fikih dan Ushul Fikih)

Hukum Islam atau fiqih adalah sekelompok dengan syariat yaitu ilmu yang berkaitan dengan amal perbuatan manusia yang diambil dari nash Al-Qur’an atau Al-Sunnah. Bila ada nash dari Al-Qur’an atau Al-Sunnah yang berhubungan dengan perbuatan tersebut, atau yang diambil dari sumber-sumber lain, bila tidak ada nash dari Al-Qur’an atau Al-Sunnah, dibentuklah suatu ilmu yang disebut dengan Ilmu Fiqih. Dengan demikian yang disebut Ilmu Fiqih ialah sekelompok hukum tentang amal perbuatan manusia yang diambil dari dalil-dalil yang terperinci.

Berdasarkan batasan tersebut dapat dibedakan antara syariah dah Hukum Islam atau Fiqih. Perbedaan tersebut terlihat pada dasar atau dalil yang digunakannya. Jika syariat didasarkan pada nash Al-Qur’an atau Al-Sunnah secara langsung, tanpa memerlukan penalaran; sedangkan Hukum Islam didasarkan pada dalil-dalil yang dibangun oleh oleh para ulama melalui penalaran atau ijtihad dengan tetapberpengang pada semangat yang terdapat dalam syariat. Dengan demikian, jika syariat bersifat permanen, kekal dan abadi, fiqih atau hukum Islam bersifat temporer, dan dapat berubah. Tapi dalam praktiknya antara syariat dan fiqih sulit dibedakan.

Jadi, dapat diketahui bahwa fikih adalah produk dari sebuah mesin yang dinamakan ushul fikih. Fikih bersumber dari dalil-dalil yang rinci yaitu dari Al-Qur’an dan sunnah.

Model-model Penelitian Hukum Islam

Ada beberapa model penelitian yang dilakukan olehHarun Nasution, Noel J. Coulson dan Muhammad Atha Muzhar.

Model Harun Nasution

Melalui penelitiannya secara ringkas dan mendalam terhadap berbagai literatur tentang hukum Islam dengan menggunakan pendekatan sejarah. Ia telah berhasil mendeskripsikan struktur hukum Islam secara komprehensif, yaitu mulai dari kajian terhadap ayat-ayat hukum yang ada dalam Al-qur’an, latar belakang dan sejarah pertumbuhan dan perkembangan hukum Islam dari sejak zaman nabi sampai sekarang, lengkap dengan beberapa mazhab yang ada di dalamnya berikut sumber hukum yang digunakannya serta latar belakang timbulnya perbedaan pendapat.

Selanjutnya, Harun Nasution membagi perkembangan hukum Islam ke dalam 4 periode, yaitu periode nabi, periode sahabat, periode ijtihad, serta kemajuan dan periode taklid serta kemunduran.

Dari uraian tersebut terlihat bahwa model penelitian hukum Islam yang digunakan Harun Nasution adalah penelitian eksploratif, deskriptif, dengan menggunakan pendekatan kesejarahan. Interpretasi yang digunakan atas data-data historis tersebut selalu dikaitkan dengan konteks sejarahnya.

Model Noel J. Coulson

Noel J. Coulson menyajikan hasil penelitiannya di bidang hukum Islam dalam karyanya berjudul Hukum Islam dalam Perspektif Sejarah. Hasil penelitian itu dituangkan dalam tiga bagian, yaitu: (a) Hukum syariat; (b) Pemikiran dan praktek hukum Islam di abad pertengahan; dan (c) Hukum Islam di masa modern.

Menurut Coulson ada dua alasan prinsipil di bali keberagaman, yaitu sebagai berikut: (a) Lazim bahwa masing-masing qadi cenderung menerapkan aturan setempat yang tentu berbeda-beda antara satu daerah dan lainnya; dan (b) Wewenang hakim untuk memutus perkara sesuai dengan pendapatnya sendiri (ra’y) untuk maksud apapun tidak dibatasi.

Sehingga, dapat diketahui bahwa penelitian yang dilakukan Coulson menggunakan pendekatan historis lebih berhasil menggambarkan perjalanan hukum Islam dari sejak berdirinya hingga sekarang secara utuh.

Model Mohammad Atho Mudzar

Mohammad Atho Mudzar menulis disertasi yang berisi penelitian terhadap fatwa MUI tahun 1975-1988 yang berjudul Fatwas of The Council of Indonesian Ulama A Study of Islamic Legal Thought in Indonesia 1975-1988. Dalam penelitian ini, Atho Mudzar menggunakan uji teori atau uji asumsi (hipotesis) yang dibangun dari berbagai teori yang terdapat dalam ilmu sosiologi hukum.

Hasil penelitiannya terasa mengejutkan sebagian ulama fiqih tradisional. Hal ini dinilai akan menghilangkan unsur kesakralan atau kekudusan hukum Islam. Para ulama tradisional khawatir penelitian tersebut akan menempatkan hukum Islam sebagai sumber hukum sekuler yang dapat diubah seenaknya. Kesan demikian tidak mengherankan karena secara faktual hukum Islam atau fiqih yang selama ini dipelajari umat Islam bersifat ahistoris atau kehilangan konteks kesejarahannya. Para ulama pada umumnya tidak mengetahui berbagai faktor sosio kultural, politik, serta yang lainnya yang ikut serta mempengaruhi terbentuknya hukum tersebut.

Produk-produk hukum yang sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan sosial banyak terjadi masalah-masalah yagn berkaitan dengan kehidupan sosial, ekonomi, kriminalitas, masalah perkawinan, dan lain sebagainya.

Perkembangan Ilmu Fikih dan Ushul Fikih

Pengembangan teoritis-epistemologis

Ilmu ushul fikih merupakan metodologi terpenting yang ditemukan oleh dunia pemikiran Islam dan tidak dimiliki oleh umat lain. Oleh karena itu, Syeh Mustafa Abdur Raziq melontarkan pikiran bahwa ilmu ushul fikih merupakan bagian dari filsafat Islam. Alasannya, kalau ilmu kalam dan tasawuf dianggap sebagai dianggap sebagai bagian dari filsafat Islam, maka ilmu ushul fikih harus dianggap juga.

Ilmu ushul fikih yang ada selama ini telah dipandang oleh para pakarnya sebagai sistem tertutup yang sudah baku. Ilmu ushul fikih sunni aliran mutakallimin (bukan aliran hanafiyah), misalnya, selalu merujuk kepada 4 buah kitab induk mereka

Karena ilmu ushul fikih adalah ilmu yang terbuka, maka usaha pengembangan terhadapnya adalah syah, bahkan merupakan suatu keharusan. Upaya mencari paradigma baru berdasarkan realitas masyarakat saat ini, merupakan persoalan yang harus segera dijawab oleh para peminat studi hukum dan yurisprudensi Islam. Namun demikian, agar upaya pencarian itu tidak melenceng dari pilar-pilar dasar ilmu ushul fikih, maka terlebih dahulu ditelusuri substansi ushul fikih melalui penelusuran temuan-temuan mendasar dari ilmu ini pada masa lalu. Sedangkan, sustansi kajian ilmu ushul fikih adalah kaidah-kaidah atau metode pengambilan hukum.

Teori-teori yang bernaung dalam ushul fikih

Diantara teori yang bernaung dalam padigma tekstualisme yaitu: (a) Al-Qur’an; (b) Hadits; (c) Ijma’; (d) Qiyas; (e)‘Urf; (f) Syar’u man qoblana; (g) Sad az zari’ah; (h) Madzhab shahabat; dan (i) Al-istishhab.

Sedangkan teori yang bernaung dalam paradigma historis-ilmiyah adalah teori hudud. Teori hudud merupakan teori baru dalam hukum Islam yang memandang bahwa syariat Allah sesungguhnya hanyalah syariat yang berupa batas-batas (hudud) dan bukan syariat yang konkret (‘ayni).

Pengembangan praktis dan metodologis ilmu ushul fikih

Dua buah prinsip yang ditawarkan Feyerabend, yakni prinsip pengembangbiakan dan prinsip apa saja boleh (anything goes) sudah selayaknya dipergunakan untuk melakukan penelitian dalam wilayah ilmu ushul fikih. Prinsip pengembangbiakan bukan aturan metodologis melainkan suatu prinsip bahwa kamajuan ilmu pengetahuan tidak dapat dicapai dengan mingikuti metode atau teori tunggal..

Abuddin Nata,Metodologi Studi Islam, Cet.17, (Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2010), Hlm. 298.

Ibid., Hlm. 299.

Ibid., Hlm. 301.

Ibid., Hlm. 306.

Ibid., Hlm. 307.

Ibid., Hlm. 310.

Muhyar Fanani, Metodologi Studi Islam-Aplikasi Sosiologi Pengetahuan sebagai Cara Pandang, Cet. 1, (Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2008), Hlm. 157.

Ibid., Hlm. 160.

Ibid., Hlm. 172.

Ibid., Hlm 175.

Ibid., Hlm. 197.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun