SUMARDIN, 30, mendekap erat putra bungsunya Vigo, 6. Pelukannya seolah tak ingin dilepaskan. Matanya berkaca-kaca. Pandangannya menerawang. Ia mengingat bagaimana istri dan dua anaknya hampir saja tewas tertimbun longsor selama satu jam. Jika saja bantuan tidak segera datang, boleh jadi nasin istrinya, Marsalina, 27, bersama putri sulungnya Evi, 13, dan Vigo, sudah kehilangan nyawa. Bibirnya tak henti mengucap syukur. “Alhamdulillah , Ya Allah, engkau masih berikan kesempatan untuk berkumpul bersama keluargaku ini,” ucap Sumardi bergetar. Terbata-bata. Keluarga Sumardi adalah salah satu korban longsor di Battang, poros Palopo-Toraja yang selamat. (baca: Longsor Poros Palopo-Toraja Renggut Sembilan Nyawa )
Dia mengisahkan, dirinya tidak memiliki perasaan apapun sebelum peristiwa longsor yang menimpa keluarga dan tetangganya itu terjadi. Saat itu, hujan deras mengguyur, dirinya sedang terjaga di samping istrinya yang sudah lebih dulu terlelap. Sebenarnya, dia sudah akan tertidur, di saat dia tiba tiba mencium bau tanah yang menyengat. Dia merasakan firasat buruk, sepertinya akan terjadi longsor.
Bagi Sumardi, dan juga masyarakat di daerah tempat tinggalnya yang terkenal sebagai daerah yang langganan longsor itu, adanya bau tanah yang menyengat menjadi pertanda akan terjadi longsor. “Saya mencium bau tanah, saat itu saya langsung menduga kalau akan terjadi longsor, langsung saya bangunkan istri saya dan anak anak untuk waspada,” kisahnya. Dan benar saja, tak berselang waktu sejak dia membangunkan istrinya, tiba tiba terdengar suara gemuruh yang hebat. “Saya panik, dan sepertinya saya terlempar keluar rumah, suasana tiba tiba gelap gulita, istri dan anak saya entah sudah berada dimana,” ujar Sumardin.
Sumardin mengaku, pada saat kejadian dia dalam kondisi tetap sadar. Namun, dia merisaukan keberadaan keluarganya yang sudah tidak berada didekatnya. “Saya sempat mencari di sekeliling, rumah tempat tinggal saya sudah tidak terlihat lagi, semua sudah rata tertimbun tanah.”
Dengan bantuan warga, dia kemudian menggali tanah menimbun diatas rumahnya dengan berhadap agar keluarganya bisa diselamatkan. Sekitar sejam lamananya mereka menggali, hingga akhirnya terdengar suara tangisan Vigo dari dalam tanah. “Awalnya saya mengira suara tangisan itu hanya ilusi saya saja, ternyata suara itu adalah benar suara anak saya,” ungkapnya.
Setelah mencari sumber suara itu, akhirnya Sumardin beserta warga menemukan dimana tempat anaknya tertimbun. “Alhamdulillah, ternyata anak saya masih hidup,” katanya. Ternyata, Sumardin tergolong salah satu di antara korban yang beruntung. Terdapat empat rumah yang merupakan tetangganya yang tidak seberuntung dirinya. Dari empat rumah tetangganya itu terdapat enam orang yang tewas akibat longsor yang menerjang Kelurahan Battang Barat. (asdhar/asa)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H