Saya baru berulangtahun. Usia saya mencapai 30 tahun lebih sekarang. pertanyaan awal yang akan saya hadapi dari masyarakat adalah: Kapan menikah? dan saya hanya bisa menjawabnya dengan senyum manis.
Being single is not curse. Being single is choice. semua yang kita hadapi dalam hidup ini pilihan. Satu hal yang pasti yang saya ingin. Saya mau Bahagia. Dan kebahagiaan itu bukan orang lain yang menentukan tapi harus dari kita sendiri. Semua kebahagiaan berasal dari hati kita. Kamu yang menentukan kebahagiaan kamu.
Ada seorang teman saya. Sebut saja namanya Wulan. Dia berkulit hitam, gemuk tapi tetap percaya diri walau tau diri. Suatu hari ada seorang rekannya yang bercanda dengan Wulan, dia bilang ada tamu yang mencari wulan dengan ciri-ciri wanita gemuk & buruk rupa. Oooo... wanita mana yang tidak akan marah dengan lelucon seperti itu. Tapi ajaib: wulan tidak marah: dia tersenyum dan bilang "Itu saya!" dan sambil berjalan keluar menghampiri tamunya. Sekilas saya yakin saya masih bisa mendapati senyum mungil di bibirnya. Wulan membuka mata saya. Emosi itu juga pilihan. mau marah atau bahagia itu itu pilihan dan bukan berasal dari orang lain.
Walau menjadi Single adalah pilihan saya tapi kenapa saya tetap merasa terganggu dengan status itu? Pandangan masyarakat yang terkadang mengganggu saya. Usia seperti saya harusnya sudah memiliki suami atau malah anak. teman saya malah sudah menikah 2 kali. Teman lainnya malah sudah ada anak 3 orang.
Ini adalah pilihan hidup. Tidak berarti menjadi status single lalu kamu akan bahagia hanya saja saya belum menemukan pasangan yang tepat. Nah... beberapa kerabat saya bilang saya cih terlalu pemilih sehingga saya belum menikah... Loh kok saya merasa di pojokan? Saya hanya mau bahagia kok bukan memilih. Apakah keinginan saya terlalu berlebihan?
Bila saya mengikuti keinginan masyarakat untuk menikah dan lalu kemudian saya tidak bahagia lalu saya bercerai apakah saya harus menyalahkan masyarakat? bukankah itu kelakuan anak-anak yang menyalahkan orang lain. Kembali lagi: hidup itu pilihan dan masyarakat memang punya pemikirannya sendiri.
Kemarin siang saya menyempatkan waktu bercakap-cakap dengan tiga teman lama saya. Ketiganya sudah menikah dan dari raut wajah mereka, mereka bahagia walau pasti ada masalah dalam kehidupan mereka (saya pun juga pasti ada masalah). Dua teman saya sudah menikah 3 dan 4 tahun lamanya dan belum dikaruniai anak. seorang lagi sedang mengandung anak ke 2. Tiba-tiba seorang yang belum memiliki anak dengan emosi mengungkapkan kekesalannya pada pandangan masyarakat yang selalu menanyakan di dia "Kapan punya anak?". Masyarakat lagi yang menilai mereka. punya anak atau tidak apakah itu pilihan? Rasanya kalau satu ini bukan pilihan tapi suatu berkat dan karunia. Masalah merekia berbeda dengan saya walaupun kami dihadapkan dengan pandangan yang sama: masyarakat.
Setiap fase dalam hidup kita, masyarakat pasti ada pertanyaan. Ini sekadar basa basi atau kepoh? itu semua tergantung pemikiran dan pandangan kita. Ayo coba tetap berfikir positif: mereka perhatian sama kita tapi kehidupan kita, hanya kita yang menentukan.
Single or merit? itu adalah pilihan. Stop memikirkan apa yang dipikirkan masyarakat karna hidup untuk bahagia dan hanya kamu yang menentukan bukan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H