Beberapa waktu yang lalu dunia digemparkan dengan virus komputer ransomware wannacrypt. Gempar karena virus ini akan menyerang & menghapus data-data di komputer berbasis sistem operasi Windows yang sudah barang tentu akan "melumpuhkan" penggunanya.
Dilansir Reuters, peretas diduga menggunakan alat yang dimiliki oleh Lembaga Keamanan AS, National Security Agency (NSA). Peneliti yang bekerja sama dengan penyedia perangkat lunak, Avast, mengungkap bahwa peretasan ini berlangsung masif dan mampu mempengaruhi 57 ribu sistem operasi di 99 negara hingga Rusia, Ukraina, dan Taiwan. Virus ransomware mengenkripsi data di komputer yang kemudian menonaktifkan jaringan. Hal ini diikuti oleh permintaan tebusan sebesar 300 hingga 600 dolar AS.
Penjelasan secara sederhana, cara kerja virus ini adalah dengan menyerang sistem komputer yang menggunakan windows melalui jaringan internet, lalu setelah target terkena, virus akan langsung mengunci seluruh file yang ada di dalam komputer tersebut hingga tidak bisa lagi diakses oleh penggunanya. kecuali si empunya komputer yang menjadi korban bersedia untuk membayarkan uang tebusan sejumlah 300 hingga 600 dolar AS. Namun sampai tulisan ini dibuat, belum ada testimoni selanjutnya apakah korban yang sudah membayar tebusan benar-benar bisa kembali mendapatkan akses penuh pada komputernya seperti sedia kala atau tidak. Oleh sebab itu kesimpulannya tidak ada yang bisa menjamin apakah pembayaran tebusan akan menyelesaikan masalah.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara menghimbau untuk masyarakat atau instansi yang sudah terlanjur terkena virus ini agar tidak mengambil langkah untuk membayar tebusan, melainkan menghubungi hotline yang secara khusus sudah disediakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika, atau meminta bantuan kepada pihak-pihak yang ahli dalam bidang ini. Sedangkan bagi masyarakat yang belum terkena virus membahayakan ini, agar segera melakukan antisipasi dengan menggunakan langkah-langkah berikut berdasarkan himbauan yang dikeluarkan oleh ID-SIRTII (Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure).
1. Putuskan koneksi jaringan dengan cabut kabel data dan atau matikan koneksi WiFi.
2. Matikan macro dan SMB Service, aktifkan firewall block Port 139, 445, 3389.
3. Unduh tools dan security patch secara manual dari komputer lain, simpan di USB.
4. Install tools dan security patch yang sudah di-download ke komputer yang telah terjangkiti.
5. Jalankan full scan menggunakan anti virus dengan fitur total security yang update.
6. Lakukan backup data penting ke media lain yang aman dan bersih yang tidak terinfeksi.
7. Bila masih ada kesulitan dan membutuhkan bantuan dan langkah teknis detail, ID SIRTII siap membantu dengan menghubungi nomor telepon 02131925551, 02131935556. sementara untuk di luar jam kerja dapat menghubungi 08156179328.
Sampai sekarang pelaku penyebar virus ini masih belum terdeteksi siapa dan dari negara mana berasal. Berdasarkan berbagai pemberitaan di media masa, saya pribadi merasa bahwa Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika terkesan tidak punya solusi khususnya dari segi penindakan hukum selain langkah-langkah teknis sederhana yang sudah disebar melalui media sosial. Lalu untuk apa UU ITE?
Pertanyaan yang sangat menarik, karena perlu diketahui bahwa pada 23 November 2001 diselenggarakan Konvensi Budapest yang dipelopori oleh negara-negara Uni Eropa. Konvensi ini bertujuan untuk membuat kesepakatan atau perjanjian internasional dalam menangani kejahatan komputer dan internet dengan harmonisasi hukum nasional masing-masing negara, meningkatkan teknik investigasi dan kerja sama internasional antar negara.
Dalam konvensi itu, dunia internasional sepakat untuk mengkriminalkan pelaku akses ilegal, penyadapan ilegal, gangguan data, gangguan sistem, penyalahgunaan perangkat, pemalsuan yang berkaitan dengan komputer, penipuan yang berkaitan dengan komputer, pornografi anak, dan pelanggaran hak cipta.
Setelah Konvensi Budapest, banyak negara-negara termasuk Indonesia yang melakukan ratifikasi untuk diterapkan dalam hukum nasional. Di Indonesia, bukti ratifikasi dalam kasus ini dapat kita tinjau pada Pasal 32 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang merupakan hasil harmonisasi dengan Pasal 4 Konvensi Budapest.
Dengan fakta tersebut, maka bisa dikatakan bahwa Indonesia cukup punya kekuatan hukum untuk menjerat pelaku pembuat maupun penyebar virus ransomware wannacrypt. Kabar terakhir, Bareskrim POLRI masih dalam proses mengidentifikasi pelaku dan salah satu langkah yang ditempuh yaitu mengadakan kerja sama dengan FBI.
Tindakan hukum dari Pemerintah Republik Indonesia bisa mengindikasikan bahwa hasil Konvensi Budapest itu dilaksanakan sekaligus untuk membuktikan pasal-pasal yang terdapat dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik bukan pasal karet.
Upaya hukum yang dilakukan oleh aparat di Indonesia juga bisa ditunjukkan kepada masyarakat sebagai wujud bahwa otoritas dalam negeri tidak abai terhadap kasus ini. Hal tersebut perlu dilakukan karena serangan virus yang sempat melemahkan dua rumah sakit di Indonesia yaitu Dharmais dan Harapan Kita di Jakarta ini dianggap berpotensi untuk menggoyahkan stabilitas keamanan negara. Seperti pernyataan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Budi Gunawan yang menganggap serangan virus ini adalah ancaman baru untuk melemahkan negara.
Menurut hemat penulis, meskipun sampai saat ini belum diketahui secara pasti oleh pihak manapun tentang siapakah sebenarnya aktor utama dibalik serangan penyebaran virus yang menghebohkan dunia ini, kita semua perlu sangat waspada bahwasannya tindakan terorisme itu di zaman global ini ada peluang untuk beralih dengan menggunakan modus operandi serangan cyber atau dikenal dengan cyber crime.
Banyaknya penduduk di muka bumi, khususnya di Indonesia yang dalam kehidupan sehari-harinya selalu berorientasi pada penggunaan internet dan teknologi masa kini membuat semakin banyak celah yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku untuk melakukan teror baik ditujukan kepada lembaga, instansi, negara, atau bahkan perorangan jika sistem keamanan dan produk hukum tidak segera diperbaiki.
Serangan terror itu bisa berbagai macam bentuknya, mulai dari yang skala kecil seperti pembajakan terhadap website, akun email, akun media sosial, hingga yang cakupannya lebih besar misalnya pembajakan kartu kredit, rekening, informasi rahasia negara, dan lain sebagainya.
Kita pun sebagai pengguna komputer dan internet dalam kehidupan sehari-hari untuk keperluan pribadi atau kantor juga bisa membantu kerja pemerintah, seperti contoh dengan cara membiasakan diri untuk menggunakan sistem operasi windows original, dan selalu memperhatikan sistem keamanan device yang kita gunakan.
Menurut hemat saya, hikmah yang bisa diambil dari adanya serangan virus ini adalah, agar konsumen di Indonesia sekarang mulai membiasakan diri untuk lebih cerdas, agar tidak hanya perilaku konsumtifnya saja yang diunggulkan dengan kemampuan membeli suatu gadget atau barang elektronik namun selanjutnya tidak tahu atau masih awam seperti apa dan bagaimana cara memperlakukan dan merawat barang tersebut agar di kemudian hari tidak mudah rusak dan mengganggu produktifitas konsumen itu sendiri, terutama untuk barang elektronik yang digunakan bekerja sehari-hari.
Sumber Foto : https://regmedia.co.uk/2017/05/12/ransomware.jpg
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H