Aku pernah punya mimpi masuk dan berkuliah di PTN ternama Indonesia, baik itu di Jakarta atau di luar daerah lainnya, meski lebih merujuk kepada PTN di luar Jakarta. Memang, di dalam benak tak penah sekalipun terpikirkan akan berkuliah di kampus swasta karena aku sendiri berpikir akan  menunda masa kuliahku satu tahun ke depan.
Bersama rasa kecewa oleh pengumuman kelolosan hari itu, aku memilih untuk ikhtiar dan berdoa seraya mencoba lagi mendaftarkan diri pada universitas yang masih membuka penerimaan mahasiswa baru. Kali itu aku turut menyertakan salah satu kampus swasta yang beberapakali diboyong Ibu ketika kami berdiskusi soal kelanjutan studiku.
Universitas Al-Azhar Indonesia. Beliau hanya merekomendasikan satu kampus itu padaku. Dan entah mengapa, tanpa pikir panjang aku mendaftarkan diri ke sana. Kebetulan, gelombang pendaftaran beasiswa juga dibuka. Bismillah dan doa-doa Kembali kupanjat meski tidak lagi menaruh harap yang berlebihan, aku masih takut terhadap tolakan, masih terbawa perasaan ketika pengumuman PTN.
Ah, aku ingat, aku dan kedua orang tuaku pernah satu kali pergi ke komplek universitas itu, mengikuti satu kajian seorang ustad di Aula Buya Hamka, Masjid Agung Al-Azhar. Pada saat-saat penutupan, kami para jamaat diberikan satu kertas sumbangan di mana siapapun boleh menulis hajatnya di sana. Dan harapanku masih tetap ingin berkuliah di lingkungan terbaik dan menjagaku.
Memang, manusia adalah seruntut-runtutnya pembuat rencana, tapi Allah tahu jalan terbaik untuk hambanya meski alurnya tak sejalan dengan apa yang ada di pikiran manusia. Allah tahu yang terbaik, tahu di mana seharusnya aku menimba ilmu selagi mencari fatwa tentang agama.
Aku tak pernah sama sekali berandai-andai bagaimana berkuliah di kampus itu, berkuliah di Universitas Swasta Islam Terbaik Jakarta. Tidak pernah. Fokusku hanya tentang bagaimana di usia muda bisa hidup mandiri dengan merantau ke daerah orang.
Pengumuman kelolosan tiba. Lagi-lagi aku tak pernah menyangka akan menjadi salah satu orang yang lolos setelah panjangnya tes dan wawancara. Allah mengambil alih rute hidup yang aku susun dan terencana, betul-betul berbeda dari runtutan yang aku tulis di atas kertas.
Hingga hari di mana masa orientasi mahasiswa tiba, sudah pagi meski langit masih abu-abu dan matahari baru muncul dari perduannya, aku berjalan menuju halte Bus Transjakarta dan membelah Ibu Kota. Rumahku di Jakarta Utara dan Universitas Al-Azhar Indonesia terletak jauh di Jakarta Selatan sana. Itu adalah awal mula dari musim baru di hidupku, bab baru dalam cerita menimba ilmuku.
Menjadi awal rasa lelahku pula setelah sekian lama mendekam dan terpenjara oleh pandemi. Aku bertemu dengan orang-orang yang kedepannya menjadi teman terbaik dan saling merangkul. Aku mendapat ilmu-ilmu luar biasa dari pengajar terbaik di kampus itu. aku memperoleh banyak sekali kenangan dan pelajaran indah selama terbiasa berbolak-balik pergi ke sana.
Meski kampus ini bukan tujuan utama dan sama sekali tak pernah terpikikan akan mengukir kenangan di sana, tapi aku tahu Allah selalu memberikan jawaban baik yang sudah pasti aku syukuri, termasuk kesempatan mencari ilmu di sana.
Masih, dan tetap berterimakasih atas semua jalan yang dipilih tuhan untukku.