Mohon tunggu...
Luthfiya Ulya
Luthfiya Ulya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi/21104080061/PGMI

Anak Rantau

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal

Dua Suku Adat Papua Datang ke Jakarta Tidak untuk Bertamasya, Melainkan Mencari Keadilan

3 Juni 2024   08:21 Diperbarui: 3 Juni 2024   08:40 613
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster All Eyes on Papua (X/@Convomfs)

Senin, 27 Mei 2024, masyarakat adat Suku Awyu dan Suku Moi Sigin Papua mengadakan demo di depan gedung Mahkamah Agung (MA) di Jakarta Pusat. Kedatangan mereka jauh-jauh ke Jakarta, menghabiskan biaya jutaan bertujuan tidak untuk bertamasya melainkan untuk memperjuangkan hutan adat yang mereka tinggali. Aksi mereka dikuatkan dengan solidaritas dari kelompok mahasiswa Papua dan sejumlah organisasi masyarakat sipil.

"Kami datang menempuh jarak yang jauh, rumit, dan mahal dari tanah Papua ke ibu kota Jakarta untuk meminta Mahkamah Agung memulihkan hak-hak kami yang dirampas dengan membatalkan izin perusahaan sawit yang kini tengah kami lawan ini," kata Hendrikus Woro, pejuang lingkungan hidup dari Suku Awyu.

Hendrikus Woro mengungkap gugatan diajukan kepada Pemerintah Provinsi Papua karena mengeluarkan izin kelayakan lingkungan hidup untuk PT. Indo Asiana Lestari dan PT. Sorong Agro Sawitindo. Perusahaan itu mengantongi izin lingkungan seluas 36.094 hektare, atau lebih dari setengah luas DKI Jakarta, dan berada di hutan adat marga Woro--bagian dari suku Awyu.

Provinsi Papua memiliki luas sekitar 81.049,30 km2, dengan potensi sumber daya alam yang bernilai ekonomis dan strategis, dan telah mendorong bangsa-bangsa asing untuk menguasai pulau Papua. Indahnya alam Papua ternyata membuat para penguasa negeri buta akan kemanusiaan dan haus kekayaan.

Bisa dibayangkan jika hutan adat seluas 36.094 hektare yang mereka tinggali selama ini akan berubah menjadi kebun kelapa sawit? Dimana masyarakat adat Papua akan tinggal? Padahal bagi masyarakat adat di Papua, hutan adalah tempat mereka hidup. Segala kebutuhan mereka, seperti pangan, air, hingga obat-obatan, semua ada di hutan. Hutan tersebut juga menjadi habitat bagi flora dan fauna endemik Papua serta menjadi penyimpan cadangan karbon dalam jumlah besar.

Masyarakat adat Papua sudah lama merasa tersiksa dengan adanya rencana pembangunan perkebunan kelapa sawit. Ketakutan dan kegelisahan mereka, serta keadilan mereka harus diperhatikan dan diperjuangkan. Saat ini gugatan sampai tahap kasasi di Mahkamah Agung. Masyarakat adat suku Awyu dan suku Moi berharap Mahkamah Agung menjatuhkan putusan hukum yang melindungi hutan adat mereka.

Netizen Indonesia berdiri bersama pejuang lingkungan hidup dari suku Papua dengan tagar All Eyes on Papua. Apakah para petinggi negara benar menerapkan nilai Pancasila? Atau mereka tetap haus harta dan buta mata? Mari kita bantu saudara kita mendapatkan keadilan dengan #AllEyesonPapua #LindungiHutanPapua

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun