Mohon tunggu...
Luthfiyah Nurlaela
Luthfiyah Nurlaela Mohon Tunggu... -

Pendidik di Universitas Negeri Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kabar Duka dari MDB (1) Kapal Tenggelam

1 April 2015   19:34 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:40 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kami berduka lagi. Setelah kehilangan mahasiswa PPG, Syahru Romadoan, pada 14 Maret 2015 yang lalu, pagi ini, saya dikejutkan oleh kabar duka yang disampaikan Pak Rahman melalui telepon. Waktu menunjukkan pukul 05.30, masih sepi, namun saya seperti mendengar petir di siang bolong begitu Pak Rahman menyampaikan, ada peserta SM-3T Unesa yang bertugas di Maluku Barat Daya (MBD), tenggelam.

"Katanya kapalnya semalam tenggelam, Bu. Anak kita ada dua, Renzi dan Is. Renzi sudah ditemukan, dalam keadaan luka-luka. Is sampai hari ini belum ditemukan."

Saya nratap. Jantung saya berdebar-debar kencang. Tangan dan kaki saya terasa nggreweli. Saya masih sempat berharap, ini hanya kabar burung saja.

"Bapak dengar kabar dari siapa?"
"Dari Wahyu yang bertugas di Tiakur."

Saya baru saja bertelepon dengan Wahyu kemarin siang. Juga dengan kepala dinas pendidikan MBD. Wahyu Puspita Ningtyas, adalah satu-satunya peserta SM-3T yang bertugas di MBD yang di tempatnya ada sinyal. Selebihnya, sembilan belas peserta yang lain, berada di wilayah yang tidak ada sinyalnya.

Tak berpikir panjang, saya langsung menelepon Wahyu. Dan saya semakin syok mendengar suaranya yang sudah tidak jelas karena berbaur dengan tangisannya yang pecah berantakan.

"Semalam, Ibu....sekitar jam sepuluh, Mas Is dan Renzi, naik kapal bodi, mau ke Kapal besar, tapi kapal bodinya tenggelam diterjang ombak. Renzi sudah ditemukan, tapi Mas Is sampai sekarang belum, Ibu... Ini saya di Ratelda, Ibu, saya standby di sini untuk memantau perkembangannya...." Suara Wahyu terputus-putus, sesenggukan, meraung-raung panik. Saya berusaha menenangkannya, meski air mata saya sendiri tumpah tak terbendung.

Di sebagian besar pulau di MBD, kapal besar, yang sebagian besar adalah kapal perintis, juga kapal feri, tidak bisa merapat karena tidak ada pelabuhannya. Masyarakat yang akan mendekat ke kapal besar, harus naik kapal kecil, mereka menyebutnya kapal bodi, menuju ke arah tengah laut, di tempat kapal besar itu berhenti. Sekedar menitip sesuatu atau mengambil sesuatu dari kapal, atau mau menumpang kapal ke tujuan tertentu, laut harus diarungi dulu.

Saya berusaha menelepon kepala dinas, tak berhasil. Lantas saya menelepon Pak Sulaiman dan Bu Yanti, mengabarkan musibah tersebut. Menghubungi semua tim ahli dan staf PPPG. Meminta mereka semua menyiapkan berbagai hal yang mungkin diperlukan. Alamat Mohamad Isnaeni-- nama peserta yang tenggelam itu--data asal LPTK-nya,  nomor kontak keluarga, dan juga bersiap untuk kemungkinan terburuk.

***

Pagi ini tiba-tiba saja dunia saya terasa penuh kabut. Kesedihan seperti tak tertahankan. Saya menangis sepuasnya demi mengurangi beban yang menyesak. Sungguh, dalam kondisi seperti ini, saya benar-benar 'hanya seorang ibu'. Meski sudah memperhitungkan kemungkinan seperti ini bisa terjadi, sebagaimana musibah yang dialami oleh dua peserta SM-3T dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang tenggelam di Aceh sekitar dua tahun yang lalu, namun saya tak membayangkan musibah ini akan menimpa kami juga. Sambil manahan tangis, saya menelepon Wahyu lagi.
"Wahyu, apakah Isnaeni tidak mengenakan pelampung?"
Di sela-sela tangisnya yang masih belum reda, Wahyu menjawab. "Tidak, Ibu.....teman-teman sering tidak pakai pelampung sekarang ini, Ibu...."
"Baik, terima kasih." Saya tidak berkata-kata lagi. Hari ini adalah hari naasnya Isnaeni. Bahwa kebetulan dia tidak mengenakan pelampung saat menumpang kapal kecil itu, ini hanyalah sebuah kebetulan. Saya tidak ingin menyesali, kenapa dia tidak memakai pelampung, meskipun sebenarnya, pelampung sudah kami sediakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun