Mohon tunggu...
Luthfi Wildani
Luthfi Wildani Mohon Tunggu... Penulis - Pecinta Hikmah dan Kebenaran

I'm Just The Ordinary Man and Thirsty Knowledge

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Budaya Latah

14 Januari 2015   15:59 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:10 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Dewasa ini, kita telah memasuki era digital dan informasi, dimana dunia ini tidak lagi seluas yang kita bayangkan, tapi sudah sesempit daun kelor. Dalam sekejap kita sudah bisa mengobok-obok dunia dan seisinya. Tak pelak, fenomena media sosial dan dunia maya pun telah menyita banyak waktu dari aktivitas keseharian kita. Rasanya kehidupan kita sekarang ini tidak boleh lepas dari kedua hal tersebut. Berjam-jam kita habiskan untuk bisa bermain dan menyelam kedalam ‘keindahan’ media sosial dan dunia maya. Dan kadang kita sampai lupa segalanya; bahkan kebutuhan perut kita pun seolah tergadaikan olehnya. Ya, kedua hal tersebut sudah menjadi kebutuhan primer kita sehari-hari, sampai-sampai mengalahkan kebutuhan makan kita.

Media sosial dan dunia maya bisa dikategorikan sebagai pisau yang bermata dua. Tak jarang atau bisa dikatakan sering media sosial dan dunia maya dijadikan ajang untuk hal-hal yang bersifat culas, curang, licik, kebohongan, dan sederet tindakan tercela lainnya hanya untuk meraup keuntungan pribadi maupun demi keuntungan kelompok dan golongannya. Mereka yang berlaku demikian biasanya memanfaatkan follower untuk bisa melicinkan dan memuluskan aksinya tersebut. Namun banyak juga yang memanfaatkannya untuk kebaikan dan segudang tindakan terpuji lainnya.

Maka di zaman modern seperti inilah sebuah informasi akan cepat kita dapat seperti kita membalikkan telapak tangan. Bahkan saking mudahnya kita mendapatkan informasi tersebut, kita lupa akan sebuah etika dan adab dalam menyaring dan memfilter sebuah informasi yang kita dapatkan. Sehingga kita bisa memilah dan memilih serta menyebarkannya kepada orang lain dan khalayak luas tanpa ada  ‘dosa jariyah’ yang membebani kita. Kenapa bisa dikatakan sebagai ‘dosa jariyah’? disebabkan karena kita telah membagikan dan menyebarkan sebuah informasi yang belum jelas asal usulnya dan sumbernya. Dan informasi tersebut juga terlanjur dibaca orang serta dibagikan lagi kepada orang lain. Maka dari sinilah awal mula budaya latah yang tidak didasari dengan pengetahuan yang memadai.

Budaya latah  memang sedang menjangkiti para netizen (penduduk dunia maya) saat ini. Merupakan sebuah ironi dan paradoks, disaat kita dengan mudahnya mengakses informasi, begitupun dengan mudahnya kita menyebarkan sebuah berita yang bermuatan kebohongan dan validitasnya masih perlu dipertanyakan. Atau dalam bahasa kekinian disebut sebagai berita hoax (bohong).

Fakta menunjukkan bahwa pengguna media sosial dan dunia maya saat ini merupakan lintas usia, lintas gender, lintas pendidikan dan lintas generasi. Mulai dari anak-anak, tua, muda, pria, wanita, orang awam, orang berpendidikan dan lain sebagainya. Semuanya menggunakan media sosial dan dunia maya dengan alasan yang beragam. Salah satu alasan yang sering dimunculkan adalah biar tidak gaptek (gagap teknologi).

Pada kesempatan kali ini, penulis ingin menyodorkan salah satu fakta di lapangan yang penulis amati sendiri terkait dengan fenomena budaya latah. Beberapa tempo silam beredar foto bahwa Cut Nyak Dien (Pahlawan Nasional dari tanah Rencong) aslinya memakai jilbab, dan selama ini kata mereka kita dibodohi oleh penjajah Belanda lewat instrumen buku sejarah yang beredar di sekolah-sekolah bahwa Cut Nyak Dien tidak berjilbab. Padahal beliau merupakan Pahlawan muslimah dari Aceh yang dengan gigihnya melawan penjajah waktu itu. Dan anehnya, yang menyebarkan foto tersebut adalah media-media yang mengaku sebagai ‘media Islam’ dan banyak juga kaum berpendidikan dan terpelajar ikut hanyut dalam penyebaran itu. Apalagi orang awam, jangan ditanya lagi. Yang jelas foto itu tidak ada sumber dan referensi yang jelas yang diduga Cut Nyak Dien memakai jilbab tersebut.

Ketika penulis menemukan klarifikasi dari foto Cut Nyak Dien tersebut. Ternyata memang bukan foto Cut Nyak Dien yang memakai jilbab. Melainkan foto istri dari Panglima Polim yang diambil pada tahun 1903, Vrouw Van Teukoe Panglima Polim te Sigli (lihat media-kitlv.nl). Sementara menurut laman tersebut, foto asli Cut Nyak Dien adalah istri dari Teuku Umar yang diambil pada tahun 1905, Vrouw Van Teukoe Oemar. Dan Makam Cut Nyak Dien yang berada di Sumedang pun terdapat foto beliau tanpa memakai jilbab dan rambutnya pun bersanggul khas Aceh.

Dalam hal ini penulis tidak ingin melebar jauh membahas jilbab. Tapi Penulis hanya ingin menekankan urgensi tabayun (klarifikasi) terhadap suatu masalah tertentu yang memang sumber dan referensinya masih absurd dan terkesan hanya pake ilmu cocoklogi (mencocok-cocokkan). Apalagi kita seorang muslim yang menjunjung tinggi etika dan adab dalam menyaring serta memfilter sebuah informasi, lebih-lebih menyebarkan dan membagikannya kepada orang lain dan khalayak luas. Bukankah Allah swt dalam surat Al-Hujurat 6 telah mewanti-wanti kita untuk selalu tabayun kepada suatu berita yang datang kepada kita, terlebih jika berita itu datangnya dari orang fasik. Dalam kitab Tafsir Jalalain disebutkan, asbabun nuzul ayat tersebut terkait dengan seorang Sahabat dan utusan Rasul saw bernama Walid bin Uqbah. Bagaimana dengan keadaan umat sekarang, jika Sahabat dan utusan Rasul pun diberikan predikat oleh Allah sebagai orang fasik?

Melakukan tabayun atas suatu berita pada era informasi seperti ini adalah sebuah keniscayaan. Apalagi berita-berita tersebut muncul dari media yang jelas-jelas memusuhi Islam dan selalu menyudutkan Islam. Begitupun media-media yang mengaku sebagai ‘media Islam’ juga harus dilakukan tabayun jika media tersebut terlalu ‘lebay’ dalam memberitakan dan selalu menebar kebencian serta mengandung SARA. Karena media-media tersebut sudah melanggar kode etik jurnalistik.

Pada akhirnya, marilah kita selalu waspada dan hati-hati terhadap penyebaran berita yang sumber dan asal usulnya masih belum jelas dan cenderung hoax. Mari kita kedepankan dan selalu dahulukan tabayun kepada informasi yang datang kepada kita, apalagi berita tersebut menyangkut hal ihwal saudara muslim kita sendiri yang harus kita jaga kehormatannya dan darahnya. Supaya kita tidak terjebak dalam ‘dosa jariyah’ dan mempergunjingkan masalah yang masih samar dan tidak jelas sumbernya. Lebih baik kita diam dan cukup tampung saja berita yang sampai kepada kita jika memang itu belum fix dan clear daripada kita menyebarkan berita tersebut kepada orang lain, padahal kita sendiripun tidak tahu asal usulnya. Marilah kita sedikit merenungkan hadits Rasulullah saw terkait dengan permasalahan ini, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (HR. Muttafaq ‘alaih). Wallahul Musta’an

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun