Mohon tunggu...
Luthfi SN
Luthfi SN Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Untuk tugas

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tantangan Regulasi Komunikasi Digital dalam Kampanye Pilpres di Media Sosial

9 Februari 2024   21:58 Diperbarui: 9 Februari 2024   22:01 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Luthfi SN, Mahasiswa Prodi Komunikasi PJJ Universitas Siber Asia

Kampanye pemilihan presiden Indonesia banyak dipengaruhi oleh media sosial. Media sosial menjadi tempat yang lebih populer untuk kampanye politik, khususnya bagi politisi dan partai politik. Sebagian besar pengguna internet di Indonesia, yang merupakan generasi milenial dan generasi Z yang paham teknologi informasi, patut disalahkan atas hal ini. Kampanye media sosial menawarkan interaksi langsung antara politisi dan pemilih, serta cara yang lebih murah dan mudah untuk menghubungi pemilih.

 Namun, kampanye media sosial juga mempunyai bahaya tambahan, seperti penyebaran materi palsu, misinformasi, dan hoaks. Oleh karena itu, sangat penting untuk mengambil tindakan untuk menghentikan kemunculan hoaks, misinformasi, dan konten jahat di dunia maya sehingga informasi yang diberikan tidak hanya menggugah rasa belas kasihan pemilih namun juga menjunjung tinggi prinsip moral yang menjadi pendidikan politik bagi masyarakat dan tidak melanggar hukum.

Terpilihnya presiden Indonesia sangat dipengaruhi oleh penggunaan media sosial sebagai forum kampanye. Di Indonesia, generasi milenial dan Gen Z merupakan mayoritas pengguna internet; 32% pengguna media sosial berusia antara 18 dan 24 tahun dan 30,6% berusia antara 25 dan 34 tahun. Di Asia Pasifik, Indonesia berada di peringkat ketiga di belakang Tiongkok. Di Indonesia ada sekitar 191,4 juta pengguna media sosial aktif per Februari 2022. Dengan penguasaan pasar sebesar 55,56%, Facebook menjadi platform terbesar di Indonesia, disusul YouTube (35,01%) dan Instagram (5,29%).

Dengan maraknya platform media sosial seperti Facebook, Instagram, dan TikTok dalam beberapa tahun terakhir, media sosial telah menjadi pusat perhatian masyarakat Indonesia. Namun, ada bahaya yang terkait dengan penggunaan media sosial untuk kampanye politik, termasuk penyebaran informasi palsu dan hoaks. Oleh karena itu, penting untuk mengambil tindakan untuk menghentikan penyebaran konten tersebut secara online dan untuk memastikan bahwa informasi yang diberikan berfungsi untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang politik dan memenangkan pemilih sambil tetap mematuhi hukum.

Saat ini terdapat sedikit pembatasan pada kampanye media sosial di Indonesia untuk pemilihan umum presiden dan wakil presiden (Pilpres). Menurut Komisi Pemilihan Umum (KPU), setiap kandidat hanya diperbolehkan memiliki satu akun media sosial untuk berkampanye, namun pihak di luar tim kampanye bebas menyebarkan informasi kampanye. Meskipun pemantauan kampanye di media sosial merupakan tantangan bagi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), penegakan hukum juga melibatkan aparat penegak hukum dan entitas afiliasinya. Kode etik kampanye yang menyatukan peserta pemilu dan platform media sosial sangatlah penting, terutama mengingat maraknya serangan berani seperti intimidasi, kefanatikan, dan misinformasi. Kampanye media sosial memiliki beberapa manfaat, antara lain jangkauan yang luas, biaya yang lebih rendah, dan kemudahan akses.

Masih ada sejumlah permasalahan yang harus diselesaikan dalam konteks undang-undang kampanye media sosial, termasuk penyebaran ujaran kebencian, hoaks, dan misinformasi. Mengingat prevalensi serangan online termasuk ujaran kebencian, misinformasi, dan intimidasi,  perlunya kode etik kampanye di media sosial yang menyatukan pemilih dan platform media sosial. 

Hasil penelitian  menunjukkan adanya ambiguitas seputar konteks pelanggaran kampanye di media sosial, perbedaan antara KPU dan Bawaslu dalam penjelasan mengenai pengaturan kampanye, dan tidak memadainya undang-undang terkait kampanye online, semuanya mendukung hal ini. Oleh karena itu, untuk mengatasi kendala tersebut, perlu diatur peraturan kampanye di media sosial, termasuk penerapan kode etik kampanye yang mengikat kandidat dan platform media sosial. Instansi terkait, masyarakat sipil, dan pemangku kepentingan juga harus bekerja sama.

Kampanye media sosial memberikan beberapa manfaat dibandingkan kampanye tradisional, termasuk akses yang lebih mudah, komunikasi yang lebih langsung, dan biaya yang relatif lebih rendah. Namun hal ini juga menciptakan banyak ruang bagi penyebaran informasi yang salah, intoleransi, dan kebohongan. Untuk mengatasi masalah ini, penegakan hukum dan pemantauan kampanye media sosial sangatlah penting, dan diperlukan kolaborasi antara platform media sosial, aparat penegak hukum, dan otoritas pengawas. 

Calon pemilih dapat dengan mudah menggunakan media sosial, dan para kandidat dapat berinteraksi langsung dengan masyarakat dan juga mengeluarkan biaya kampanye yang relatif lebih rendah. Untuk menghentikan penyebaran informasi yang salah, kebencian, dan hoaks, kampanye media sosial harus diorganisir. Untuk mengatasi masalah ini, penegak hukum, situs media sosial, dan badan pengatur harus bekerja sama.

Kebebasan berpendapat dan persaingan antara media sosial dan media tradisional sangat dipengaruhi oleh regulasi komunikasi digital dalam kampanye pemilu presiden di media sosial. Regulasi yang berlebihan dapat menyebabkan sensor yang berlebihan dan membahayakan hak kebebasan berpendapat. Selain itu, kebijakan yang tidak adil dan tidak jelas dapat membahayakan keberadaan media arus utama, yang sudah terancam oleh persaingan yang ketat dari media sosial. Namun, mengatur penggunaan media sosial dengan tepat dapat mencegah terjadinya perilaku negatif atau abnormal dan melindungi generasi milenial dari aktivitas ilegal. Oleh karena itu, peraturan diperlukan untuk mengatur koeksistensi media baru dan lama, yang saling bergantung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun