Mohon tunggu...
luthfi mutaali
luthfi mutaali Mohon Tunggu... Dosen - pembelajar/peneliti/konsultan

saya meminati bidang pembangunan wilayah, tata ruang, ekonomi regional dan perencanaan lingkungan hidup

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menimbang Pemberian IJIN USAHA PERTAMBANGAN (IUP) untuk Kampus

27 Januari 2025   07:13 Diperbarui: 27 Januari 2025   07:13 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://images.app.goo.gl/KpbE8CKubGZoNEJa9

Pemerintah Indonesia menggulirkan wacana "kontroversial" pemberian Izin Usaha Pertambangan (IUP) kepada kampus-kampus sebagai salah satu cara untuk mendukung sektor pendidikan dan mendorong kemandirian finansial institusi pendidikan tinggi. Namun, kebijakan ini memunculkan perdebatan yang cukup tajam, khususnya mengenai relevansi, kesiapan, dan risiko yang dapat timbul. Berdasarkan berbagai argumen, kebijakan ini dinilai tidak hanya kurang efektif tetapi juga berpotensi mengalihkan fokus utama kampus dari misi pendidikan dan riset, sehingga sebaiknya STOP wacana ini. Ada beberapa alasan utama mengapa kebijakan ini perlu dikaji ulang.

Mengelola bisnis pertambangan merupakan aktivitas yang jauh berbeda dari fungsi utama kampus. Kampus memiliki kompetensi dalam mengajarkan teori, melakukan penelitian, dan menghasilkan lulusan di bidang pertambangan, tetapi mereka tidak dirancang untuk menjadi pelaku bisnis yang berisiko tinggi. Sebagai contoh, laporan dari PricewaterhouseCoopers (2022) menunjukkan bahwa sektor pertambangan memiliki risiko gagal yang signifikan, termasuk fluktuasi harga komoditas global, tingginya biaya eksplorasi, dan tantangan dalam mitigasi dampak lingkungan. Dengan modal finansial yang terbatas, kampus di Indonesia tidak memiliki kapasitas yang memadai untuk menghadapi tantangan ini. Ketergantungan pada modal pihak ketiga akan mengubah kampus menjadi "institusi pemburu rente," yang hanya mendapatkan keuntungan kecil tanpa kendali penuh terhadap operasional tambang (Santoso, 2022).

Selain itu, industri pertambangan, meskipun strategis, memiliki nilai tambah ekonomi yang relatif rendah dibandingkan sektor hilir atau teknologi. Sebagian besar hasil tambang Indonesia diekspor dalam bentuk mentah tanpa proses pengolahan lanjutan. Menurut laporan Global Mining Outlook (2023), hanya sekitar 20% produk tambang Indonesia yang diproses lebih lanjut sebelum diekspor. Dengan demikian, keterlibatan kampus dalam aktivitas industri hulu ini justru tidak sejalan dengan potensi besar mereka untuk berkontribusi pada sektor hilir melalui riset dan inovasi. Di negara-negara maju, kampus seperti Massachusetts Institute of Technology (MIT) menghasilkan pendapatan yang signifikan dari paten teknologi yang dijual ke industri, tanpa harus terlibat langsung dalam operasional sektor tersebut (Lester, 2019).

Aspek tata kelola juga menjadi tantangan besar dalam pengelolaan tambang. Prosedur internasional dalam pemberian izin dan pengelolaan tambang menuntut proses yang sangat terstruktur, mulai dari survei eksplorasi hingga lelang terbuka yang sering kali diselenggarakan di luar negeri, seperti di London (Jenkins & Mitchell, 2021). Proses ini melibatkan evaluasi risiko sosial, politik, dan lingkungan oleh tim lintas disiplin, yang mencakup pakar geologi, ekonomi, hingga sosial budaya. Kampus di Indonesia, dengan keterbatasan sumber daya, hampir pasti tidak mampu memenuhi prosedur yang sangat ketat ini. Kasus lumpur Lapindo di Sidoarjo adalah contoh nyata bagaimana pelanggaran prosedur standar dapat berujung pada bencana besar yang berdampak panjang bagi masyarakat dan keuangan negara. Tidak adanya mekanisme asuransi yang memadai membuat kerugian ditanggung oleh APBN, dan rakyat Indonesia menjadi pihak yang paling dirugikan (Suryo, 2017).

Memaksakan kampus untuk terlibat dalam sektor yang tidak sesuai dengan kapasitasnya justru akan mengaburkan peran strategis mereka sebagai pusat pendidikan dan riset. Berdasarkan data dari Global Innovation Index (2023), Indonesia masih tertinggal di bidang inovasi, bahkan di kawasan Asia Tenggara. Daripada beralih ke bisnis tambang, kampus seharusnya diarahkan untuk memperkuat kontribusinya dalam menghasilkan riset berkualitas tinggi dan inovasi yang relevan dengan kebutuhan industri. Misalnya, kampus dapat mengembangkan teknologi pertambangan yang lebih ramah lingkungan atau metode eksplorasi yang lebih efisien, yang kemudian dapat dilisensikan kepada perusahaan tambang.

Untuk mengatasi masalah ini, solusi yang lebih berkelanjutan dapat diusulkan. Pertama, pemerintah sebaiknya mendorong kampus untuk fokus pada pengembangan riset dan inovasi yang relevan dengan sektor tambang. Dengan memberikan hibah riset yang kompetitif, kampus dapat menciptakan teknologi baru yang mendukung efisiensi dan keberlanjutan industri pertambangan. Pendekatan ini telah berhasil diadopsi oleh negara-negara maju, di mana kampus menjadi mitra strategis sektor industri tanpa harus menjadi pelaku bisnis secara langsung (Lester, 2019).

Kedua, pemerintah perlu membangun ekosistem pendidikan vokasi yang lebih kuat, yang dirancang untuk mencetak tenaga kerja berkualitas di sektor pertambangan. Program ini akan memberikan kontribusi nyata terhadap kebutuhan industri tanpa membebani kampus dengan risiko bisnis. Ketiga, regulasi yang jelas mengenai peran kampus di sektor industri perlu dirumuskan untuk memastikan bahwa setiap bentuk kerja sama antara kampus dan industri tetap berorientasi pada tujuan jangka panjang, yaitu pembangunan sumber daya manusia dan penguatan inovasi nasional.

Pemberian IUP kepada kampus bukanlah kebijakan yang tepat untuk meningkatkan kontribusi mereka terhadap pembangunan nasional. Sebaliknya, kebijakan ini dapat membawa lebih banyak risiko dan mengalihkan fokus kampus dari misi utamanya. Dengan mendorong kampus untuk fokus pada riset dan inovasi, pemerintah dapat menciptakan sinergi yang lebih berkelanjutan antara sektor pendidikan dan industri, sekaligus memperkuat daya saing nasional dalam jangka panjang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun