Mohon tunggu...
luthfi mutaali
luthfi mutaali Mohon Tunggu... Dosen - pembelajar/peneliti/konsultan

saya meminati bidang pembangunan wilayah, tata ruang, ekonomi regional dan perencanaan lingkungan hidup

Selanjutnya

Tutup

Analisis

RISET DINAMIKA GARIS PANTAI, Metode dan Solusi Kasus Pemagaran Laut

21 Januari 2025   13:20 Diperbarui: 21 Januari 2025   13:20 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber https://images.app.goo.gl/aehNJQdHvbk6dLiY8

Perubahan garis pantai di Indonesia, terutama di kawasan pesisir utara Jawa, merupakan isu yang kompleks namun mendesak untuk diselesaikan. Kasus pagar laut di Kabupaten Tangerang, Banten, menjadi pengingat bahwa dinamika garis pantai memiliki dampak besar terhadap legalitas kepemilikan tanah di wilayah pesisir. Investigasi yang dilakukan Kementerian ATR/BPN dengan menggandeng Badan Informasi Geospasial (BIG) untuk membandingkan data historis dan kondisi terkini garis pantai merupakan langkah awal yang sangat penting. Hal ini menegaskan bahwa riset berbasis ilmiah tentang dinamika garis pantai adalah solusi awal yang tidak dapat diabaikan.

Garis pantai merupakan batas dinamis antara daratan dan laut, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor alamiah seperti abrasi, sedimentasi, perubahan pasang surut, dan kenaikan muka air laut, serta faktor buatan seperti reklamasi dan pembangunan infrastruktur. Penelitian menunjukkan bahwa pesisir utara Jawa, termasuk wilayah Jakarta dan Banten, menghadapi tekanan berat akibat aktivitas manusia yang intensif dan dampak perubahan iklim. Penurunan muka tanah (land subsidence) di Jakarta, misalnya, telah mempercepat intrusi air laut, mengubah posisi garis pantai secara signifikan dalam beberapa dekade terakhir (Abidin et al., 2011). Hal serupa terjadi di Banten, di mana aktivitas reklamasi dan pengembangan kawasan pesisir telah menambah kompleksitas dalam menentukan batas daratan dan laut.

Kasus Tangerang menyoroti betapa pentingnya penelitian yang mendalam untuk menentukan legalitas sertifikat tanah yang diterbitkan di kawasan pesisir. Jika bidang tanah yang bersertifikat sejak 1982 ternyata berada di wilayah laut pada saat penerbitan sertifikat, maka secara hukum sertifikat tersebut tidak sah. Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960 jelas menyatakan bahwa laut tidak dapat dimiliki secara pribadi. Oleh karena itu, penentuan garis pantai yang akurat menjadi kunci untuk menyelesaikan kasus ini secara adil dan transparan.

Riset tentang dinamika garis pantai dapat dilakukan dengan berbagai metode ilmiah. Penginderaan jauh dengan menggunakan citra satelit, seperti Landsat dan Sentinel, adalah salah satu pendekatan yang sangat efektif untuk memantau perubahan garis pantai dari waktu ke waktu. Penelitian oleh Nugraha et al. (2020) menunjukkan bahwa data citra satelit dapat mengungkap pola perubahan garis pantai di pesisir utara Jakarta, di mana sedimentasi dan abrasi secara simultan mengubah posisi daratan. Data ini relevan untuk mengidentifikasi tren historis garis pantai sejak 1982, memberikan konteks legal terhadap status bidang tanah di kawasan tersebut.

Teknologi LiDAR, yang menghasilkan pemetaan topografi wilayah pesisir dengan resolusi tinggi, juga sangat membantu dalam memahami perubahan elevasi yang mungkin mengindikasikan pergeseran garis pantai. Gesch et al. (2009) mencatat bahwa LiDAR dapat memberikan gambaran yang sangat akurat tentang perubahan topografi pantai, terutama di wilayah dengan penurunan muka tanah seperti di pesisir utara Jawa. Namun, karena teknologi ini mahal dan cakupannya terbatas, penggunaannya sebaiknya difokuskan pada wilayah-wilayah prioritas, seperti kawasan yang sedang mengalami sengketa atau reklamasi.

Selain itu, survei lapangan tetap relevan untuk memverifikasi data yang diperoleh dari citra satelit dan LiDAR. Survei ini melibatkan pengukuran langsung menggunakan GPS dengan akurasi tinggi dan analisis pasang surut untuk memberikan data kontekstual tentang dinamika garis pantai. Penelitian oleh Morton et al. (2004) menunjukkan bahwa siklus pasang surut memiliki pengaruh besar terhadap fluktuasi garis pantai, yang harus diperhitungkan dalam penentuan batas legal antara daratan dan laut. Kombinasi antara data survei lapangan dan analisis citra satelit dapat memberikan dasar ilmiah yang kuat untuk menyelesaikan sengketa lahan di kawasan pesisir.

Namun, pengumpulan data saja tidak cukup tanpa adanya transparansi dan pengelolaan yang baik. Dalam kasus Tangerang, langkah Kementerian ATR/BPN menggunakan aplikasi BHUMI untuk transparansi patut diapresiasi, tetapi transparansi juga perlu diperluas dengan melibatkan masyarakat lokal. Pengetahuan lokal sering kali menjadi pelengkap penting dalam memahami perubahan garis pantai, terutama di wilayah yang mengalami tekanan lingkungan dan sosial. Kolaborasi antara pemerintah, lembaga penelitian, dan masyarakat dapat memastikan bahwa solusi yang diambil tidak hanya akurat secara ilmiah tetapi juga adil secara sosial.

Kasus ini juga menyoroti perlunya kebijakan yang adaptif terhadap dinamika garis pantai. Regulasi yang ada sering kali belum mampu mengakomodasi perubahan garis pantai yang dinamis akibat perubahan iklim dan aktivitas manusia. Kebijakan yang mengacu pada data statis tanpa mempertimbangkan dinamika garis pantai berisiko menciptakan konflik baru di masa depan. Oleh karena itu, perlu adanya penyempurnaan regulasi yang mencakup ketentuan tentang perubahan garis pantai dan dampaknya terhadap kepemilikan tanah.

Solusi awal untuk kasus pagar laut di Tangerang adalah melakukan penelitian berbasis data tentang dinamika garis pantai, dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh, LiDAR, dan survei lapangan. Data ini harus digunakan sebagai dasar untuk mengevaluasi legalitas sertifikat tanah yang telah diterbitkan. Pemerintah juga perlu memperkuat regulasi yang relevan dan memastikan bahwa proses pengambilan keputusan dilakukan secara transparan dan melibatkan semua pemangku kepentingan. Dengan pendekatan ini, konflik yang berkaitan dengan garis pantai dapat diminimalkan, sekaligus memastikan pengelolaan wilayah pesisir yang berkelanjutan.

#geografbelajarpemetaan

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun