Hidup tak lagi seindah bunga, tatkala jiwa didera nestapa. Malam yang harusnya dihiasi cinta, seketika pudar di acuh bahagia. Bodohnya, aku hanya bergeming menanti kabar yang entah kemana rimbanya,
dan entah kapan datangnya. Ah, atau memang aku hanya ingin sendiri saja untuk saat ini, menanti kabarmu yang tak kunjung pasti.
Beberapa malamku akhir -- akhir ini sepi tanpa bintang, senyum pun tenggelam dibalik rembulan. Aku rindu, tapi terlalu tabu untuk menyapamu. Ku harap, kau sedang memikirkanku saat ini. Tidak apa -- apa, walau hanya sesaat.
Maaf, bila aku seposesif ini. Aku tidak bisa membedakan, mana yang terlalu sayang dan mana yang posesif, keduanya mengandung unsur khawatir. Khawatir kau menjauhiku, khawatir kau melupakanku secara perlahan, khawatir kau mencampakanku untuk lain peraduan.
Sebenarnya, aku tidak sibuk. Kapan saja kau mau, aku siap menghampirimu. Dan perlu kau tahu, jika saja tanggal merahmu bisa ku beli, aku akan membelinya dengan sepenuh hati. Ku lakukan itu, agar bisa menghabiskan waktu bersamamu tanpa ada alasan ini itu.
***
Untuk kali ini, pejamkan matamu sejenak. Adakah aku dalam igatanmu?.. Jika ada, lihatlah saat aku sedang benar -- benar merindukanmuu. Adakah aku di hatimu?.. Jika ada, rasakan bahwa aku sedang membutuhkanmu.
Jika hidup bisa ku ulang, aku ingin kembali pada masa dimana kita benar -- benar saling memiliki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H