Mohon tunggu...
Luthfi Fahmi Amali
Luthfi Fahmi Amali Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Pemerintahan UMY

Menjadi Manusia Seutuhnya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Tumpulnya Penegakan HAM vs Janji Jokowi

16 Desember 2021   18:21 Diperbarui: 16 Desember 2021   18:40 401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Hari HAM (Sumber: Google Image) 

Hak Asasi Manusia adalah hak hak dasar yang dimiliki setiap orang karena sama sama manusia. Hak Asasi Manusia didasarkan kepada prinsip bahwa setiap orang itu dilahirkan setara dari segi harkat dan hak haknya tanpa adanya diskriminasi. Menurut Prof. Koentjoro Poerbopranoto Hak Asasi Manusia (HAM) adalah suatu hak yang sifatnya mendasar atau juga asasi. Hak-hak yang dipunyai pada tiap-tiap manusia tersebut dengan berdasarkan kodratnya, pada hakikatnya tidak akan dapat dipisahkan sehingga akan bersifat suci. Hak Asasi Manusia sangat penting dan harus kita junjung bersama karena kita sebagai manusia yang bebas dalam menjalani kehidupan. Menurut amnesty.id HAM sangat penting karena HAM mengatur pemenuhan kebutuhan dasar kita semua, seperti pendidikan, makanan, dan tempat tinggal yang layak. HAM juga mendorong perlindungan dari kekerasan, mendorong kebebasan berpikir, beragama, dan berkepercayaan, kebebasan berekspresi, dan banyak lagi.

Tetapi realitanya di Indonesia selama berganti kepemimpinan, HAM masih menjadi topik yang seksi dan belum terpecahkan karena banyaknya permasalahan permasalahan yang terjadi dan dianggap lebih penting dari permasalahan HAM. Terlebih sampai saat ini masih banyak sekali terjadi pelanggaran pelanggaran HAM yang menjadi misteri dan seolah olah pemerintah buta akan hal itu, bahkan berpura pura lupa. Karena begitu banyak nya kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Indonesia, secara tidak sadar akan terkubur oleh waktu. Terlebih saat era presiden Jokowi menjabat yang dinilai banyak sekali manambah masalah HAM baru, bukan lagi menyelesaikan kasus kasus HAM yang sudah terjadi.

Tumpulnya penegakkan Hak Asasi Manusia (HAM) di era presiden Joko Widodo bisa dinilai mengalami kemorosotan yang sangat drastis dan sangat memprihatinkan. Teringat ketika sambutanya pada hari HAM tahun 2021, beliau sempat berpidato yang didalamnya menyinggung komitmen nya untuk menyelesaikan kasus kasus HAM di Indonesia. Dikutip dari merdeka.com "Pemerintah berkomitmen untuk menegakkan, menuntaskan dan menyelesaikan pelanggaran HAM berat," jelas Jokowi saat berpidato dalam acara Hari HAM Sedunia Tahun 2021, Jumat (10/12). Tetapi dalam berjalannya pemerintahan kabinet presiden Jokowi yang kedua ini justru makin jauh dari kata menyelesaikan, justru makin banyak kasus yang terjadi yang berkaitan dengan HAM. Mengacu pada Global Peace Index 2020 Vision of Humanity dari Institute for Economic and Peace yang meletakkan Indonesia sebagai negara yang merosot. “Indonesia turun enam angka pada rangking 49, dari 83 (negara). Hal ini membuktikan tidak adanya gambaran yang cerah untuk tahun mendatang terkait penuntasan kasus kasus HAM di Indonesia dari sejumlah peristiwa peristiwa yang terjadi beberapa lalu yang pernah terjadi di era presiden jokowi. Dari mulai peristiwa pembungkaman, pemidanaan tanpa dasar, maupun penuntasan penuntasan hukum diluar ketidakpatutan.

Terlebih di era pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla, yang pada 5 tahun periodenya kasus pelanggaran HAM kerap sekali terjadi. Banyak sekali dorongan kepada presiden Jokowi yang meminta agar masalah HAM segera diselesaikan terutama kasus kasus HAM masa lalu , tetapi dalam realitanya dorongan tersebut justru dimentahkan. Entah karena presiden jokowi lebih menjaga kondusifitas kebinetnya atau memang karena tidak peduli dengan penuntasan kasus kasus HAM yang sudah terjadi. Menurut Riset Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan Litbang Kompas tahun 2019 pernah mengungkapkan, mayoritas masyarakat menilai pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin kesulitan menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu karena ingin menjaga harmonisasi politik atau nuansa politis. Berdasarkan hasil riset itu, 73,9% responden menganggap nuansa politis menjadi hambatan utama. Selain itu, 23,6% persen beranggapan presiden tidak memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah kasus HAM masa lalu, dan hanya 2,5% yang menjawab tidak tahu. Sementara itu, menurut Komisioner Komnas HAM periode 2007-2012, Ridha Saleh mengatakan, tak kunjung selesainya kasus HAM masa lalu disebabkan karena pengaruh politik. Masalah ini dibawa ke ranah politik yang menyebabkan tidak dapat diselesaikan pemerintah sekarang dan sebelumnya karena diduga melibatkan petinggi negara, sehingga muncul asumsi, jika diselesaikan bisa menganggu situasi politik nasional. Ini alasan sehingga pemerintah enggan menyelesaikan”.

Pelanggaran HAM masih banyak sekali terjadi di bawah pemerintahan Jokowi. Dikutip dari bbc.com Korban pelanggaran HAM berat pada 1965/1966, Bedjo Untung mengatakan, tujuh tahun menjabat, Jokowi tidak berbuat apa-apa dalam penyelesai pelanggaran HAM masa lalu. "Sama sekali (tidak membawa perubahan), maka menurut saya, Jokowi justru menyerah dari tekanan orang-orang terduga pelanggar HAM berat. Terus terang saya sangat kecewa terduga pelaku dapat jabatan. Saya memilih dia sebagai presiden tapi tidak berbuat apa-apa untuk kami para korban," kata Bedjo. Dalam realitanya lingkungan politik jokowi justru banyak di isi oleh orang orang para pelaku HAM, contonya adalah Jenderal Purn Wiranto yang diangkat sebagai Menkopolhukam yang dimana Wiranto adalah antek orde baru yang ada kaitanya dengan pelanggaran HAM penembakan Tri Sakti I dan Tri Sakti II, kemudian ada A.M. Hendropriyono yang begitu berpihak ke kubu Jokowi yang dimana Hedropriyono diduga melakukan pembataian massal terhadap lebih dari 300 orang pada tahun 1989 dengan dalih penumpasan aliran sesat dan radikalisme. Dan dari kacamata diatas, hal itulah yang membuat semakin menutupnya komitmen jokowi untuk menyelesaikan masalah masalah HAM yang ada di Indonesia ini. Mulai dari pelarangan unjuk rasa hingga pemberlakuan hukuman mati hingga kekerasan yang direstui negara, masih banyak terjadi. Kasus pelanggaran HAM terjadi di Paniai, Papua hanya beberapa bulan setelah pemerintahan Jokowi menjabat. Lima orang tewas oleh rentetan tembakan selama pertengkaran antara warga sipil dan otoritas keamanan. Dan yang terbaru dan menjadi sorotan, yaitu kasus kerusuhan yang terjadi pada saat sengketa pemilu di sekitar Gedung Badan Pengawas Pemilu. Dari serangkaian peristiwa yang terjadi saat itu, banyak sekali adanya kekerasan dan diduga terjadi pelanggaran HAM. Adanya aparat yang bertindak represif hingga pembatasan akses medis. Menurut beberapa sumber, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) menyatakan ada 10 orang korban tewas akibat kerusuhan pada bulan Mei 2019 dan delapan diantaranya meninggal disebabkan karena peluru tajam.

Jika kita menilik kembali catatan catatan serangkaian perisiwa kebebasan hak sipil yang terjadi selama tahun 2020 tentunya akan semakin menambah kasus kasus pelanggaran hak hak warga sipil di atas kepemimpinan Jokowi. Diantaranya kekerasan terhadap warga sipil yang menolak adanya Undang- Undang Cipta Kerja, Serangkaian serangan Digital, Doxing, bahkan penyerangan terhadap jurnalis. Selanjutnya, ada kriminalisasi kritik kebijakan, seperti yang terjadi pada Jerinx, serta kriminalisasi terhadap kegiatan yang menentang pembangunan perkebunan, pertambangan, dan konflik agraria, serta penembakan terhadap pendeta Yeremia dan enam anggota FPI. Dari semua peristiwa tersebut sepertinya sudah dianggap normal pada pemerintahan Jokowi, yang dimana negara harus bertindak dengan mengedepankan prinsip prinsip Hak Asasi Manusia.

Melihat bagaimana pelanggaran HAM yang terus terjadi pada masa pemerintahan Jokowi. Apakah pemerintah benar benar serius dalam upaya nya menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu? Atau ternyata sudah gagal dan menemui titik buntu?. Komitmen Jokowi yang ingin menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat dimasa lalu justru terlihat gagal ketika awal tahun 2019 yang dimana Kejaksaan Agung memutuskan untuk mengembalikan berkas perkara pelanggaran HAM lama yang diserahkan Komnas HAM. Saat itu kejaksaan menilai berkas yang disodorkan tidak memenuhi persyaratan formil maupun materil. Padahal kasus kasus yang dilaporkan tersebut tergolong menelan banyak sekali korban jiwa. Kerusuhan dan pembantaian 1965-1966, peristiwa Talangsari 1989, penembakan misterius (Peter) tahun 1982-1985, peristiwa Trisakti dan Semanggi I dan II, serta kerusuhan Mei 1998 hanyalah beberapa contoh. Selain itu, peristiwa penghilangan paksa terjadi pada tahun 1997-1998, serta peristiwa Wasior dan Wamena. Tiga berkas terkait pelanggaran HAM besar di Aceh juga dikembalikan. Padahal didalamnya berisikan peristiwa Simpang KAA pada 3 Mei 1999, tragedi Jambo Keupok, dan peristiwa Rumah Geudong. Lantas bagaimana dengan kasus pelanggaran HAM yang sering kita suarakan bersama setiap tahunnya, seperti kasus Munir yang tewas diracun pada 7 september 2004 akibat melantangkan pelanggaran-pelanggaran HAM yang dilakukan militer, Salim Kancil yang tewas dianiaya pada tanggal 26 september 2015 akibat memprotes penambangan pasir yang bisa membahayakan lingkungan, Marsinah yang diculik dan disiksa hingga tewas pada 8 Mei 1993 karena menuntut kenaikan gaji kepada perusahaan tempat ia bekerja.

Apakah semua kasus pelanggaran HAM yang sudah dijabarkan diatas tadi hanya sekedar didengarkan tanpa adanya penindakan yang serius, atau hanya sekedar hanya omongan belaka presiden Jokowi? Masih perlu kita nantikan bersama komitmen dari Presiden Jokowi untuk menuntaskan kasus HAM dimasa lalu dan kita seluruh elemen masyarakat agar bersama sama mengawal dua tahun periode pemerintahan Jokowi sebelum berakhir pada 2024 untuk segera menuntaskan kasus kasus pelanggaran HAM dimasa lalu yang bahkan terjadi dimasa kepemimpinanya. Terlebih bangsa mahasiwa yang manjadi agent of change bisa menjadi tonggak pengawalan pelanggaran HAM yang ada di Indonesia ini. Agar Indonesia sebagai bangsa Multikulturalisme bisa menerapkan Hak Asasi Manusia sebenar benarnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun