Problematika moda transportasi umum di Jakarta memang tak kunjung selesai. Masalah kemacetan dengan transportasi umum selalu saling bersinggungan dan tak terpisahkan antara satu dengan yang lain. Transportasi massal favorit warga jabodetabek saat ini selain Commuter Line adalah Transjakarta (TJ). Seperti kehidupan, ada saja masalah yang timbul pada transportasi umum Jakarta ini.
Jika penumpang Commuter Line selalu mengeluhkan lamanya kereta terhenti karena antre masuk stasiun, maka penumpang rutin Transjakarta seperti saya menyayangkan kondisi bus yang beroperasi akhir-akhir ini. Padahal kondisi bus tersebut dari luar terlihat sangat baik, secara fisik terlihat mulus. Tapi siapa yang tahu dalamnya seperti apa, kan?
Baru saja tadi pagi, untuk yang kesekian kalinya saya mendapatkan masalah saat menaiki Transjakarta. Saya naik bus dari halte Garuda TMII arah Bundaran Senayan (rute alternatif dari koridor 9). Baru jalan sedikit melewati lampu merah depan Tamini Square arah Kramat Jati, bus berhenti sebentar. Kemudian sang pramudi terdengar berbicara dengan petugas pintu Transjakarta.
Samar-samar terdengar sang petugas mengusulkan pada pramudi agar mengevakuasi penumpang di halte Cawang UKI. Langsung saya dan penumpang lain berdecak sebal, karena kami yakin pasti ada masalah –entah apa- yang terjadi di bus tersebut. Sepenglihatan saya, mesin bus TJ-nya masih nyala, tetapi kadang sempat tersendat dan –saya tidak tahu mengapa- bus sulit untuk berjalan lagi.
Selama sepanjang jalan tol dari TMII menuju Cawang UKI, sudah banyak penumpang lain yang mengeluh sebal. Saya pun turut geram. Bagaimana tidak? Tadi pagi bus yang bermasalah itu terjadi benar-benar di jam sibuk, yakni sekitar pukul 06.15. Penumpang sudah penuh mendesaki bus dari dua halte pertama koridor 9 (Pinang Ranti dan Garuda TMII). Halte Garuda TMII tempat saya naik bus adalah halte kedua setelah halte Pinang Ranti yang merupakan tempat tujuan awal/akhir  koridor 9.
Kabar buruk pagi tadi tidak berhenti sampai disitu saja. Di tengah jalan tol menuju Cawang UKI, bus mendadak berhenti kembali dengan mesin yang masih menyala. Kami sebagai penumpang masih tidak diberitahu secara gamblang oleh petugas mengapa kami mesti dipindahkan, hanya diberitahu secara samar bahwa bus sedang ada gangguan yang kami juga tidak tahu gangguan apa.
Kemudian, sebagian dari kami dievakuasi ke bus TJ lain -yang sudah penuh sesak menjadi semakin sesak- yang kebetulan lewat dari arah yang sama, yaitu Pinang Ranti. Ya, kami dievakuasi di tengah jalan tol. Bayangkan saja betapa riuh dan sesaknya keadaan dalam bus, yang saya rasa mustahil jika semua penumpang dievakuasi ke bus  lain. Semua orang rebutan dan ingin cepat sampai. Saya sudah membayangkan bagaimana penuh sesaknya halte Cawang UKI sebagai halte transit, ditambah pula kami penumpang (yang menyusahkan) hasil evakuasi.
Mengenai kondisi bus gandeng ini, terlihat masih sangat bagus dan layak jalan. Bus tersebut juga terlihat masih baru dan saya kira semuanya masih berfungsi dengan baik. Tapi ternyata semua itu hanya terlihat dari luarnya saja.
Yang saya heran sekali, jika transjakarta itu bermasalah, mengapa tidak terdeteksi dari awal saat masih di halte Pinang Ranti? Mengapa baru ngeh busnya rusak di halte kedua? Apakah setiap bus tidak diperiksa sebelum beroperasional setiap harinya? Sebetulnya bagaimana prosedur struktural bus TJ sebelum pergi beroperasi dari halte? Apakah tidak ada peraturan khusus apabila bus gangguan, maka akan dikirim armada tambahan?
Peristiwa 2
Di bulan Agustus kemarin saya mendapatkan masalah serupa. Transjakarta yang saya tumpangi mogok di tengah jalan. Namun, menurut saya, malam itu yang paling ruwet karena kondisi lalu lintas hari Senin yang sedang macet parah akibat rush hour (jam sibuk), antrean masuk gerbang tol sepanjang Jl. Gatot Subroto yang tak terkendali, dan penumpang yang sangat menyesaki bus.